
4 Raksasa Dunia Lagi 'Sakit', Presiden Baru RI Mesti Waspada

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi global masih dibayangi ketidakpastian apalagi setelah Jepang menunjukkan resesi teknikal. Macetnya ekonomi Jepang memperpanjang deretan negara raksasa yang mengalami pelemahan ekonomi tahun ini mulai dari China hingga Jerman.
Situasi 2024 diperkirakan masih belum cukup membaik jika dibandingkan 2023. Hal ini terjadi akibat suku bunga yang masih cenderung tinggi yang berujung pada kesehatan finansial suatu negara hingga pasar tenaga kerja yang penuh tantangan.
Sejumlah kepala ekonom dunia mengungkapkan prospek perekonomian global untuk 2024 masih akan lemah, dan penuh ketidakpastian. Prospek ini merupakan hasil survei World Economic Forum (WEF) terhadap para kepala ekonom dunia yang termuat dalam Chief Economists Outlook edisi Januari 2024.
Setidaknya ada 30 responden yang menanggapi survei itu. Separuh dari para kepala ekonom itu, atau 56% nya memperkirakan perekonomian global akan melemah tahun ini, sementara 43% memperkirakan kondisi tidak akan berubah atau menguat dari kondisi 2023.
"Outlook Kepala Ekonom terbaru menyoroti kondisi perekonomian saat ini yang tengah dalam masa genting," kata Saadia Zahidi, Managing Director World Economic Forum dikutip dari keterangan tertulis, Senin (15/1/2024).
Lebih lanjut, ramalan ekonomi terbaru dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksikan terjaganya pertumbuhan ekonomi global, meski laju pertumbuhannya tidak merata di seluruh negara dan wilayah dan inflasi masih di atas target.
Outlook tersebut memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global sebesar 2,9% pada 2024 dan sedikit peningkatan menjadi 3,0% pada 2025. Angka ini sejalan dengan proyeksi OECD sebelumnya pada November 2023.
Outlook OECD juga menyoroti sejumlah tantangan. Organisasi tersebut menyebut ketegangan geopolitik masih menjadi sumber utama ketidakpastian dan semakin meningkat akibat dari berkembangnya konflik di Timur Tengah.
Negara-negara dalam G20 menjadi salah satu patokan melemahnya ekonomi dunia, khususnya empat negara teratas perihal PDB yakni Amerika Serikat (AS), China, Jepang, dan Jerman. Apalagi resesi teknikal baru-baru ini terjadi di Jepang yang semakin memberikan dampak buruk bagi global.
Amerika Serikat
Dikutip dari Congressional Budget Office (CBO), pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan melambat menjadi 1,5% pada 2024 dan kemudian berlanjut pada kecepatan yang moderat.
Lebih lanjut, pertumbuhan PDB riil diperkirakan rata-rata berada di angka 2,2% per tahun dari 2025 hingga 2028. Hal ini terjadi mengingat belanja konsumen yang beralih tajam ke barang dan jasa selama pandemi, kembali ke pola sebelum pandemi.
Pertumbuhan konsumsi diperkirakan melemah pada 2024 karena nilai tabungan masyarakat akan mulai berkurang seiring dengan pelonggaran pasar tenaga kerja, di tengah efek pengetatan moneter yang terus berlanjut sejak awal tahun 2022.
China
Dari Asia, pada tahun 2024, perekonomian China diperkirakan melambat menjadi 4,5% yoy direvisi turun sebesar 0,1 percentage point (ppt) dari perkiraan sebelumnya. Investasi masih tertahan di tengah tekanan yang terus-menerus di sektor properti, sementara sentimen yang melemah dapat membebani konsumsi.
Hal ini dapat berdampak pada perdagangan global yang tetap lemah pada 2024, dan membebani ekspor serta pertumbuhan permintaan domestik yang lebih lambat menahan impor.
Bank-bank investasi internasional besar juga memperkirakan perekonomian China akan tumbuh lebih lambat pada 2024 dibandingkan pada 2023, menurut perkiraan tahunan yang dirilis dalam beberapa bulan terakhir.
Prediksi rata-rata di antara lima perusahaan, termasuk Goldman Sachs dan Morgan Stanley, menunjukkan peningkatan PDB riil sebesar 4,6% tahun ini, turun dari perkiraan 5,2% pada tahun 2023.
Lebih lanjut, tekanan terhadap consumer price index (CPI) tampak akan sedikit berkurang khususnya akibat perubahan harga komoditas dan harga daging babi. Namun CPI yang rendah akan tetap ada seiring dengan kurangnya permintaan domestik.
Sebagai informasi, Biro Statistik Nasional China, Indeks Harga Konsumen (IHK) China mengalami deflasi 0,8% yoy pada Januari 2024, penurunan terbesar dalam lebih dari 14 tahun dan lebih buruk dari perkiraan pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 0,5%.
