Bakal Diberi Insentif Pajak, Emiten Pengelola Hiburan Masih Layu

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
23 February 2024 13:32
Pajak hiburan
Foto: Pixabay

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana memberikan insentif pajak hiburan yang disesuaikan dengan Undang-Undang Harmonisasi Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Insentif ini diharapkan bisa membantu pemilik bisnis sektor hiburan, termasuk beberapa emiten yang tercatat di bursa saham.

Dirjen Perimbangan Keuangan Luki Alfirman mengatakan insentif fiskal yang akan diberikan berupa keringanan, pengurangan atau pembebasan dan penghapusan, yang merupakan kewenangan kepala daerah yang ditetapkan dalam perkara.

"Jadi formalnya tetap pemda harus terbitkan Perkadanya. Kalau kami komunikasi dan bisa dibaca di media sudah ada beberapa pemda yang tunjukan niatnya berikan insentif ini tapi kita masih tunggu secara formal peraturan daerahnya," kata Luki, dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (22/2/2024).

Adapun, Luki mengatakan sejumlah pemda telah menyampaikan niatnya untuk memberikan insentif. Namun, Kemenkeu masih menunggu rilis aturannya secara resmi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menjanjikan insentif berupa pajak penghasilan (PPh) Badan ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 10% belum akan terealisasi dalam waktu dekat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu hasil ketetapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Meskipun, ia memastikan, insentif itu masih tetap dibahas hingga saat ini dan akan betul-betul diberikan ke sektor usaha jasa hiburan tertentu.

"Itu masih kita bahas, dan belum kita tentukan (sektor yang mendapatkan). Sabar-sabar dulu, lagi ngitung kursi," tegasnya, beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, pemerintah melalui UU No.1/2022 menetapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan untuk penjualan atau konsumsi barang dan jasa tertentu seperti makanan dan minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan.

Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau SPA, ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Sebelumnya, tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%, sedangkan untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%.

Pemerintah hanya menetapkan tarif batas atas dan tidak menetapkan tarif minimal untuk pajak hiburan pada aturan terdahulu. Aturan itu tercantum dalam Undang-undang No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi.

Pajak hiburan menjadi salah satu penopang penerimaan pajak di daerah. Dampak kenaikan tarif pajak tentu akan dirasakan oleh beberapa perusahaan yang memiliki bisnis klub malam, karaoke hingga minuman beralkohol. Minuman beralkohol identik menjadi menu sajian utama dalam klub malam.

Terdapat beberapa perusahaan yang memiliki bisnis dunia hiburan malam dan minuman beralkohol yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Namun sayangnya, isu saat kenaikan tarif pajak hiburan pada awal tahun 2024 mendorong para pelaku pasar untuk melakukan aksi jual pada beberapa saham industri hiburan sehingga mengalami trend penurunan.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation