
Utang AS Bertambah Rp 15.900 T dalam 100 Hari, Bagaimana dengan RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Utang pemerintah Amerika Serikat (AS) terus menumpuk. Lonjakan utang disebabkan kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) serta besarnya kebutuhan belanja pemerintahan Presiden Joe Biden.
Seperti diketahui, The Fed telah mengerek suku bunga sebesar 525 basis points (bps) sejak Maret 2022 menjadi 5,25-5,5% bps. Di sisi lain, kebutuhan belanja pemerintah AS, terutama untuk militer, juga membengkak. Belanja pemerintah AS membengkak dari US$ 5,1 triliun pada 2019 menjadi US$ 6,13 triliun pada 2023.
Tingginya suku bunga terjadi selama 2023 hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena inflasi yang sempat melonjak tinggi di 2022 akibat perang Rusia dan Ukraina. Untuk diketahui, inflasi merangkak naik di seluruh negara dan diikuti dengan kenaikan suku bunga untuk menekan inflasi ke target yang ditentukan.
Suku bunga tinggi ini berdampak kepada imbal hasil yang harus dibayarkan pemerintah terhadap investor akan semakin tinggi. Hal ini cukup menekan fiskal pemerintah sehingga utang pun semakin membengkak.
Sebagai contoh di AS sendiri, beban utang tumbuh lebih cepat dalam beberapa bulan terakhir, meningkat sekitar US$1 triliun hampir setiap 100 hari. Bila dirupiahkan maka angkanya berkisar Rp 15.965 triliun per 100 hari.
Dilansir dari CNBC International, utang negara tersebut secara permanen melampaui angka US$34 triliun (Rp 533.630 triliun) pada tanggal 4 Januari, setelah sempat melewati batas tersebut pada tanggal 29 Desember.
Angka tersebut mencapai US$33 triliun (Rp526.845 triliun) pada 15 September 2023, dan US$32 triliun ( Rp 510.880 triliun) pada 15 Juni 2023, yang merupakan pencapaian yang sangat pesat.
Sebelumnya, kenaikan US$1 triliun dari US$31 triliun membutuhkan waktu sekitar delapan bulan.
Jika dielaborasi lebih lanjut, maka angkanya naik 526.845 triliun dalam 500 hari terakhir, utang AS telah melonjak sekitar US$4,23 triliun atau jika dirata-ratakan dalam setiap 100 hari yakni sebesar US$0,85 triliun.
Dalam 500 hari terakhir, kenaikan utang tertinggi terjadi dalam rentang 15 Mei 2023 - 5 Oktober 2023 (100 hari) yakni sebesar US$2,06 triliun.
Hal tersebut terjadi mengingat kenaikan terakhir suku bunga bank sentral AS (The Fed) terjadi pada Juli 2023 sebesar 25 basis poin (bps) ke level 5,25-5,5% dan hingga kini ditahan di posisi tersebut.
Berdasarkan kalkulasi CNBC Indonesia Research, dengan asumsi pertambahan sebesar US$0,85 triliun, maka total utang AS 100 hari ke depan atau pada pertengahan Juni 2024 yakni sekitar US$35,32 triliun.
Sebagai informasi, utang AS yang merupakan jumlah uang yang dipinjam pemerintah federal untuk menutupi biaya operasional, kini mencapai hampir US$34,4 miliar pada 29 Februari 2024.
Ahli strategi investasi Bank of America Michael Hartnett yakin pola 100 hari akan tetap utuh dengan pergerakan dari US$34 triliun menjadi US$35 triliun.
Risiko utang serta fiskal yang terjadi di AS ini alhasil menurunkan prospek peringkat pemerintah AS menjadi negatif dari stabil pada bulan November oleh Moody's Investors Service.
"Dalam konteks suku bunga yang lebih tinggi, tanpa langkah-langkah kebijakan fiskal yang efektif untuk mengurangi pengeluaran pemerintah atau meningkatkan pendapatan," kata badan tersebut.
"Moody's memperkirakan defisit fiskal AS akan tetap sangat besar, sehingga secara signifikan melemahkan keterjangkauan utang." imbuhnya.
Bagaimana dengan Indonesia, Aman?
Utang pemerintah RI juga terus mengalami kenaikan sekitar 1,33% pada awal 2024, dari catatan per Desember 2023 sebesar Rp8.144,69 triliun atau 38,59% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi sebesar Rp8.253,09 triliun per Januari 2024 atau 38,75% terhadap PDB.
"Jumlah utang pemerintah per akhir Januari 2024 tercatat Rp8.253,09 triliun," dikutip dari dokumen APBN Kinerja dan Fakta Januari 2024, Selasa (27/2/2024).
Utang pemerintah pernah melonjak tajam selama pandemi karena besarnya kebutuhan belanja pemerintah untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19.
Dalam kurun waktu dua tahun utang pemeirntah melonjak dari Rp 4.948,18 triliun per akhir Februari 2020 atau 20,8% terhadap PDB menjadi Rp6.908,87 triliun per akhir Desember 2021 atau 41% terhadap PDB.
Total utang pemerintah pada Januari 2024 didominasi oleh surat berharga negara (SBN) senilai Rp 7.278,03 triliun. Sisanya berasal dari pinjaman sebesar Rp975,06 triliun.
Komposisi untuk utang yang berasal dari penerbitan SBN sendiri terdiri dari SBN Domestik sebesar Rp5.873,38 triliun, sedangkan SBN dalam bentuk valuta asing atau SBN Valas Rp1.404,65 triliun.
Sementara itu, komposisi utang yang berasal dari pinjaman mayoritas berasal dari pinjaman luar negeri sebesar Rp938,83 triliun, dan pinjaman dalam negeri Rp36,23 triliun.
Di tengah utang yang terus menggelembung, namun rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per Januari 2024 sebesar 38,75%. Rasio utang terhadap PDB ini pun naik dari catatan per Desember 2023 sebesar 38,59%
"Rasio utang ini masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40%," sebagaimana tertera dalam dokumen itu.
![]() Sumber: APBN KITA |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)