
Jelang Kampanye, RI Mulai Kebanjiran Dana Asing!

Jakarta, CNBC Indonesia - Arus dana asing mulai mengalir deras ke pasar keuangan Tanah Air pada pekan lalu setelah data ekonomi Amerika Serikat (AS) menunjukkan tanda-tanda mulai membaik.
Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 13 - 16 November 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp7,33 triliun (beli neto Rp2,49 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp0,87 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp3,97 triliun di Sekuritas Rupiah (SRBI).
Hal ini berkebalikan dengan data transaksi 6 - 9 November 2023 yang tercatat investor asing mencatat net sell sebesar Rp 1,27 triliun. Mereka keluar dari pasar domestik baik di pasar SBN maupun di pasar saham.
Catatan net buy sebesar Rp 7,33 triliun pada pekan ini adalah yang tertinggi sejak pekan pertama Mei 2023 atau lebih dari enam bulan terakhir.
Data BI menunjukkan, asing terus mencatat net sell sejak Agustus tahun ini. Dalam 15 pekan terakhir, investor asing hanya mencatat net buy empat kali yakni pada pekan ketiga September, pekan keempat Oktober, dan pekan pertama dan ketiga November.
Mereka kabur dari pasar keuangan Indonesia karena sebelumnya bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) terus menunjukkan sinyal hawkishnya.
Investor asing akhirnya kembali ke pasar Tanah Air pekan lalu. Investor asing diharapkan tetap membanjiri pasar keuangan Indonesia meskipun pekan depan atau mulai 28 November 2023, Indonesia mulai akan menggelar masa kampanye pemilihan umum dan pemilihan presiden (pilpres). Musim kampanye diharapkan tidak berdampak negatif ke sikap investor dalam melihat prospek ekonomi Indonesia.
Masuknya dana asing ini tak lepas dari data ekonomi AS pekan lalu yang mengindikasikan mulai mendinginnya perekonomian AS dan potensi target bank sentral AS (The Fed) dapat tercapai.
Inflasi AS dari sisi konsumen (CPI) melandai ke 3,2% (year on year/yoy) pada Oktober 2023, lebih rendah dibandingkan 3,7% (yoy) pada September serta di bawah ekspektasi pasar (3,3%). Ini adalah kali pertama inflasi AS melandai dalam empat bulan terakhir.
Sementara inflasi AS dari sisi produsen (PPI) juga melandai menjadi 1,3% yoy atau lebih rendah dibandingkan periode September yang berada di angka 2,2% yoy. Kontraksi ini adalah yang pertama sejak Mei dan terbesar sejak April 2020.
Dari hasil tersebut, para pedagang menghapus spekulasi bahwa The Fed akan menaikkan biaya pinjaman lebih lanjut dan beralih ke penurunan suku bunga. Dolar AS dan imbal hasil US Treasury pun turun tajam dan mata uang Garuda mengalami apresiasi secara signifikan.
Hal ini tercermin dari perangkat CME Fedwatch yang menunjukkan bahwa pelaku pasar berekspektasi The Fed akan menahan suku bunganya pada Desember 2023 dan Januari 2024. Sementara 59,1% pelaku pasar memproyeksikan bahwa The Fed akan melakukan cut rate pertamanya pada Mei 2024 sebesar 25 basis poin (bps).
![]() Source: CME Fedwatch Tool |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)