Mahfud Sebut Sengketa Lahan Banyak Sembunyikan Data, Separah Apa?

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
23 January 2024 11:40
Pasangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo dan Mahfud MD memberikan keteragan usai Debat Cawapres Kedua di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Pasangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo dan Mahfud MD memberikan keteragan usai Debat Cawapres Kedua di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta,CNBC Indonesia -  Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, mengkiritik persoalan agraria di Indonesia tidak pernah diselesaikan secara menyeluruh. Salah satunya, karena banyaknya data yang banyak disembunyikan.

"Permainannya buruk. Selalu disembunyikan. Tak ada penyelesaian menyeluruh. Harus ada keterbukaan data-data itu jadi basis penyelesaian. Kami ikut dalam upaya penyelesaian satu peta," tutur Mahfud, dalam debat cawapres pada Minggu (21/1/2024).

Mahfud menambahkan keterbukaan informasi agraria termasuk kehutanan harus ditingkatkan.

"Saya punya pengalaman dalam sidang-sidang yang bahas ini, informasinya tertutup. Siapa yang punya lahan ilegal di sebelah sana, ketika dibuat daftar tak ada," imbuhnya.

Data sepanjang tahun 2023, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sedikitnya terjadi 241 letusan konflik agrarian. 

Letusan konflik tersebut terjadi di atas tanah seluas 638.188 hektare (ha), tersebar di 346 desa dengan korban terdampak sebanyak 135.608 Kepala Keluarga(KK).

Dalam hitungan KPA, jika dalam satu keluarga rata-rata terdiri dari empat jiwa, maka lebih dari setengah juta orang juga menjadi korban dari letusan konflik agraria pada 2023. Konflik agraria tahun ini mengalami kenaikan 12 % dibanding 2022 yang berjumlah 212 letusan konflik.

Letusan konflik sepanjang pada 2023 tersebut mayoritas berkaitan dengan perkebunan-agribinis, bisnis properti, tambang dan proyek infrastruktur. Tercatat 108 letusan konflik agraria diakibatkan oleh perusahaan perkebunan, atau 44 % dari total letusan konflik yang terjadi sepanjang tahun.

Meningkatnya konflik menunjukkan reformasi agrarian yang didengungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih banyak kendala.

Sepanjang sembilan tahun terakhir (2015-2023), KPA mencatat laju kenaikan letusan konflik yang sangat signifikan dibanding satu periode Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Kurun waktu dua periode pemerintahan Joko Widodo, tercatat telah terjadi 2.939 letusan konflik agraria dengan luas mencapai 6,3 juta hektar dan korban terdampak sebanyak 1,75 juta rumah tangga di seluruh wilayah di Indonesia.

Angka letusan konflik di atas naik hingga dua kali lipat (100 %) dibanding satu dekade pemerintahan SBY sebelumnya yang menyebabkan 1.502 letusan konflik. Padahal angka letusan konflik di era pemerintahan Joko Widodo tersebut baru lah sembilan tahun.

Kencangnya pembangunan dan investasi di era pemerintahan Joko Widodo berjalan linear dengan laju eskalasi letusan konflik agraria di berbagai wilayah. 

Maraknya letusan konflik agraria yang terjadi sebenarnya menggambarkan reaksi masyarakat atas perampasan tanah yang tengah mereka alami. Perampasan tanah (land grabbing) yang terjadi seringkali dapat terjadi karena tidak diakuinya sistem kepemilikan masyarakat yang telah berlaku di wilayah mereka selama bergenerasi.

CNBC Indonesia Research

[email protected]

Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation