Harga Tembaga Masih Tinggi, Prospek Saham Kabel SCCO Suram?

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
14 November 2023 15:07
layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten produsen kabel, PT Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk (SCCO), mencatatkan penurunan harga saham 25% menjadi Rp 8.400 per saham, setelah sempat menyentuh level tertingginya tahun ini berada di Rp11.200 per saham

Jatuhnya harga saham SCCO terjadi meski kinerja keuangan yang dapat berbalik menjadi positif pada kuartal-III 2023. Sepanjang 2023, Laba bersih perseroan naik 94% year on year (yoy) menjadi Rp 197,2 miliar, dari Rp 101,6 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Pertumbuhan laba bersih tersebut terjadi di tengah kenaikan pendapatan perseroan sebesar 4,48% yoy menjadi Rp4,2 triliun. Kenaikan pendapatan tersebut ditopang oleh pertumbuhan penjualan kabel sebesar 3,6% yoy menjadi Rp4 triliun. Sedangkan, penjualan insulation naik 27,7% mencapai Rp 186,6 miliar.

Namun, kenaikan kinerja keuangan SCCO tidak mampu mengkompensasi kenaikan beban pokok yang lebih tinggi. Beban pokok perseroan naik disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku, seperti tembaga dan aluminium.

Penurunan kinerja SCCO tersebut dinilai oleh sebagai sinyal negatif bagi prospek perseroan ke depan. Hal ini menjadi perkiraan kinerja SCCO belum dapat maksimal di kuartal IV 2023, seiring dengan harga bahan baku yang masih tinggi.

Selain itu, kinerja SCCO juga akan tertekan oleh persaingan yang semakin ketat di industri kabel. Saat ini, terdapat sejumlah pemain baru yang masuk ke industri kabel, seperti produsen kabel asal China.

Kenaikan harga bahan baku

Tembaga sebagai komoditas penting untuk industri kabel masih berada di level yang cukup tinggi. Bahkan, suku bunga tinggi yang membuat nilai dolar terapresiasi dan perlambatan industri masih mempertahankan harga tembaga di atas level US$ 3 per Lbs sejak 2021.

Hal ini berdampak signifikan yang menjadi akar masalah tingginya beban pokok produksi dari SCCO dan pendapatan yang belum dapat maksimal. Melansir laporan keuangan perusahaan, pembelian paling signifikan tercatat pada PT Tembaga Mulia Semanan Tbk sebesar 69,3% dari total pendapatan perusahaan. Tentunya, harga tembaga yang tinggi menjadikan beban pokok pendapatan dari SCCO masih tertekan.

Selain itu, harga komoditas yang sensitif terhadap suku bunga juga berpotensi mengalami penguatan dalam jangka panjang seiring dengan potensi pelonggaran keuangan ke depan. Hal ini sangat memungkinkan harga dari komoditas tembaga kembali mengalami penguatan.

Jika faktor-faktor tersebut tidak dapat diatasi oleh SCCO, maka kinerja perseroan akan semakin tertekan di tahun-tahun mendatang.

Valuasi

Secara valuasi, SCCO tergolong berada di kategori wajar jika dibandingkan dengan kompetitornya di bursa. Hal ini terlihat dari segi perbandingan harga dikomparasi dengan laba (PE) dan modal (PBV).

Secara profitabilitas, SCCO juga belum tergolong sebagai yang terbaik, masih cenderung di bawah level saham KBLI. Rasio profitabilitas mencerminkan kinerja perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif, efektivitas, dan efisiensi dibandingkan kompetitornya. Dengan kinerja yang lebih baik ini dapat menjadi indikator bahwa sebuah perusahaan dapat dihargai dengan valuasi lebih premium.

Dari segi kesehatan keuangan, SCCO juga terhitung memiliki utang yang cukup rendah dengan kemampuan membayar jangka utang yang baik. Hal ini menjadikan saham SCCO terhindar dari ancaman gagal bayar utang.

Layakkah Investasi?

Kinerja saham SCCO memang belum menunjukkan performa maksimalnya yang diakibatkan oleh sisi bahan baku yang masih berada di level relatif tinggi. Permasalahan ini diperparah dengan harga bahan baku tembaga yang masih mahal, meski era suku bunga tinggi yang seharusnya diharapkan dapat menekan harga komoditas.

Namun, hal ini masih belum dapat menyelesaikan masalah harga tembaga yang masih tinggi. Hal ini menjadikan beban pokok penjualan SCCO yang masih mahal. Situasi ini menjadikan industri kabel masih kurang layak untuk investasi saat ini.

Selain itu, valuasi SCCO masih kurang menarik, terlihat masih berada di harga wajarnya jika dibanding dengan kompetitornya di industri. Selain itu, kinerja profitabilitas SCCO bukan terhitung sebagai yang terbaik sehingga mengindikasikan bukan pemimpin industri dan kurang memiliki keunggulan kompetitif yang kuat. Persoalan ini menjadikan saham SCCO sulit untuk divaluasi premium, sehingga potensi upside harga saham tidak begitu besar.

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

(mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation