
Suku Bunga AS Mau Dipangkas, Kabar Baik atau Buruk Buat RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia berpotensi menutup 2023 dengan sumringah setelah Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve atau The Fed mengubah pandangan menjadi dovish dari sebelumnya hawkish.
The Fed akhirnya membuka peluang untuk mengakhiri tren kenaikan suku bunga. Bahkan mulai memikirkan soal penurunan suku bunga acuan di tahun depan. Ini akan memberikan dampak terhadap dunia, termasuk Indonesia.
Sinyal tersebut membuat para pelaku pasar lebih optimis. Euforia pelaku pasar keuangan Indonesia tampak pada pembukaan sesi perdagangan hari ini.
Selang satu menit setelah dibuka, IHSG langsung melesat 1,07% ke posisi 7.156,25. IHSG kembali menyentuh level psikologis 7.100.
Sementara pada awal perdagangan hari ini, Kamis (14/12/2023) nilai tukar rupiah sempat dibuka menguat tajam atau melonjak hingga 1,13% ke posisi Rp15.450/US$.
![]() IHSG dan Rupiah |
Sementara imbal hasil obligasi 10 tahun Indonesia tercatat menguat tipis sebesar 0,06% menjadi 6,75%.
Sepanjang 2023 pasar keuangan Indonesia tertahan oleh sikap The Fed yang kekeh dengan pandangan hawkish dalam urusan kebijakan moneter.
Sebagai catatan, The Fed mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli tahun ini sebelum menahannya pada September, November, dan Desember 2023.
Para pejabat The Fed beranggapan bahwa inflasi Amerika Serikat masih harus diturunkan. Bahkan ketika ekonomi Paman Sam tumbuh dianggap sebagai momentum untuk lebih ngegas lagi untuk menaikkan suku bunga.
Kebijakan tersebut tidak terlalu disukai oleh para pelaku pasar sebab risiko resesi semakin besar.
Alhasil pasar keuangan menjadi lesu. IHSG tidak mampu menembus level psikologis 7.000 hingga paruh 2023, rupiah di atas Rp15.500 per dolar As, dan yield surat berharga negara (SBN) bahkan sentuh 7,2%.
Namun, The Fed mulai melunak ditandai dengan suku bunga yang ditahan sejak Juli 2023 di level 5,25%-5,50%.
Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers, Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, mengatakan jika inflasi sudah bergerak sesuai keinginan The Fed. Namun, dia mengingatkan jika inflasi masih tinggi.
Dia mengingatkan jika upaya menurunkan inflasi ke target mereka yakni 2% bisa berubah dan masih belum pasti.
"Inflasi sudah melandai dari titik puncaknya tetapi tidak disertai dengan kenaikan signifikan pengangguran Ini adalah kabar yang sangat baik. Namun, inflasi masih terlalu tinggi," tutur Powell, dikutip dari CNBC International.
Inflasi AS sudah turun jauh dari 9,1% (year on year/yoy) pada Juni 2022 menjadi 3,1% (yoy) pada November 2023. Inflasi semakin mengarah ke target sasaran The Fed yakni 2%.
Tingkat pengangguran AS masih sulit turun tajam dan angkanya masih bergerak di 3,7% pada November 2023, hanya naik tipis dibandingkan akhir tahun lalu yakni 3,5%.
Pertumbuhan ekonomi AS juga masih sangat kencang yakni di angka 4,9% hingga September 2023. Melandainya inflasi AS membuat pelaku pasar kini mulai berekspektasi jika The Fed mulai akan memangkas suku bunga pada Maret tahun depan.
Dalam konferensi pers, Powell menjelaskan jika pembicaraan pemangkasan suku bunga memang sudah ada dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bulan ini. Pernyataan Powell ini jauh lebih lunak dibandingkan pada pertemuan November lalu di mana dia menegaskan masih terlalu premature memikirkan pemangkasan suku bunga.
"Itu (pemangkasan) mulai ada dalam pandangan kami dan menjadi topik diskusi kami," ucapnya.
Powell juga mengatakan jika ekonomi sudah berjalan normal dan The Fed tidak perlu lagi mengetatkan kebijakan suku bunga.
The Fed yang melunak memberi angin segar bagi pasar keuangan, harapannya perusahaan dapat bangkit dan melakukan ekspansi sehingga ekonomi bisa terakselerasi. Sehingga akan membuak peluang pasar keuangan untuk bullish.
Bagaimana Dampak Terhadap Indonesia?
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/12/2023) menuturkan, seandainya Fed mulai memangkas suku bunga acuan pada tahun depan, maka akan diikuti penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) atau BI 7 Days revers Repo Rate dari posisi sekarang 6%.
Ini akan berdampak positif pada perekonomian. Penurunan suku bunga akan diikuti oleh bunga kredit perbankan, sehingga mendorong permintaan kredit yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Pada sisi lain, yield obligasi juga akan lebih rendah. Hal ini merupakan sisi positif bagi penerbita obligasi, misalnya pemerintah. Beban bunga dari surat utang yang diterbitkan untuk kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan lebih kecil.
Rupiah akan menguat, seiring dengan dolar AS yang melemah. Kini rupiah masih stabil bertengger di level Rp 15.400-15.500.
Penguatan rupiah juga akan berdampak positif terhadap perekonomian, karena mengurangi risiko dari inflasi atas kenaikan biaya impor atau imported inflation.
Sementara pada level sektoral, perusahaan yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga acuan tentu akan lebih baik secara kinerja, baik kenaikan pendapatan maupun kinerja saham.
Sementara itu Kepala Riset Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro menilai kabar tersebut bisa menjadi sentimen positif bagi Indonesia ke depan. Meski demikian, para regulator harus tetap waspada karena level ketidakpastian masih tinggi.
"Penurunan suku bunga secara historis diasosiasikan dengan resesi di AS yang biasanya tidak baik bagi sentimen pasar," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/12/2023).
Menurutnya, ada yang kurang masuk akal ketika pelonggaran likuiditas dan penurunan suku bunga acuan terjadi saat perekonomian AS masih kuat. Ini terlihat dari masih tingginya inflasi dan pengangguran yang justru kembali turun. "Fed berjudi dengan narasi soft landing," imbuhnya.
Inflasi masih berpotensi kembali naik seiring menguatnya perekonomian karena aktivitas pemilihan umum di AS. Maka tidak menutupkan kemungkinan suku bunga acuan AS kembali naik, sekalipun sempat diturunkan pada semester I-2024.
"Dalam hal ini BI harus berhati-hati sebelum menurunkan suku bunga, karena resiko policy mistep dari the Fed bisa berimplikasi sangat besar bagi pasar keuangan dan rupiah," tutupnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH