
Harga Emas Terbang 1%, Siap-Siap Dikit Lagi US$ 2.000 Nih!

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas terbang dan sempat menyentuh level psikologis US$2.000 per troy ons pada perdagangan kemarin sebelum ditutup di level US$1.998 per troy ons. Kenaikan pada perdagangan kemarin seiring dengan melemahnya dolar Amerika Serikat (AS).
Pada perdagangan Selasa (21/11/2023) harga emas di pasar spot ditutup menguat 1,07% di posisi US$ 1.998,37 per troy ons.
Sementara, hingga pukul 06.00 WIB Rabu (22/11/2023), harga emas di pasar spot bergerak lebih rendah atau turun 0,01% di posisi US$ 1.998,49 per troy ons.
Harga emas naik melampaui batas tertinggi US$2.000 per troy ons pada perdagangan Selasa setelah keluarnya risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).
Risalah tersebut mendukung ekspektasi pasar jika The Federal Reserve (The Fed) telah menyelesaikan kenaikan suku bunga, sehingga menekan dolar AS, sementara investor menunggu risalah pertemuan terbaru bank sentral AS untuk mengetahui isyarat kebijakan lebih lanjut.
"Sepertinya short-covering karena melemahnya dolar AS dan juga fakta bahwa sepertinya tidak akan ada lagi kenaikan suku bunga di masa yang akan datang, sehingga bullish untuk emas," ujar Bob. Haberkorn, ahli strategi pasar senior di RJO Futures, dikutip dari Reuters.
Risalah FOMC menunjukkan jika pejabat The Fed akan lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan suku bunga. Mereka juga mengisyaratkan hanya akan menaikkan suku bunga jika upaya untuk mengendalikan inflasi goyah.
The Fed
"Seluruh partisipan sepakat Komite ada di posisi untuk memproses (kebijakan) secara hati-hati. Kebijakan akan diputuskan berdasarkan informasi yang berkembang dan dampaknya kepada ekonomi," tulis risalah FOMC, dikutip dari website resmi The Fed.
Risalah tersebut menuliskan jika kondisi keuangan kini semakin ketat dipicu oleh imbal hasil yang lebih tinggi, kenaikan dolar, serta turunnya harga saham.
Risalah tersebut menambahkan jika anggota komite tetap mempertimbangkan untuk melakukan kebijakan moneter jika data yang berkembang menunjukkan target The fed dalam menekan inflasi tak memadai.
Kalimat ini lebih dovish dibandingkan FOMC pada pertemuan September di mana disebutkan mayoritas partisipan masih melihat kebutuhan untuk menaikkan suku bunga.
Namun, risalah FOMC belum menyebut apapun mengenai keinginan The Fed untuk memangkas suku bunga.
Menyusul risalah The Fed, dolar AS jatuh ke level terendah dalam 2,5 bulan, membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya. Sementara itu, imbal hasil Treasury 10 tahun berada di dekat posisi terendah dua bulan yang dicapai pada minggu lalu.
Risalah pertemuan terbaru The Fed akan dirilis pada pukul 19.00 GMT, yang dapat memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai jalur suku bunga bank sentral.
"Setelah berita acara keluar sore ini, jika ada jeda pada kenaikan suku bunga, Anda dapat melihat emas akan terus berada di atas US$2.000" tambah Haberkorn, dikutip Rueters.
Tanda-tanda melambatnya inflasi di AS telah meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed akan membatasi kenaikan suku bunga. Suku bunga yang lebih rendah menurunkan opportunity cost memegang emas.
"Sekarang kekhawatiran mengenai konflik di Timur Tengah telah mereda, prospek suku bunga AS kembali menguntungkan emas," menurut Commerzbank dalam sebuah catatan.
Harga emas sangat sensitif terhadap pergerakan suku bunga AS. Kenaikan suku bunga AS akan membuat dolar AS dan imbal hasil US Treasury menguat. Kondisi ini tak menguntungkan emas karena dolar yang menguat membuat emas sulit dibeli sehingga permintaan turun. Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan imbal hasil US Treasury membuat emas kurang menarik.
Namun, suku bunga yang lebih rendah akan membuat dolar AS dan imbal hasil US Treasury melemah, sehingga dapat menurunkan opportunity cost memegang emas. Sehingga emas menjadi lebih menarik untuk dikoleksi.
CNBC Indonesia Research
(saw/saw)