Jokowi Benar! Peredaran Uang RI Makin Kering

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai mengkhawatirkan makin keringnya likuiditas. Jokowi mengingatkan makin tipisnya peredaran uang bisa mengganggu sektor riil.
Di depan ratusan bankir yang menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI), Jokowi mengatakan dia sudah mendapat keluhan dari pengusaha mengenai keringnya peredaran uang di masyarakat.
Dia pun meminta agar perbankan tidak menghabiskan likuiditas untuk membeli instrumen yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), seperti Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan sekuritas valuta asing Bank Indonesia (SVBI)
"Meskipun kalau kita lihat kadang-kadang di bawah tadi saya sampaikan ke Pak Gub, Pak Gubernur saya mendengar dari banyak pelaku usaha ini kelihatannya kok peredaran uangnnya makin kering. Saya mengajak seluruh perbankan harus prudent harus hati-hati tapi tolong lebih di dorong lagi kreditnya, terutama bagi umkm," kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (29/11/2023)
Uang Beredar Terendah dalam Sejarah
Pernyataan Jokowi terkait keringnya peredaran uang memang tercermin dalam sejumlah data. Uang beredar dalam arti luas (M2) pada Oktober 2023 hanya tumbuh 3,4% (year on year/yoy) pada Oktober 2023. Pertumbuhan tersebut adalah yang terendah dalam sejarah Indonesia. Anjloknya uang beredar juga diperparah dengan pertumbuhan kredit yang jalan di tempat serta Dana Pihak Ketiga (DPK).
Data BI menunjukkan posisi M2 pada Oktober 2023 tercatat sebesar Rp8.505,4 triliun atau tumbuh 3,4% (year on year/yoy), setelah pada bulan sebelumnya tumbuh sebesar 6,0% yoy.
Perlambatan terjadi disebabkan oleh pertumbuhan uang kuasi 7,8% yoy pada Oktober 2023, setelah bulan sebelumnya tumbuh 8,4% yoy pada September 2023.
Uang kuasi dalam nominal tumbuh secara bulanan sekitar Rp43 triliun dari Rp3.744,8 triliun pada September 2023 menjadi Rp3.787,3 triliun pada Oktober 2023 yang didominasi oleh simpanan berjangka (rupiah dan valas).
Data 2 juga menunjukkan pertumbuhan kredit cenderung stagnan pada Oktober 2023 tercatat sebesar 8,7% yoy.
Di sisi lain, aktiva luar negeri bersih pada Oktober 2023 juga tumbuh 4,9% yoy. Sementara aktiva dalam negeri bersih juga tumbuh 3% yoy menjadi Rp6.654,3 triliun dengan porsi 78,23% dari M2.
DPK Jeblok, Likuiditas Bank Kering?
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) secara total hanya tumbuh 3,9% yoy menjadi Rp7.982,3 triliun dengan didominasi oleh simpanan berjangka sebesar Rp2.982,9 triliun atau tumbuh 6,9% yoy pada Oktober 2023.
Penurunan signifikan terjadi pada DPK dalam Giro yang hanya tumbuh tipis 1,8% yoy pada Oktober. Sedangkan pada September tercatat tumbuh double digit tepatnya 11% yoy.
![]() Source: Bank Indonesia |
Jika dilihat lebih rinci, DPK dalam Giro Korporasi melandai signifikan dari 13,8% yoy pada September menjadi hanya tumbuh 5,6% yoy pada Oktober menjadi Rp1.878,1 triliun.
Sedangkan DPK dalam Giro perorangan dan lainnya (pemda, koperasi, yayasan, dan swasta lainnya) bahkan terkontraksi 15,3% yoy dan 4,8% yoy.
Sebagai catatan, data yang dihimpun oleh CNBC Indonesia Research menunjukkan posisi pertumbuhan DPK Oktober 2023 tercatat paling rendah jika dibandingkan sejak Desember 2016.
Sementara itu untuk kredit yang disalurkan oleh perbankan pun tumbuh positif sebesar 8,7% yoy dengan besaran Rp6.863 triliun. Perkembangan tersebut sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit pada debitur perorangan 9,4% yoy dan korporasi sebesar 8% yoy.
Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan penyaluran kredit pada Oktober disebabkan oleh perkembangan Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi (KI), dan Kredit Konsumsi (KK).
KMK mengalami pertumbuhan meskipun lebih rendah dibandingkan dengan September 2023. KMK hanya tumbuh 8% yoy pada Oktober dibandingkan periode September 2023 yang sebesar 8,3% yoy.
KI juga mengalami pertumbuhan namun juga lebih rendah yakni sebesar 9,4% yoy pada Oktober 2023. Kendati demikian, industri pengolahan tumbuh 9,5% yoy pada Oktober serta pertanian, peternakan, kehutanan & perikanan juga naik 9% yoy pada Oktober.
Kenaikan paling signifikan terjadi pada KK dari 8,4% yoy pada September menjadi 9,1% yoy pada Oktober ditopang dari kredit kendaraan bermotor yang tumbuh sebesar 13,3% yoy atau hampir 100% jika dibandingkan dengan periode September 2023 yang sebesar 6,7% yoy.
![]() Source: Bank Indonesia |
KK yang melonjak signifikan tersebut mengindikasikan bahwa memang kebutuhan berkendara menjadi salah satu prioritas khususnya untuk menunjang mobilitas masyarakat baik dalam bekerja maupun beraktivitas lainnya.
Sementara kredit kepemilikan rumah masih relatif stabil 12% yoy pada Oktober atau sama dengan periode September 2023. Hal ini mengindikasikan bahwa suku bunga acuan yang dinaikkan oleh BI menjadi 6% tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap niat masyarakat dalam memiliki rumah/hunian.
Hal ini dinilai karena rumah/hunian merupakan kebutuhan primer yang perlu dimiliki oleh setiap orang. Selain itu, insentif yang diberikan oleh pemerintah terhadap sektor properti juga tampaknya memberikan dampak positif.
Untuk diketahui, Pemerintah resmi meluncurkan program insentif untuk pembelian rumah lewat pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan bantuan administratif bagi perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah senilai Rp 4 juta.
Lebih lanjut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga merestui pemberian insentif pajak untuk pembeli rumah seharga kurang Rp 2 miliar, yaitu, berupa PPN ditanggung pemerintah sampai 100%. Sesudah bulan Juni, 50% ditanggung pemerintah hingga Desember 2024.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)