
Fed Ogah Cut Rate, Transaksi Berjalan Juga Diramal Defisit, RI Aman?

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen yang akan menggerakkan pasar keuangan hari ini, baik dari dalam negeri ataupun luar negeri.
Sentimen dalam negeri akan datang dari keputusan BI terkait suku bunga, data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan transaksi berjalan, serta hasil pemilihan umum dan pemilihan presiden (pilpres).
Dari luar negeri, sentimen yang perlu diperhatikan adalah rilis rapat Federal Open Market Committee (FOMC).minutes.
Hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Februari 2024 pukul 03:00 WIB menunjukkan pasangan calon (paslon) 2 yang jauh di meninggalkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Data yang terbaru masih menunjukkan hasil perhitungan suara per 03:00 WIB dengan 74,38% data Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang telah tertampung dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kokoh di posisi pertama dengan perolehan suara 58,88%.
BI Tahan Suku Bunga di 6%
Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI telah menunjukkan bahwa BI kembali menahan suku bunganya di level 6% selama empat bulan beruntun sejak terakhir kalinya menaikkan suku bunganya pada Oktober 2023 sebesar 25 bps.
Perry Warjiyo selaku Gubernur BI menegaskan keputusan mempertahankan suku bunga BI tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability.
"Yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024," kata Perry saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (21/2/2024).
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
Lebih lanjut, Perry menjelaskan, kebijakan mempertahankan suku bunga acuan itu didasari dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih baik dibanding proyeksi sebelumnya yakni menjadi 3% pada 2024. Meskipun BI anggap ketidakpastian pasar keuangan masih tinggi.
Pada dasarnya, keputusan BI ini tidak mengejutkan pasar, mengingat hasil konsensus 12 instansi yang telah dihimpun CNBC Indonesia juga sepakat bahwa BI masih akan tetap menahan suku bunganya di 6%.
FOMC Minutes
Pada Kamis dini hari waktu Indonesia (22/2/2024), The Fed telah merilis FOMC Minutes atau risalah rapat mereka pada Januari lalu. Risalah ini diharapkan bisa menjadi petunjuk bagi pelaku pasar mengenai kebijakan suku bunga ke depan.
Dalam risalah tersebut, pejabat The Fed kembali mengindikasikan pada pertemuan terakhir mereka bahwa mereka tidak terburu-buru untuk menurunkan suku bunga dan menyatakan optimisme dan kehati-hatian terhadap inflasi.
Keputusan pemangkasan suku bunga akan diambil jika pejabat The Fed memiliki keyakinan yang besar bahwa inflasi terus melandai.
"Sebagian besar partisipan menekankan risiko jika melonggarkan stance kebijakan lebih cepat dan menekankan penting untuk menilai data-data mendatang dengan hati-hati untuk memastikan apakah inflasi memang akan berlanjut turun ke 2%," tulis FOMC, dikutip dari CNBC International.
Ringkasan rapat tersebut juga menunjukkan adanya rasa optimisme secara umum bahwa langkah kebijakan The Fed telah berhasil menurunkan laju inflasi yang pada pertengahan tahun 2022 mencapai level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun.
Namun, para pejabat mencatat bahwa mereka ingin melihat lebih banyak hal sebelum mulai melonggarkan kebijakan, sambil mengatakan bahwa kenaikan suku bunga kemungkinan besar akan berakhir.
Sebelum pertemuan tersebut, serangkaian laporan menunjukkan bahwa inflasi meskipun masih tinggi namun sudah mengarah menuju target The Fed sebesar 2%. Meskipun notulensi tersebut menilai "kemajuan solid" yang telah dicapai, komite memandang beberapa kemajuan tersebut sebagai sesuatu yang "istimewa" dan mungkin disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak akan bertahan lama.
Oleh karena itu, para anggota mengatakan mereka akan "menilai dengan hati-hati" data yang masuk untuk menilai ke mana arah inflasi dalam jangka panjang. Para pejabat mencatat adanya risiko positif dan negatif serta khawatir akan penurunan suku bunga yang terlalu cepat.
Sebagai catatan, data inflasi dari sisi konsumen AS sendiri naik menjadi 3,1% year on year/yoy pada Januari 2024. Angka ini di atas ekspektasi pasar yakni 2,9% meskipun mengalami pelandaian dari sebelumnya 3,4% yoy.
Data inflasi ini mengindikasikan bahwa pasar perlu mengkalibrasi ulang ekspektasi mereka terhadap penurunan suku bunga.
Ketika para pedagang di pasar berjangka Fed Fund Rate (FFR) memperkirakan pemotongan suku bunga pada bulan Maret, hal tersebut telah diundur hingga bulan Juni. Perkiraan tingkat pemotongan untuk setahun penuh telah dikurangi. Pejabat FOMC pada bulan Desember memproyeksikan pemangkasan suku bunga terjadi sebanyak tiga kali dalam dot plot terakhir.
![]() Sumber: The Fed |
Pelaku pasar bond dan currency menanggapi berbeda risalah FOMC. Indeks dolar melemah cukup tajam setelah rilis FOMC yakni menjadi 104,001 pada Rabu (21/2/2024), dari 104,079 pada har sebelumnya atau 104,291 pada Senin. Melemahnya indeks dolar menandai mata uang Greenback tengah dilepas investor sehingga turun.
Sebaliknya, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun terus merangkak menjadi 4,32% pada perdagangan kemarin, dari 4,28% pada hari sebelumnya. Dengan masih belum ada sinyal pemangkasan suku bunga The Fed maka ada risiko capital outflow yang masih membayangi rupiah ke depan.
Naiknya imbal hasil US Treasury juga bisa membuat investor melepas SBN sehingga imbal hasil SBN naik dan berimbas pula pada pelemahan rupiah.
Transaksi Berjalan & Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
Pada hari ini, BI akan merilis data transaksi berjalan dan NPI untuk kuartal IV-2023 dan keseluruhan tahun 2023. Bank Indonesia memperkirakan NPI pada 2023 masih akan mencatat surplus tetapi transaksi berjalan akan mengalami defisit.
"Secara keseluruhan, NPI 2024 diprakirakan tetap mencatat surplus, didukung oleh berlanjutnya surplus neraca transaksi modal dan finansial sejalan dengan tetap positifnya aliran masuk modal asing dipengaruhi oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik yang lebih baik dan imbal hasil investasi yang menarik. Sementara itu, transaksi berjalan tetap sehat yang diprakirakan mencatat defisit rendah dalam kisaran 0,1% sampai dengan 0,9% dari PDB," tutur BI dalam keterangan resminya.
Sebelumnya pada kuartal III-2023, kinerja NPI tercatat defisit US$1,5 miliar. Sedangkan transaksi berjalan tercatat defisit US$900 juta atau 0,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh menurun dibandingkan dengan defisit US$2,2 miliar atau 0,6% dari PDB pada triwulan sebelumnya.
Jika transaksi berjalan kembali defisit pada kuartal IV-2023 maka ini akan menjadi defisit ketiga kuartal beruntun. Defisit transaksi berjalan untuk keseluruhan tahun akan menjadi yang pertama sejak 2020 mengingat pada 2021 dan 2022 masih tercatat surplus.
Jika defisit ini kembali terjadi, maka hal ini menjadi hal yang kurang baik khususnya di mata investor asing mengingat kebutuhan dolar dalam negeri menjadi lebih besar. Alhasil investor asing dapat menarik dananya dari dalam negeri atau terjadi capital outflow.
Namun, BI melihat neraca perdagangan Indonesia masih baik dengan berlanjutnya surplus. Kemudian, neraca pembayaran juga dinilai tetap kuat didukung ketahanan eksternal neraca pembayaran yang diperkirakan surplus, ditopang oleh defisit transaksi berjalan yang terbatas dan surplus transaksi modal serta finansial.
(rev/rev)