China sudah
Jepang
Jepang telah kehilangan posisinya sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia. Raksasa Asia tersebut secara tak terduga tergelincir ke dalam resesi. Secara general resesi sendiri merupakan penurunan ekonomi atau ekonomi negatif, selama setidaknya dua kuartal beruntun.
Dalam laporan terakhir, PDB Jepang terkontraksi 0,4% pada kuartal empat 2023 dan pada kuartal tiga 2023 juga mengalami kontraksi sebesar 3,3%.
Laporan PDB terbaru itu jauh meleset dari perkiraan pertumbuhan 1,4% dalam jajak pendapat para ekonom Reuters. Secara kuartalan (quarter to quarter/qtq), PDB turun 0,1%, dibandingkan dengan perkiraan kenaikan 0,3% dalam jajak pendapat Reuters.
"Gambaran pertumbuhan yang mengerikan ini membuat semakin sulit bagi bank sentral Jepang (BOJ) untuk memperketat kebijakannya," kata kepala strategi FX di Saxo Markets, Charu Chanana, dilansir CNBC International.
Resesi di Jepang ini terjadi di tengah inflasi yang cukup tinggi disertai dengan konsumsi dalam negeri yang lemah. Untuk diketahui, konsumsi swasta turun 0,2% pada kuartal keempat dibandingkan kuartal sebelumnya, berbeda dengan perkiraan median yang memperkirakan ekspansi sebesar 0,1%.
Alhasil, pertumbuhan ekonomi menjadi sulit didorong dan Jepang mengalami penurunan peringkat dari perekonomian terbesar ketiga di dunia menjadi perekonomian terbesar keempat di dunia yang diambil alih oleh Jerman.
Jerman
Komisi Eropa, bahkan memangkas perkiraan pertumbuhan dan inflasi untuk zona euro pada 2024, Kamis (15/2/2024). Meski inflasi diprediksi melandai 2,7% namun pertumbuhan bakal lamban. Diyakini kawasan dengan mata uang tunggal itu, hanya akan tumbuh 0,8%.
Ketegangan geopolitik menjadi penyebab. Ini meningkatnya ketidakpastian bagi perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi Jerman, diprediksi hanya sebesar 0,3% pada tahun 2024, turun dari prediksi musim gugur sebesar 0,8%.
"Konsumsi swasta menderita akibat hilangnya daya beli. Aktivitas di sektor konstruksi dan energi intensif terhambat oleh kenaikan biaya yang tinggi dan kekurangan tenaga kerja," kata komisaris ekonomi Uni Eropa (UE), Gentiloni meski memperkirakan perekonomian akan tumbuh sebesar 1,2% tahun 2025.
Dampak Ekonomi ke Indonesia
Melandainya ekonomi Amerika Serikat, China, Jepang dan Jerman menjadi kabar buruk bagi Indonesia mengingat besarnya peran mereka dalam laju ekspor dan investasi. Presiden RI terpilih mendatang harus mengantisipasi dampak dari perlambatan ekonomi raksasa dunia. Jika ekonomi mereka melambat maka pertumbuhan ekonomi RI pun ikut terancam.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), China adalah pasar terbesar ekspor bagi Indonesia, disusul dengan Amerika dan Jepang.
Ekspor ke China menembus US$ 64,94 miliar pada 2023 atau sekitar 25,1% dari total ekspor.. AS menempati posisi kedua dengan nilai US$ 23,25 miliar dan Jepang menyusul di urutan tiga dengan nilai 20,79 miliar.
![]() Negara tujuan ekspor |
China dan Jepang juga berkontribusi besar bagi investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke Indonesia.
Pada kuartal IV-2023, realisasi FDI China ke Indonesia sebesar US$1,9 miliar dan Jepang sebesar US$1,4 miliar. Sedangkan untuk sepanjang 2023 (Januari-Desember), total realisasi FDI China ke Indonesia sebanyak US$7,4 miliar, sedangkan Jepang ke Indonesia sebanyak US$4,6 miliar.
Dengan lesunya Negeri Tirai Bambu, maka FDI ke Indonesia akan menjadi terganggu Indonesia lantaran pendapatan negara untuk diinvestasikan ke negara lain seperti Indonesia menjadi semakin sedikit.
Ekonom dan mantan Menteri Keuangan di Era SBY, M. Chatib Basri sempat menyampaikan bahwa 1% perlambatan ekonomi di China, itu memiliki dampak perkiraannya sebesar 0,3% terhadap Indonesia.
Lebih lanjut, negara-negara pemberi pinjaman (kreditor) untuk Utang Luar Negeri (ULN) Swasta Indonesia pun tercatat mengalami penurunan khususnya yang datang dari AS, Jerman, dan China.
Hal ini semakin memperjelas bahwa negara-negara tersebut pun mulai melakukan pengereman dalam memberikan kredit ke Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)