CNBC Indonesia Research

Dolar Eksportir Mulai Pulang Kampung Tapi.......

Revo M, CNBC Indonesia
30 November 2023 06:41
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Posisi neraca dagang Indonesia saat ini masih membukukan surplus dan menunjukkan tren positif selama 42 bulan berturut-turut selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kenaikan ekspor tercermin dalam cadangan devisa (cadev) serta Devisa Hasil Ekspor (DHE) juga cenderung positif meskipun belum maksimal.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 15 November 2023 merilis data ekspor-impor serta neraca dagang Indonesia. Tercatat surplus neraca perdagangan pada Oktober 2023 mencapai US$3,48 miliar. Surplus lebih tinggi dibandingkan pada yang tercatat US$3,41 miliar.

Surplus neraca dagang Indonesia terjadi berturut-turut dalam tiga tahun terakhir. Cadangan devisa (cadev) sempat alami kenaikan namun tidak sebanding dengan surplus neraca dagang.

Pada Mei 2020, surplus neraca dagang pertama kali terjadi di era Jokowi sebesar US$2,01 miliar sementara cadev Indonesia tercatat sebesar US$130,5 miliar. Namun sedikit berbeda pada Oktober 2021, neraca dagang tertinggi mengalami surplusnya sebesar US$5,8 miliar sedangkan cadev terpantau mencapai puncaknya pada September 2021 sebesar US$146,9 miliar atau satu bulan sebelumnya.

Saat ini, cadev Indonesia hingga akhir Oktober 2023 sebesar US$133,1 miliar atau setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Sementara itu, neraca dagang surplus bahkan di atas ekspektasi dan di atas periode sebelumnya, namun transaksi berjalan Indonesia juga masih mengalami defisit meskipun sudah mengalami perbaikan.

Bank Indonesia (BI) pada 21 November 2023 merilis data neraca transaksi berjalan pada kuartal III-2023 menorehkan defisit senilai US$900 juta atau sekitar Rp3,91 triliun (US$ 1=Rp15.450). Nilai tersebut setara dengan 0,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini jauh menurun dibandingkan dengan defisit US$2,2 miliar (Rp33,9 triliun) atau 0,6% dari PDB pada triwulan sebelumnya.

Defisit transaksi berjalan atau juga dikenal Current Account Deficit (CAD) menjadi momok pemerintah sebab ada lebih banyak uang yang keluar dari Indonesia ketimbang yang masuk.

Apalagi jika jumlahnya sangat besar, artinya banyak sekali uang yang berhamburan ke luar negeri atau dengan kata lain, negara tersebut kekurangan dana tabungan untuk investasi domestik, sehingga harus meminjam/berutang ke negara lain.

Dalam laporan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023, BI mencatat CAD yang terjadi masih cukup rendah dan tetap terjaga. Pada 2024, BI juga memperkirakan CAD masih tetap rendah dalam kisaran defisit 0,1% sampai dengan defisit 0,9% dari PDB, di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi global, belum pulihnya terms of trade Indonesia, dan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik.

Perbaikan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan terus berlanjut pada 2025 dengan defisit transaksi berjalan yang tetap rendah pada kisaran defisit 0,5% sampai dengan defisit 1,3% dari PDB sejalan terus membaiknya aktivitas ekonomi domestik dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi global.

BI pun terus mendukung penguatan neraca transaksi berjalan dengan cara ekspor bernilai tambah tinggi dan substitusi impor khususnya dengan produk lokal sehingga dapat meningkatkan peronomian dalam negeri.

DHE Sudah Pulang Kampung Tapi Tipis

Di lain sisi, Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk pembangunan ekonomi dalam negeri dan menjaga stabilitas makro domestik terus bertumbuh meskipun belum cukup maksimal dan masih jauh dari target.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan terdapat potensi US$8 miliar namun angka ini masih parkir di tempat lain.

Dalam laporan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023, hingga tanggal 21 November 2023, outstanding TD Valas DHE telah mencapai US$2,20 miliar atau sekitar Rp 33, 86 triliun (US$1= Rp 15.390)  dengan jumlah eksportir yang semakin besar.

Namun, sejumlah bank masih menempatkan dana valuta asingnya di luar negeri dalam rekening nostro, baik untuk kebutuhan transaksi nasabahnya maupun untuk pengelolaan portofolio. Maka dari itu, Penerbitan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan instrumen TD Valas, termasuk TD Valas DHE SDA, diharapkan dapat menarik lebih besar dana yang disimpan perbankan di luar negeri tersebut.

Seperti diketahui, pemerintah merilis aturan baru terkait DHE SDA melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam.

Terdapat beberapa perubahan dalam aturan baru mengenai DHE sumber daya alam (SDA) ke dalam bank di dalam negeri. Di antara perubahan tersebut adalah eksportir wajib menyimpan minimal 30% dari DHE dalam sistem keuangan Indonesia selama jangka waktu tertentu.
Aturan DHE SDA mencakup sektpr p
ertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Batas DHE yang akan dikenai kewajiban adalah US$ 250.000 per dokumen atau Rp 3,76 miliar.


Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa tidak semua Dana Hasil Ekspor (DHE) khususnya yang berlaku pada sektor industri sumber daya alam bisa kembali secara utuh ke Indonesia.

Bahlil menyebutkan bahwa DHE yang tersimpan dalam negeri nyatanya tidak bisa kembali secara utuh untuk Indonesia lantaran ada beberapa kewajiban dari pihak pengusaha yang harus membayar pinjaman dan kredit yang didapatkan melalui pihak asing.

Bahlil mengungkapkan bahwa paling banyak DHE yang bisa kembali ke Indonesia sebesar 30%. Hal itupun dikatakan oleh Bahlil bahwa pihak pengusaha pun belum sampai pada titik impas atau break-even point (BEP) dalam 5-6 tahun.

"Yang kembali ke kita palling tinggi 20%-30%. Itupun hanya untuk operasional karena profitnya berapa, 5-6 tahun kan belum terjadi break-even point," ujar Bahlil falam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI, Jakarta, dikutip Selasa (5/9/2023).

"Jadi kalau kita mau untuk DHE CO2 nya kembali yang sering dibilang kalau Presiden berikan pidato ekspor nikel US$30 miliar lebih hampir Rp510 triliun gak balik ke kita itu bukan tidak kembali karena tidak mau dibawa, 30-40% bisa kembali tapi selebihnya dia harus bayar pokok tambah bunga," tegas Bahlil.

BIFoto: Perkembangan TD Valas DHE
Sumber: Bank Indonesia

Oleh karena itu, BI terus memperluas instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA), sebagaimana diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 yang saat ini ke dalam 7 (tujuh) jenis instrumen, ke jenis-jenis instrumen valas lain sesuai kemajuan pendalaman pasar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation