
Presiden Bisa Pilih Gubernur Jakarta, Apa Kabar Demokrasi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Paripurna DPR telah menyepakati Rancangan Undang-Undang atau RUU Daerah Khusus Jakarta menjadi RUU usulan inisiatif DPR RI. RUU tersebut menyebut banyak perubahan, termasuk Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta yang akan ditunjuk langsung presiden.
Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang diresmikan oleh DPR dan terdiri dari 12 bab dan 72 pasal serta akan disahkan pada rapat paripurna DPR ke-10 masa persidangan II tahun sidang 2023-2024, setidaknya terdapat lima fakta menarik yang perlu dicermati.
Dalam draf tersebut pada bagian ketiga pasal 10 ayat 1 hingga 4 disebutkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul dari DPRD.
Sebagai informasi, sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DKI Jakarta untuk pertama kalinya menggelar Pilkada langsung pada tahun 2007. Pilkada DKI tahun itu mendapat perhatian yang cukup besar, baik di tingkat nasional maupun internasional sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu.
Jika draf RUU DKJ ini disetujui, maka Pilkada Jakarta tidak akan lagi terjadi yang sudah sempat dilaksanakan selama sekitar 16 tahun terakhir.
Saat ini, terjadi pro kontra perihal Gubernur dan Wakil Gubernur. Sebagian pihak menyetujui agar Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk Presiden khususnya agar mengurangi anggaran dan efisiensi biaya.
Sementara pihak lain yang kontra memberikan argumen jika hal tersebut dilakukan, maka demokrasi akan semakin tergerus.
Secara umum, mayoritas memilih untuk tidak setuju dengan RUU yang membiarkan Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih oleh Presiden langsung.
Dilansir dari Detik, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa demokrasi di tangan kedaulatan rakyat itu untuk menentukan pemimpinnya, sehingga keistimewaan dari DKI itu tidak harus dilakukan dengan merubah suatu undang-undang.
Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal juga mengungkapkan fraksinya menolak Pasal 10 RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang mengatur gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden. Cucun mengatakan akan ada dinamika pembahasan RUU DKJ, terutama pasal mengatur gubernur dan wakil gubernur.
"Tidak berubah sikap, tetap saja. Jadi, pembahasannya harus jalan, karena ini berarti implikasi dari pada UU IKN. Tapi nanti di pembahasan kita, menolak kalau gubernur ditunjuk langsung yang sesuai dengan draf yang diinisiasi oleh DPR," kata Cucun kepada wartawan, Rabu (6/12).
Sementara perwakilan Fraksi Golkar Firman Soebagyo mengusulkan agar Gubernur dipilih Presiden. Hal ini ia sampaikan mengingat Jakarta nanti akan dibentuk menjadi kota administratif penuh.
"Apabila Jakarta ingin dijadikan pusat perdagangan domestik dan internasional, maka sebaiknya Provinsi Jakarta dapat dibentuk jadi kota administratif penuh, di mana dalam tata kelola pemerintahan, gubernur ditetapkan oleh presiden dan bertanggung jawab penuh kepada presiden," ucapnya saat menyampaikan pandangan mini fraksi, di ruang rapat Baleg DPR RI, Senin (4/12).
Lantas bagaimana respon istana?
Kepala Staf Presiden Ari Dwipayana menegaskan RUU Daerah Khusus Jakarta merupakan inisiatif DPR. Sampai saat ini pihaknya masih menunggu surat resmi dari DPR sekaligus naskah RUU DKJ.
"Saat ini, Pemerintah menunggu surat resmi dari DPR yg menyampaikan naskah RUU DKJ," kata Ari dalam pesan singkat, Rabu (6/12/2023).
Jakarta Jadi Kota Global
Selain perihal penunjukan Gubernur oleh Presiden, poin kedua yang penting yakni perihal Jakarta yang akan menjadi pusat perekonomian nasional dan kota global. Pusat perekonomian dan kota global itu akan menjadi pusat jejaring bisnis antara Indonesia dengan kota lainnya di dunia.
"Sekaligus kawasan aglomerasi bagi daerah di sekitarnya yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan pendapatan negara serta menjadi penopang kesejahteraan rakyat di Jakarta maupun nasional," dikutip dari draf tersebut.
Sebagai catatan, kawasan aglomerasi adalah kawasan perkotaan dalam konteks perencanaan wilayah yang menyatukan pengelolaan beberapa daerah kota dan kabupaten dengan kota induknya sekalipun berbeda dari sisi administrasi sebagai satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global yang mengintegrasikan tata kelola pemerintahan, industri, perdagangan, transportasi terpadu, dan di bidang strategis lainnya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan nasional.
Adapun kota global didefinisikan sebagai kota yang menyelenggarakan kegiatan internasional di bidang perdagangan, investasi, bisnis, pariwisata, kebudayaan, pendidikan, kesehatan dan menjadi lokasi kantor pusat perusahaan dan lembaga baik nasional, regional, maupun internasional, serta menjadi pusat produksi produk strategis internasional, sehingga menciptakan nilai ekonomi yang besar baik bagi kota yang bersangkutan maupun bagi daerah sekitar.
Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta triwulan III 2023 4,93% (year on year/yoy), sedikit lebih rendah dari pertumbuhan nasional yang berada di angka 4,94% yoy. Konsumsi rumah tangga tumbuh optimis, peningkatan aktivitas partai politik menjelang tahun 2024, dan pertumbuhan ekspor barang dan jasa menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta atas dasar harga berlaku (ADHB) pada triwulan III tahun 2023 mencapai Rp 858,55 triliun.
Dilansir dari Kemenkeu RI, provinsi DKI Jakarta tetap menjadi provinsi dengan kontribusi terbesar terhadap perekonomian di Pulau Jawa sebesar 29,1% dan terhadap PDB nasional 16,20%. Kontribusi fiskal terhadap pembentukan PDRB di triwulan ini sebesar Rp 228,22 triliun meliputi komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Rp 123,43 triliun, Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Rp61,52 triliun, dan Government Investment Rp 43,26 triliun.
Jakarta Bakal Punya Ibu Kota Sendiri
Pada 30 Juli 2007, melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta berganti nama menjadi DKI Jakarta serta mengukuhkan status sebagai daerah otonomi khusus ibukota.
Namun demikian, pemerintah akan menghapus status daerah khusus ibu kota (DKI) Jakarta dan menggantikannya dengan daerah khusus Jakarta (DKJ).
Dalam pasal 2 draf RUU Tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, disebutkan bahwa Ibu Kota Provinsi Daerah Khusus Jakarta akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sebagai implikasi statusnya sebagai provinsi yang bukan daerah khusus ibu kota negara.
"Ibu Kota Provinsi Daerah Khusus Jakarta ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah," dikutip dari Pasal 2 draf RUU Daerah Khusus Jakarta.
RUU itu juga rencananya akan menetapkan Provinsi Daerah Khusus Jakarta berkedudukan sebagai Pusat Perekonomian Nasional, Kota Global, dan Kawasan Aglomerasi. Oleh sebab itu, Jakarta didesain fungsinya sebagai pusat perdagangan, pusat kegiatan layanan jasa dan layanan jasa keuangan, serta kegiatan bisnis nasional, regional, dan global.
Trubus Rahardiansyah, Pengamat Kebijakan Publik Trisakti, menilai status kekhususan Jakarta dapat dipertahankan dengan mengiring fungsinya sebagai sentra bisnis perekonomian.
"Kira-kira gambarannya kaya New York itu arahnya ke sana. Cuma wilayah yang dicakup bukan hanya sekarang. Wilayah yang dulu bagian dari Jakarta itu harusnya dimasukkan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (15/9/2023).
Trubus mengaku telah memberikan masukan ini kepada pemerintah. Menurutnya, Bogor dan Bekasi bisa ditarik menjadi bagian dari Jakarta. Sementara itu, Tangerang sulit ditarik karena daerah ini menjadi sumber utama ekonomi Banten.
Kewenangan Jakarta Melimpah
Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang telah disepakati oleh para anggota dewan sebagai RUU usul inisiatif DPR, setidaknya ada 16 kewenangan yang akan diberikan kepada Pemerintahan Daerah Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Kewenangan itu, lebih banyak dibanding kewenangan yang ditetapkan dalam UU No. 29/2007 tentang DKI Jakarta. Dalam UU itu kewenangan Pemprov DKI Jakarta hanya lima, yaitu penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; pengendalian penduduk dan permukiman; transportasi; industri dan perdagangan; dan pariwisata.
Adapun 16 kewenangan yang diberikan kepada Pemprov Daerah Khusus Jakarta, diawali dengan kewenangan khusus di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, bidang perumahan rakyat dan kawasan pemukiman, bidang penanaman modal juga diberikan, bidang perhubungan, bidang lingkungan hidup, bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, bidang perdagangan terdiri dari perizinan dan pendaftaran perusahaan di bidang perdagangan, bidang pendidikan, bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, bidang administrasi kependudukan dan catatan sipil, dan bidang kelautan dan perikanan.
Dewan Aglomerasi Bakal Dibentuk
Kawasan aglomerasi dijadikan satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global yang mengintegrasikan tata kelola pemerintahan, industri, perdagangan, transportasi terpadu, dan di bidang strategis lainnya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan nasional.
Dalam pasal 51 ayat 2 draf RUU itu, kawasan aglomerasi mencakup minimal wilayah Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
"Sinkronisasi pembangunan dilakukan melalui sinkronisasi dokumen rencana tata ruang dan dokumen perencanaan kementerian/Lembaga, Pembangunan provinsi, dan kabupaten/kota yang termasuk dalam cakupan Kawasan Aglomerasi," dikutip dari draf RUU tersebut, Rabu (6/12/2023).
Untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan rencana induk di Kawasan Aglomerasi, Pemerintah Pusat dapat memberikan dukungan anggaran kepada Provinsi Daerah Khusus Jakarta dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana tertulis di pasal 54.
Dalam rangka mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional pada Kawasan Aglomerasi dan dokumen perencanaan pembangunan akan dibentuk pula Dewan Kawasan Aglomerasi.
Dewan Kawasan Aglomerasi bertugas untuk mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang Kawasan strategis nasional pada Kawasan Aglomerasi dan Dokumen Rencana Induk Pembangunan Kawasan Aglomerasi; dan mengoordinasikan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan dalam rencana induk oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
"Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh Wakil Presiden. Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Kawasan Aglomerasi diatur dengan Peraturan Presiden," dikutip dari pasal 55 draf RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)