Emas Cetak Rekor 5 Hari Beruntun! Masih Bisa Terbang Hingga US$ 2.300?

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
08 March 2024 10:32
Ilustrasi Emas (Dok Octa FX)
Foto: Ilustrasi Emas (Dok Octa FX)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas terus mencetak rekor-rekor baru. Hal ini sejalan dengan perkiraan dari banyak analis di dunia, bahwa emas akan bullish pada tahun 2024. Kenaikan tersebut didorong dari meningkatnya ketegangan geopolitik, ekspetasi suku bunga, hingga pembelian emas terus-menerus oleh beberapa bank sentral dunia.

Ketidakpastian ekonomi dan geopolitik cenderung menjadi pendorong positif bagi emas, yang secara luas dipandang sebagai aset safe-haven karena kemampuannya untuk tetap menjadi penyimpan nilai yang dapat diandalkan.

Hal ini memiliki korelasi yang rendah dengan kelas aset lainnya, sehingga dapat bertindak sebagai jaminan selama pasar sedang melemah dan saat terjadi tekanan geopolitik. Dolar AS yang lebih lemah dan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah juga meningkatkan daya tarik emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil.

Harga emas melonjak dalam beberapa bulan terakhir 2023 setelah reli yang kuat yang dipicu oleh pembelian bank sentral dan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap konflik Israel-Hamas dan Rusia-Ukraina..

Jatuhnya dolar AS dan ekspektasi penurunan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) semakin mendorong harga emas batangan, yang mencapai rekor tertinggi $2,135.39/oz pada Desember 2023.

Pada perdagangan Kamis (7/3/2024) harga emas di pasar spot ditutup menguat 0,51% di posisi US$ 2.159,16 per troy ons. Harga penutupan tersebut merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Sebelum ditutup lebih rendah, emas kembali mencetak All Time High pada perdagangan intraday di level US$ 2.164,09 per troy ons.

Dalam catatan Refinitiv, harga emas sudah mencetak rekor selama lima hari beruntun yakni pada Jumat pekan lalu, Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis pekan ini.

Rekor beruntun dalam sepekan melewati pencapaian pada 27 Desember 2023 yakni US$ 2.077,16 per troy ons.

J.P MorganFoto: J.P Morgan

Setelah siklus kenaikan suku bunga yang mendorong suku bunga The Fed ke level tertinggi dalam lebih dari 22 tahun, para pengambil kebijakan di Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) telah mengindikasikan setidaknya tiga kali penurunan suku bunga pada tahun 2024, seiring dengan menurunnya inflasi dari level tertinggi dalam 40 tahun yang tercatat pada pertengahan tahun 2022.

1. J.P Morgan

Menurut Natasha Kaneva, Kepala Strategi Komoditas Global di J.P. Morgan, komoditas kemungkinan besar tidak akan mendapat manfaat dari inflasi inti pada 2024.

Inflasi akan turun hingga di bawah 3%, sehingga seiring dengan penentuan waktu siklus bisnis yang tepat, terdapat dua kondisi yang diperlukan untuk memulai posisi buy, sehingga menjadikan prospek sektor ini sangat taktis dalam jangka panjang pada 2024.

Harga emas akan mencapai puncaknya pada US$2.300 per troy ons pada2025, menurut perkiraan J.P. Morgan Research. Prediksi ini mengasumsikan siklus pemotongan suku bunga The Fed pada awalnya menghasilkan pemotongan sebesar 125 basis poin (bp) pada semester kedua tahun 2024, sehingga mendorong harga emas ke level tertinggi baru.

Prediksi harga emas didasarkan pada perkiraan resmi The Fed, yang memperkirakan inflasi inti akan melambat menjadi 2,4% pada tahun 2024 dan 2,2% pada tahun 2025, sebelum kembali ke target 2% pada tahun 2026.

Pada kuartal kedua tahun 2024, ekonom J.P. Morgan memperkirakan pertumbuhan AS akan melambat menjadi 0,5% kuartal-ke-kuartal. Hal ini akan mendorong The Fed untuk mulai menurunkan suku bunganya pada  Juni, yang pada akhirnya akan melakukan pemotongan sebesar 125 bps pada semester kedua tahun ini untuk menghindari resesi.

2. Octa Broker

Harga emas diperdagangkan di atas US$2.000 per troy ons pada awal tahun 2024. Analis Octa Broker Internasional memperkirakan bahwa bahkan di akhir tahun ini, harga emas akan tetap di atas US$2.000 per troy ons, mencapai rekor tertinggi baru dalam sejarah.

Faktor-faktor yang mendukung hal ini adalah ketidakpastian geopolitik, kemungkinan melemahnya dolar AS, dan potensi penurunan suku bunga. Namun sebelum mengandalkan faktor-faktor ini di masa depan, kita harus memahami bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi masa lalu.

Selama 90 tahun terakhir, nilai emas terutama bergantung pada volume transaksi antara pasar Barat dan Timur. Negara-negara Barat menentukan penawaran dan permintaan, sedangkan negara-negara Timur bertindak sebagai pihak yang berlawanan dalam transaksi tersebut. Jadi, ketika volume emas fisik yang dibeli oleh Inggris atau Swiss meningkat, harganya pun meningkat, dan sebaliknya. Akibatnya emas berpindah dari Barat ke Timur dan kembali serentak dengan turun atau naiknya harga.

Faktor kedua yang secara historis mempengaruhi harga adalah hubungan antara harga emas dan imbal hasil riil obligasi pemerintah AS. Ketika imbal hasil riil menurun, obligasi kehilangan daya tariknya, dan investor beralih ke emas. Ketika tren berbalik dan imbal hasil riil mulai meningkat, investor kembali ke obligasi.

Namun sejak akhir tahun 2022, kedua pola tersebut gagal. Imbal hasil obligasi sepuluh tahun AS naik menjadi 4,33%, di atas level tertinggi tahun 2022, mengalahkan rekor 15 tahun. Terlepas dari ekspektasi, hal ini tidak menurunkan harga emas, yang malah naik dari November 2022 hingga Agustus 2023 sebesar 16%, dari US$1,643 menjadi US$1,954 per troy ons.

Korelasi antara volume transaksi emas dan harga emas juga terhenti. Sejak kuartal ketiga tahun 2022, Inggris dan Swiss telah menjadi eksportir emas Netto, yaitu penjual. Menurut paradigma sejarah, hal ini seharusnya juga menjadi penyebab turunnya harga emas. Namun, seperti yang kita lihat, hal ini tidak terjadi. Dengan demikian, negara-negara Barat belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga logam mulia.

Faktor utama lainnya yang mempengaruhi harga emas adalah inflasi, meningkatnya permintaan dari bank sentral, de-dolarisasi negara berkembang, situasi mikroekonomi, dan geopolitik. Kombinasi faktor-faktor ini akan menciptakan kondisi bagi pertumbuhan harga emas pada tahun 2024 di semester pertama tahun ini, harga logam mulia mungkin melebihi US$2.200 per troy ons. Pada semester kedua tahun ini, tren kenaikan emas kemungkinan akan terus berlanjut, dan emas mungkin menunjukkan harga US$2,300 per troy ons, sehingga harga rata-rata pada tahun 2024 adalah US$2,170 per troy ons.

3. UBS

UBS memperikan harga emas akan naik lebih jauh pada tahun di tengah ekspektasi bahwa The Federal Reserve AS akan mulai memangkas suku bunga.

Ahli strategi logam mulia bank investasi Joni Teves, yang memperkirakan harga logam mulia tersebut akan mencapai US$2.200 per troy ons pada akhir tahun ini.

Harga emas cenderung memiliki hubungan terbalik dengan suku bunga. Ketika suku bunga turun, emas menjadi lebih menarik dibandingkan dengan investasi alternatif seperti obligasi, yang akan memberikan imbal hasil yang lebih lemah di lingkungan suku bunga rendah.

Pada gilirannya, suku bunga yang lebih rendah melemahkan dolar, membuat emas lebih murah bagi pembeli internasional, sehingga meningkatkan permintaan.

4. CNBC Indonesia

Tim riset CNBC Indonesia juga memprediksi harga emas terus mengalami kenaikan, seiring dengan ketegangan geopolitik, pembelian emas oleh enam bank sentral di bulan Januari 2024 yang mencapai 39 ton, dan didorong dari pidato Jerome Powell pada hari rabu kemarin.

Powell mengatakan The Fed "tidak jauh" dari mendapatkan keyakinan yang cukup bahwa inflasi sedang menuju target 2% yang ditetapkan The Federal Reverse (The Fed) untuk dapat memulai penurunan suku bunga.

Menurut Fedwatch Tool CME, saat ini para pelaku pasar memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 74% pada bulan Juni, dibandingkan sekitar 63% pada tanggal 29 Februari.

Tim riset CNBC Indonesia memperkitakan harga emas dapat bertahan di atas US$2.100 per troy ons hingga Juni 2024, dan harga emas dapat menyentuh level US$2.200 saat The Fed mengumumkan pemangkasan suku bunga.


CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation