
Coklat Terancam langka, Harga Kakao Terbang 98% dalam 3 Bulan

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat momen Ramadhan dan Lebaran, sebagian investor berfokus pada sektor konsumer dan juga ritel, hingga komoditas lain seperti emas dan batu bara masih cukup ramai. Tetapi banyak yang belum menyadari bahwa terdapat satu komoditas yang justru harganya sudah selangit.
Terpantau sejak awal tahun 2024 hingga perdagangan Rabu (20/3/2024), komoditas kakao atau cokelat telah melesat sebesar 98,38% atau hampir 100% sepanjang tahun ini atau dalam waktu tiga bulan dan bertengger di level US$8.324 per ton.
Melonjaknya harga kakao dikhawatirkan memicu kelangkaan coklat di seluruh dunia. Para pecinta coklat di seluruh dunia mungkin harus bersiap menghadapi kekurangan makanan manis karena harga coklat mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan para ekonom memperkirakan tidak ada tren penurunan hingga tahun 2024.
Kondisi cuaca yang tidak mendukung, penyelundupan, dan penyakit pucuk bengkak berkontribusi terhadap kenaikan harga kakao atau cokelat, yang mengakibatkan rendahnya hasil panen di Pantai Gading, yang memproduksi hampir 40% biji kakao dunia, dan Ghana, yang memproduksi 20%.
El Nino, pola cuaca yang menyebabkan kekeringan di Afrika Barat, berdampak signifikan terhadap produksi kakao di negara-negara tersebut.
Angin musiman yang kencang dan kurangnya curah hujan juga berkontribusi terhadap kelangkaan ini, sehingga memaksa para pedagang berebut pasokan dan menaikkan harga.
Produsen cokelat, akibat kenaikan harga bahan baku utama, bersiap menghadapi potensi penurunan permintaan.
Dalam laporan pemasok bahan Henley Bridge, kenaikan harga kakao sebesar 15-20% pada semester pertama tahun 2024, dan diperkirakan akan terus berlanjut hingga sisa tahun ini.
Lonjakan harga ini telah menimbulkan dampak besar pada industri ini, dimana para pembuat cokelat menyesuaikan operasi mereka agar tetap bertahan.
Dampak dari kelangkaan kakao tidak hanya berdampak pada bisnis cokelat. Produk lain yang menggunakan kakao sebagai bahan bakunya, seperti kosmetik dan obat-obatan, mungkin mengalami kenaikan harga atau gangguan rantai pasokan.
Negara-negara berkembang, terutama negara-negara dengan permintaan cokelat yang tinggi, mungkin mengalami kesulitan dalam memenuhi permintaan pelanggan.
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa produsen cokelat yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yakni PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO), PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk (BTEK), dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP).
Kenaikan kakao tentunya memicu kenaikan harga saham cokelat di bursa saham RI. Salah satunya, PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO) dari harga terendah saat sedang berada di area sideaway Rp150 per saham, kini pada perdagangan intraday hari Kamis (21/3/2024) melesat hingga level tertinggi di posisi Rp220 per saham, atau telah mencapai kenaikan hingga 47% dalam hitungan minggu saja.
Namun jelang penutupan saham COCO cenderung bergerak turun, sehingga ditutup stagnan atau tidak berubah pada Kamis (21/3/2024) di level Rp190 per saham.
Melihat pergerakan harga saham COCO, sudah tercatat kenaikan sejak awal 2024.
Jika kondisi pasokan kakao terancam, tentu hal ini dapat membuat harga kakao atau cokelat meningkat pesat. Sehingga membuat harga komoditas cokelat bisa mencapai All Time High baru. Hal ini tentunya dapat mendorong kenaikan harga saham-saham coklat yang ada di BEI dari kenaikan harga komoditas kakao.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.