
BI Mati-matian Jaga Rupiah di 2023, Semua Amunisi Keluar

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan besar pada nilai tukar rupiah menjadi ujian berat bagi Bank Indonesia (BI) tahun ini. BI pun harus mengeluarkan berbagai macam jurus untuk menjaga rupiah mulai dari meluncurkan instrument baru hingga secara mengejutkan mengerek suku bunga.
Gubernur BI Perry Warjiyo juga kembali mengeluarkan 'jamu pahit' dan 'jamu manis' untuk menjaga stabilitas nilai rupiah. Istilah jamu pahit dan jamu manis sendiri telah berulang kali digunakan Perry untuk menggambarkan kebijakan moneter, makroprudensial dan lain sebagainya yang menopang stabilitas rupiah, inflasi hingga ekonomi Indonesia.
Jamu pahit yang disiapkan BI kali ini adalah kenaikan suku bunga acuan.
Nilai tukar rupiah sebenarnya mengawali tahun ini dengan sangat baik yakni bertengger Rp 15.570/US$1. Rupiah menguat 3,73% pada Januari 2023.
BI pada periode tersebut menaikkan suku bunga 25 bps. Dengan demikian, BI mengerek suku bunga 225 bps sejak Agustus 2022 hingga Januari 2023. Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Januari mengatakan jika tidak ada informasi yang extraordinary dan kondisi di luar perkirakan maka kenaikan suku bunga sebesar 225 bps sudah memadai.
Pernyataan Perry ini menjadi sinyal jika BI kemungkinan besar tidak akan menaikkan suku bunga lagi jika tidak ada kondisi yang luar biasa.
Perry mulai memberi sinyal optimis karena inflasi turun dengan cepat.
Sinyal BI sejalan dengan kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang mulai mengendurkan kenaikan suku bunga. Pada Desember 2022, The Fed hanya mengerek suku bunga sebesar 50 bps setelah mengereknya masing-masing 75 bps pada empat pertemuan sebelumnya.
BI masih optimis mampu menahan suku bunga acuan pada bulan-bulan berikutnya. Terlebih, nilai tukar rupiah menguat tajam 1,67% pada Maret dan melambung 2,17% pada April 2023.
Mata uang rupiah mampu bertengger di posisi Rp 14.665 pada 28 April 2023. Posisi tersebut adalah yang terkuat sepanjang tahun ini.
BI mulai goyah setelah rupiah terus menerus mendapat tekanan hebat dari eksternal. Inflasi AS meningkat di pertengahan tahun dan membuat The Fed mulai mengirim sinyal hawkish.
Setelah April, rupiah ambruk dalam enam bulan berikutnya. Mata uang Garuda mendapat tekanan hebat pada Oktober 2023 setelah Chairman The Fed Jerome Powell menyatakan The Fed tak ragu menahan suku bunga "higher for longer" setelah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 20 September 2023.
Pernyataan Powell tak urung membuat investor asing kembali memburu dolar dan kabur dari pasar domestik. Selain karena The Fed, rupiah ambruk karena ketegangan geopolitik di Timur Tengah, serta suhu politik dalam negeri yang mulai memanas.
Indeks dolar sempat menembus 106,9 di akhir Oktober 2023, tertinggi dalam 12 bulan sementara imbal hasil US Treasury terbang ke level tertinggi 16 tahun.
Bank Indonesia mencatat capital outflow hingga Rp 52,4 triliun sepanjang Agustus-Oktober. Outflow pada pekan ke empat September bahkan menembus Rp 7,7 triliun,
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.935/US$ atau melemah 0,13% pada 27 Oktober 2023 yang menjadi posisi terlemah dalam 3,5 tahun. Banyaknya investor asing yang kabur sampai membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) khawatir.
"Capital outflow semua lari balik ke Amerika Serikat," ungkap Jokowi dalam pertemuan beberapa waktu lalu, dikutip Jumat (27/10/2023).
BI Mengerek Suku Bunga 25 BPS
BI pun akhirnya menyerah dengan tekanan hebat pada rupiah dan mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Oktober 2023. Perry, sebelumnya, menegaskan jika stabilisasi nilai tukar tidak akan dilakukan dengan mengerek suku bunga tetapi pada operasi moneter.
Namun, operasi moneter BI membuat cadangan devisa terkuras US$ 12,1 miliar dalam kurun waktu tujuh bulan.
"Dinamika global sangat cepat dan very unpredictable," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) dalam konferensi pers, 19 Oktober 2023, menjelaskan alasan kenaikan suku bunga.
Perry menyadari dalam RDG BI sebelumnya, paparan yang disampaikan sesuai dengan situasi dunia masih cukup terkendali. Kemudian dalam dua pekan terakhir, situasi berubah. Di antaranya adalah proyeksi ekonomi dunia yang melambat, meningkatnya tensi ketegangan geopolitik, suku bunga acuan AS akan tinggi dalam waktu yang lama, dan perkasanya dolar AS.
BI Luncurkan Sejumlah Senjata Amankan Rupiah
Selain mengerek suku bunga pada tahun ini, BI juga menjaga stabilitas rupiah dengan meluncurkan sejumlah instrument baru. Senjata pertama yang dikeluarkan BI adalah revisi Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.36 Tahun 2023).
Aturan yang berlaku pada 1 Maret 2023 tersebut memuat sejumlah perubahan seperti kewajiban menyimpan minimal 30% dari DHE dalam sistem keuangan Indonesia selama jangka waktu tertentu.
Batas DHE yang akan dikenai kewajiban adalah US$ 250.000 per dokumen.
BI kembali meluncurkan instrument baru yakni Sekuritas Rupiah BI atau SRBI pada Agustus da berlaku efektif pada 15 September 2023.
Penerbitan SRBI dilakukan melalui lelang dengan bank umum yang menjadi peserta operasi pasar terbuka (OPT) konvensional dan SRBI dapat dipindahtangankan atau ditransaksikan di pasar sekunder.
BI menjadikan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai instrumen operasi moneter menggantikan Reverse Repurchase Agreement (Reverse Repo) Surat Berharga Negara atau RR SBN untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan.
Merujuk data BI, hingga 21 Desember, SRBI sudah mencatatkan beli neto sebesar Rp 52,81 triliun.
BI lagi-lagi meluncurkan instrument baru yakni Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI). Instrumen ini diharapkan bisa mendorong stabilitas nilai tukar rupiah dan menarik dolar.
SVBI
- menggunakan underlying asset berupa surat berharga dalam valuta asing;
- berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari kalender, yang dihitung sejak 1 (satu) hari kalender setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu;
- diterbitkan dalam valuta asing;
- diterbitkan tanpa warkat;
- diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
- dapat dipindahtangankan; dan
- dapat dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk di pasar sekunder.
SUVBI
- menggunakan underlying asset berupa sukuk global milik Bank Indonesia;
- berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari kalender, yang dihitung sejak 1 (satu) hari kalender setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu;
- diterbitkan dalam valuta asing;
- diterbitkan tanpa warkat;
- hanya dapat dibeli oleh BUS dan UUS di pasar perdana;
- dapat dipindahtangankan di pasar sekunder; dan
- dapat dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk di pasar sekunder.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]