Newsletter

Sidang Sengketa Pilpres di MK Dimulai, Bagaimana Nasib IHSG-Rupiah?

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
Rabu, 27/03/2024 06:00 WIB
Foto: Gedung Mahkamah Konstitusi RI. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
  • Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pada perdagangan kemarin, IHSG dan SBN melamah, hanya rupiah yang mampu menguat

  • Wall Street ambruk berjamaah, indeks S&P turun tiga hari beruntun

  • Sentimen utama pekan ini berasal dari dalam negeri terkait data sengketa pemilu di MK, dividen saham, hingga sentimen luar negeri

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan mayoritas mengakhiri perdagangan di zona merah pada perdagangan kemarin, Selasa (26/3/2024). Rupiah menjadi satu-satunya yang menguat, sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga Surat Berharga Negara (SBN) harus terkoreksi.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan volatile pada hari ini, utamanya dipengaruhi oleh banyaknya data dan agenda penting dari dalam negeri seputar gugatan Mahkamah Konstitusi (MK) dan kondisi ekonomi global.

Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dan satu pekan ke depan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.

IHSG pada perdagangan kemarin, Selasa (26/3/2024), IHSG terpantau melemah tipis 0,16% menjadi 7.365,66 indeks poin. Pelemahan ini memutus tren penguatan IHSG sebanyak tiga hari perdagangan beruntun.

Penguatan IHSG kemarin didorong dari enam sektor. Penguatan sektor energi menjadi katalis IHSG berada di zona hijau dengan terapresiasi 1,38%.

Saham PT Bayan Resources ( BYAN), PT Adaro Energi Internasional (ADRO), dan PT Dian Swastika Sentosa (DSSA)  menjadi top 5 penopang kenaikan IHSG. BYAN mendorong kenaikan indeks sebesar 3,6 poin, ADRO mendorong kenaikan sebesar 2,56 poin, dan DSSA berkontribusi mendorong kenaikan 2,21 poin.

Sementara, sektor pemberat berasal dari sektor industri yang membebani sebesar 1,36%. Saham yang menjadi pemberat yaitu PT Astra Internasional Tbk (ASII) membebani penurunan 2,25 poin.

Dari pasar mata uang, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bersamaan dengan penurunan indeks dolar AS (DXY) pada intraday kemarin

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup naik 0,06% di angka Rp15.785/US$. Posisi ini mematahkan tren pelemahan dua hari beruntun sejak 22 Maret 2024.

Penguatan rupiah ditengarai terjadi akibat dolar AS yang cenderung melemah pada kemarin. Kendati rupiah tercatat mengalami penguatan, namun capital outflow masih tak terbendung dari pasar keuangan domestik.

Head of Equity Research Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro mengatakan sebagian besar pelemahan rupiah disebabkan oleh aliran uang keluar dari obligasi.

"Sebagian besar kelemahan mungkin berasal dari aliran keuangan, dengan pasar obligasi mencatatkan net-sell sebesar Rp8.2 triliun pada 18-21 Maret, dibandingkan dengan net buy sebesar Rp1.7 triliun di pasar ekuitas" ungkap Satria kepada CNBC Indonesia.

"Untuk saat ini, BI kemungkinan akan meningkatkan intervensi valuta asing." papar Satria.

Sejalan dengan Satria, Ekonom Samuel Sekuritas, Fithra Faisal mengungkapkan bahwa BI selaku bank sentral perlu untuk melakukan intervensi jangka pendek agar mata uang Garuda tidak mengalami depresiasi yang signifikan.

Di lain sisi, faktor ketidakpastian global tetap masih memberikan tekanan bagi mata uang Garuda.

Dari global, pernyataan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang cenderung mengarah ke dovish dinilai pasar masih belum cukup jelas. Uncertainty masih ada di tengah inflasi AS yang cukup stubborn.

Selain itu, geopolitik yang datang dari Eropa timur masih relatif bergejolak. Terkhusus serangan dari aksi terorisme terhadap Rusia memicu sentimen negatif bagi global.

Alhasil, rupiah masih dibayang-bayangi tekanan yang masih berpotensi membuat rupiah melemah ke depannya.

Dari pasar SBN, yield atau imbal hasil SBN tenor 10 tahun seri benchmark terpantau naik berada di level 6,71%.

Kenaikan imbal hasil obligasi mengindikasikan kekhawatiran pelaku pasar berinvestasi di surat utang Indonesia. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang turun demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield naik, mengindikasikan investor sedang menjual SBN.


(mza/mza)
Pages