
Masih Murah-Bisa Cuan Besar di 2024, Ini Saham Properti Paling Menarik

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham di sektor properti nampaknya masih punya prospek cerah pada 2024 lantaran saat ini valuasinya masih murah, diikuti dengan sentimen yang baik dari potensi pemangkasan suku bunga, insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) yang diperpanjang, serta potensi peningkatan marketing sales.
Secara pergerakan, sektor properti masih terbilang cukup tertinggal dibandingkan sektor lainnya. Pada sepanjang 2022 sektor properti yang tercermin dari IDXPROPERT bahkan bergerak di zona merah hingga -8%, sementara pada 2023 mulai bergerak hijau, akan tetapi tipis hanya 0,41% saja.
Selama dua tahun terakhir pergerakan saham di sektor properti memang cukup lesu karena terdampak Covid-19, tren suku bunga yang naik, hingga boom commodity yang membuat harga material naik.
Namun, tahun 2024 sudah berbeda cerita untuk sektor properti. Prospek cerah mulai mengikuti sektor ini lantaran suku bunga kini sudah diperkirakan mencapai puncaknya.
2024 Beda Cerita, Suku Bunga Sudah Capai Puncaknya
Sebagaimana kita tahun, pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) terakhir pada 2023 lalu, Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) memutuskan mempertahankan suku bunga di level 5,25% - 5,50% untuk yang ketiga kalinya.
Dengan suku bunga acuan AS yang kembali ditahan, ini menunjukkan semakin dekat dengan nilai puncaknya (terminal rate). Pada risalah FOMC minutes terbaru yang dirilis Kamis dini hari waktu Indonesia (4/1/2024) juga menunjukkan hasil yang semakin positif bahwa tekanan dari tren suku bunga tinggi sudah kian mereda.
Risalah tersebut menunjukkan pejabat The Fed mulai nyaman dengan laju inflasi AS. Risalah juga menunjukkan adanya diskusi awal mengenai kemungkinan memangkas suku bunga karena laju inflasi sudah mengarah ke sasaran mereka. Namun, belum ada penjelasan mengenai kapan pemangkasan akan dilakukan.
"Dalam pembahasan prospek kebijakan, para peserta memandang suku bunga kebijakan kemungkinan berada pada atau mendekati puncak siklus pengetatan ini, meskipun mereka mencatat bahwa jalur kebijakan sebenarnya akan bergantung pada bagaimana perekonomian berkembang," kata notulen tersebut dilansir dari CNBC International.
Namun, mereka telah mempertimbangkan apakah kebijakan "kemungkinan besar saat ini berada pada atau mendekati puncaknya" seiring dengan melambatnya inflasi dan dampak kenaikan suku bunga tampaknya berjalan sesuai rencana.
Melengkapi prospek the Fed yang kemungkinan besar bisa melakukan pivot tahun ini, melansir dari perhitungan CME FedWatch Tool proyeksi the Fed bisa memangkas suku bunga paling awal diperkirakan pada pertemuan bulan Maret 2024 mendatang, dengan peluang pemangkasan 25 basis poin (bps) sudah melampaui 60%.
Prospek suku bunga the Fed yang sudah mencapai puncaknya dan pemangkasan ke depan ini harapannya bisa memicu Bank Indonesia (BI) untuk melonggarkan kebijakannya. Sebagaimana kita tahu, suku bunga BI juga sudah mencapai terminal rate dalam 4,5 tahun terakhir. Sepanjang 2023, BI menaikkan suku bunga acuan sebanyak dua kali masing-masing sebesar 50 basis poin hingga ke level 6%.
Secara keseluruhan, tekanan suku bunga yang sudah kian mereda akan menjadi katalis positif bagi sektor properti. Pasalnya, suku bunga sangat berpengaruh terhadap minat konsumen membeli suatu properti karena pembiayaan-nya mayoritas masih ditopang kredit perumahan (KPR).
Insentif Diskon Pajak Dorong Peningkatan Marketing Sales
Selain dari pemangkasan suku bunga, sektor properti pada tahun ini masih akan terdampak positif dari perpanjangan insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) yang diperpanjang hingga akhir 2024.
Bahkan, sejak November 2023 lalu pemerintah secara resmi meningkatkan diskon pajak untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun dengan harga maksimal Rp 5 miliar.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian keuangan Dwi Astuti mengatakan pemberian diskon ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah berharap pemberian diskon ini akan menggairahkan pasar properti dalam negeri.
"Industri properti adalah salah satu industri yang memiliki multiplier effect yang besar," kata Dwi lewat keterangan tertulis, Rabu (29/11/2023).
Sebagai informasi, diskon PPN DTP tersebut akan dibagi menjadi dua periode. Untuk penyerahan periode 1 November 2023 sampai dengan 30 Juni 2024, PPN ditanggung pemerintah sebesar 100% dari DPP. Sementara itu, untuk penyerahan periode 1 Juli 2024 sampai dengan 31 Desember 2024, PPN ditanggung pemerintah sebesar 50% dari DPP.
Efek positif dari insentif ini sebenarnya sudah dirasakan oleh emiten properti. Sebelumnya, insentif berupa diskon pajak sudah diterapkan dari periode Maret 2021 - September 2023, dan telah terbukti mendorong rata-rata marketing sales dari sejumlah emiten seperti PT Summarecon Agung (SMRA), PT Pakuwon Jati (PWON), PT Ciputra Development (CTRA), dan PT Bumi Serpong Damai (BSDE).
Secara rata-rata, dari empat emiten properti Tanah Air (SMRA, PWON, CTRA, dan BSDE) secara agregat mencatatkan peningkatan marketing sales sebesar 19,7% secara tahunan (yoy) pada sepanjang sembilan bulan pertama 2022. Kemudian, hingga September 2023 tercatat tumbuh positif lagi 1,4% YoY.
Walau pada 2023 marketing sales tumbuh lebih landai dibandingkan 2022, akan tetapi dengan adanya PPN DTP yang diterapkan hingga akhir 2024 akan kembali mendorong marketing sales meningkat.
Valuasi Saham Properti Masih Murah
Selanjutnya, beralih ke valuasi dari beberapa saham emiten properti ini ternyata masih murah. Kami menilai berdasarkan metrik price to book value (PBV) saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) memiliki valuasi yang paling murah, kemudian diikuti PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON). Sementara PT Ciputra Development Tbk (CTRA) valuasinya masih di level fair value. Valuasi secara lebih rinci diperlihatkan pada tabel berikut :
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(tsn/tsn)