
Dolar Nyaris Tembus Rp 16.000, Indofood-ACES Dibuat Menangis

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah tertekan nyaris ke Rp16.000/US$ di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor maupun yang memiliki utang dolar AS bakal terkena dampak negatif, lantaran beban yang dikeluarkan bisa melonjak.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,06% di angka Rp15.895/US$. Pelemahan ini semakin memperpanjang tren depresiasi yakni empat hari beruntun. Rupiah bahkan sempat menyentuh Rp15.960/US$. Posisi rupiah ini menjadi yang terendah sejak 8 April 2020 atau hampir empat tahun terakhir di mana rupiah pada saat itu menyentuh Rp 16.150.
Namun, pada penutupan pelemahan menyusut tipis ke Rp15.895/US$. Dalam sehari, rupiah melemah 0,06%, ini memperpanjang tren depresiasi selama empat hari beruntun.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto menyebutkan ada beberapa faktor yang menjadi penyebab pelemahan rupiah. Antara lain sentimen dari AS dan China.
"Sumber globalnya selain dari US yg terdapat penurunan ekspektasi atas penurunan FFR (the Fed Fund Rate), juga kelihatannya Rupiah banyak terdampak dari pelemahan CNY (yuan)," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (2/4/2024).
"Sementara dari domestik ada permintaan USD terkait repatriasi dan masih outflownya asing di pasar SBN (Surat Berharga Negara)," jelas Edi. Di samping itu, pengumuman inflasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin juga turut mempengaruhi inflasi.
Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi juga menganggap, khusus sidang sengketa Pilpres 2024 turut mempengaruhi sentimen negatif pelaku pasar keuangan. Ketidakpastian politik dianggap pelaku pasar keuangan menjadi semakin tinggi.
"Ketidakpastian politik masih terus terjadi, dan kendala terkini adalah apakah MK akan membatalkan status Gibran sebagai Wakil Presiden terpilih," tuturnya.
Melihat kondisi rupiah yang masih tertekan, tentu bakal berdampak negatif ke beberapa perusahaan, terutama untuk yang bisnisnya mengandalkan bahan baku impor, maupun yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS.
Hal tersebut membuat beban perusahaan akan melambung, sehingga pendapatan akan berkurang untuk mengkompensasi biaya-biaya yang dikeluarkan. Imbasnya, laba bisa tergerus.
Lantas, siapa saja perusahaan yang terdampak negatif dari melemahnya rupiah?
PT Indofood CBP (ICBP)
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) menjadi salah satu emiten yang dirugikan dari pelemahan rupiah.
Melansir dari laporan keuangan hingga akhir 2023, ICBP memiliki utang obligasi jangka panjang dalam denominasi dolar AS mencapai Rp42,12 triliun. Nilai ini mewakili 73,69% dari total liabilitas perusahaan sebesar Rp57,16 triliun.
Selain itu, ICBP terdampak negatif dari keperkasaan dolar yang menekan mata uang naira Nigeria.
Selama 2023, naira telah anjlok lebih dari 50% membuat ICBP mencatat kerugian nilai investasi pada entitas asosiasinya, Dufil Prima Foods Plc (DPFP hingga Rp1,81 triliun.
ICBP akhirnya harus menanggung kerugian bersih pada kuartal IV/2023 sebesar Rp69 miliar. Nilai ini berbanding terbalik dari hasil laba bersih pada kuartal III/2023 sebesar Rp1,3 triliun.
PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)
Selanjutnya ada induk usaha ICBP yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang ikut terseret dampak negatif dari pelemahan rupiah.
Pasalnya, sebagai induk usaha INDF juga ikut menanggung beban ICBP yang berupa utang dalam denominasi dolar AS. Kontribusi ICBP bagi INDF pun sangat besar ke pendapatan mencapai lebih dari 70%.
Akibat ICBP menelan pil pahit pada akhir tahun lalu, INDF juga kena imbasnya dengan laba bersih pada kuartal IV/2023 hanya Rp1,06 triliun, anjlok 38% dalam basis tahunan.
PT Modernland Realty Tbk (MDLN)
Emiten properti PT Modernland Realty Tbk (MDLN) jadi berikutnya yang cukup dirugikan dari kondisi pelemahan rupiah.
Hingga akhir 2023, MDLN mencatat beban yang masih harus dibayar dalam dolar AS mencapai sekitar Rp30 miliar. Utang perusahaan dalam dolar AS juga cukup besar mencapai US$ 375,50 juta atau setara Rp5,78 triliun (Asumsi kurs Rp15.416/US$)
PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI)
Masih dari sektor properti, ada emiten PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) yang memiliki utang obligasi dalam dolar AS sebanyak Rp3,49 triliun. Nilai ini mewakili lebih dari 30% dari total liabilitas sebesar Rp10,96 triliun pada akhir 2023.
Dengan utang dalam dolar AS yang besar maka beban ASRI untuk membayar beban bunga akan meningkat, terutama di kondisi saat rupiah melemah.
PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES)
Berikutnya ada emiten retail PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) yang potensi dirugikan dari perkasanya dolar AS lantaran beban impor yang tinggi.
ACES merupakan perusahaan dengan penjualan utama di barang-barang kebutuhan rumah tangga dan gaya hidup. Untuk memasok persediaan barang tersebut, biasanya ACES melakukan impor.
Menurut laporan keuangan hingga akhir tahun lalu, ACES mencatatkan beban pokok penjualan Rp3,91 triliun. Dari nilai tersebut, persentase pembelian impor mencapai 81,21%.
Sektor Farmasi
Selanjutnya ada sektor farmasi lantaran dominasi impor bahan baku masih mencapai 90%. Pada 2023, nilai ekspor produk industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional Indonesia meningkat 8,78% dibandingkan 2022.
Beberapa emiten farmasi diantaranya seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), PT Kimia Farma TBk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF), dan lain-lain.
Dari beberapa emiten di atas, berikut pergerakan harga sahamnya di saat rupiah melemah dalam beberapa minggu terakhir :
Dari data di atas, ada ACES yang mencatatkan kinerja positif kendati operasional bisnisnya terganggu pelemahan rupiah.Ha ini disinyalir karena kemungkinan besar permintaan sedang meningkat jelang lebaran.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(tsn/tsn)