AS Akan Beri Kabar Penting Lagi, Semoga IHSG-Rupiah Bisa Happy Weekend
- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam di mana IHSG melemah sementara rupiah menguat
- Wall Street kompak menguat pada perdagangan kemarin setelah aksi profit taking berhenti
- Hasiil keputusan The Fed, data tenaga kerja AS dan aktivitas manufaktur AS, China, hingga Indonesia akan menjadi sentimen pada perdagangan hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan ditutup beragam pada perdagangan kemarin, Kamis (1/2/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,09% di level 7.201,69, sementara rupiah perkasa terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dengan menguat 0,10% di level Rp15.760/US$1. Penguatan rupiah menjadi penguatan selama empat hari beruntun pada pekan ini.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan volatile pada perdagangan hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dan satu pekan ke depan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.
IHSG pada perdagangan kemarin, Kamis (1/2/2024), tercatat turnover IHSG berada di angka Rp10,81 triliun, angka ini lebih rendah dibandingkan pada perdagangan sebelumnya dengan transaksi Rp11,93 triliun. Turnover Rp10,81 triliun berasal dari volume saham sebanyak 19,07 miliar lembar. Tercatat 219 saham naik, 297 turun dan 246 tidak berubah.
Pelemahan IHSG pada perdagangan kemarin karena kejatuhan delapan sektor yang dimana terdapat tiga sektor yang mengalami kemerosotan paling tajam yakni transportasi 1,56%, keuangan 1,30% dan energi 1,01%.
Jatuhnya beberapa sektor di pasar saham Indonesia, setelah kekecewaan dari para pelaku pasar atas keputusan The Federal Reverse (The Fed) Amerika Serikat (AS) menahan suku bunga acuannya di level 5,25-5,50%. Hal yang mengejutkan, The Fed juga mengisyaratkan belum akan memangkas suku bunga acuan pada Maret mendatang. The Fed mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli tahun ini sebelum menahannya pada September, November, Desember 2023, dan Januari.
The Fed dalam pernyataan resminya mengatakan pemangkasan suku bunga tidak layak dilakukan selama mereka belum yakin jika inflasi bergerak ke arah 2%.
Sebagai catatan, inflasi AS kembali menguat ke 3,4% (year on year/yoy) pada Desember 2023, dari 3,1% (yoy) pada November. Adapun sentimen dari pasar komoditas yang mendorong kejatuhan saham-saham di sektor energi.
Jatuhnya saham-saham di sektor energi, karena anjloknya harga minyak mentah WTI dan Brent pada perdagangan Rabu (31/1/2024). Minyak mentah WTI anjlok 2,53% di level US$75,85 per barel dan minyak Brent terjun 1,40% di level US$81,71 per barel.
Harga minyak tertekan oleh rendahnya aktivitas ekonomi di importir minyak mentah utama China dan peningkatan mengejutkan dalam persediaan minyak mentah AS karena produsen meningkatkan produksi menyusul cuaca dingin bulan lalu.
Aktivitas manufaktur di China, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut pada bulan Januari 2024.
Menurut data dari Biro Statistik Nasional yang dirilis Rabu (31/1/2024), indeks manajer pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) manufaktur China naik menjadi 49,2 pada Januari 2024 dari 49 pada Desember 2023.
Selain kejatuhan minyak, hal serupa juga menimpa harga batu bara yang kembali ke level di bawah US$120 per ton. Pada perdagangan Rabu (31/1/2024), harga batu bara ICE Newcastle kontrak Maret ditutup di angka US$118,1 per ton atau melemah 1,99%.
Beralih ke rupiah, dilansir dari Refinitiv, pada perdagangan Rabu (31/1/2024) rupiah ditutup menguat tipis 0,01% di angka Rp15.775/US$1. Penguatan ini terjadi dalam perdagangan empat hari beruntun sejak 26 Januari 2024.
Penguatan rupiah didorong dari keputusan The Fed dalam menahan suku bunga acuannya di level 5,25-5,50%. Hal ini mendorong dolar makin melemah terhadap mata uang lainnya termasuk rupiah.
Meskipun masih ada tantangan terhadap penekanan rupiah dimana terdapat pernyataan The Fed yang mengisyaratkan belum akan memangkas suku bunga acuan pada Maret mendatang.
Dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil obligasi tenor 10 tahun melemah 0,63% di level 6.506 pada perdagangan Kamis (1/2/2024). Imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang mengoleksi surat berharga negara (SBN).
(saw/saw)