Sarasehan 100 Ekonom

Bikin Boncos, Anies & Ganjar Sepakat Soal Ini Harus Dipangkas

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
10 November 2023 14:24
Bakal calon presiden Anies Baswedan dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia yang diselenggarakan oleh CNBC Indonesia dan INDEF di Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (8/11/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Bakal calon presiden Anies Baswedan dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia yang diselenggarakan oleh CNBC Indonesia dan INDEF di Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (8/11/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo menyoroti tingginya ICOR (Incremental Capital Output Ratio). Kedua bacapres mengusulkan solusi yang berbeda agar ICOR mengecil sehingga ongkos investasi makin rendah dan efisien.

ICOR mencerminkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan satu unit output dalam mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Nilai ICOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan kapital dengan tambahan output.

Semakin besar nilai koefisien ICOR, semakin tidak efisien perekonomian pada periode waktu tertentu. Banyak faktor yang membuat nilai ICOR Indonesia tinggi mulai dari sarana infrastrukur yang kurang memadai, ruwetnya birokrasi, ongkos produksi, hingga tingginya biaya logistik.

Persoalan ICOR menjadi pembahasan khusus oleh Anies ataupun Ganjar dalam paparannya di acara Sarasehan 100 Ekonom.

Anies menjelaskan nilai ICOR perlu diturunkan dengan mengefisienkan proyek-proyek, harmonisasi antara pemerintah dan swasta, serta menghindari duplikasi program.
"D
ari sisi pengeluaran itu efisiensikan proyek-proyek. Ini harapannya menurunkan ICOR kita," tutur Anies, dalam acara Sarasehan 100 Ekonom, Rabu (8/11/2023).

Dalam visi, misi & program mereka, pasangan Anies-Muhaimin Iskandar menargetkan untuk menurunkan ICOR menjadi 5% pada 2025-2029.

Sementara itu, menurut Ganjar, nilai ICOR seharusnya bisa turun menjadi 4% untuk membuat ekonomi RI lebih efisien.
Mantan Gubernur Jawa Tengah menjelaskan salah satu upaya untuk menekan ICOR adalah dengan menggandeng industri lokal dan global.
Kerja sama tersebut diharapkan bisa menekan biaya produksi, meningkatkan kemampuan riset, serta memudahkan pemasok.

"kalau investasi masuk tapi ICOR kita masih 7 atau 6% itu inefisiensi masih terjadi di mana-mana. Harapannya ICOR bisa 4%," tutur Ganjar, dalam acara Sarasehan 100 Ekonom.

ICOR Tinggi Saat Infrastruktur Digenjot

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan ICOR pada tahun 2022 sebesar 6,25. Angka ini sudah turun di bawah 2021 yakni 8,16%. Namun, angka ICOR masih berkutat di angka 6% sejak 2016, jauh dari idealnya di kisaran 3-4%.

Tingginya ICOR justru terjadi di tengah upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggenjot infrastruktur. Padahal, infrastruktur yang memadai seperti pelabuhan, jalan, bandara, hingga listrik bisa mengurangi ongkos logistik, menekan biaya investasi, mempercepat produksi, hingga mengurangi beban upah.

Sepanjang 2014-2022, Jokowi sudah menghabiskan anggaran infrastruktur sebanyak Rp2.778,2 triliun. Ditambah dengan tahun ini yang dialokasikan Rp392 triliun, besaran belanja anggaran prasarana hingga akhir 2023 akan tembus Rp3.000 triliun.'

Nilai tersebut melonjak tiga kali lipat lebih dibandingkan dengan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2005-2013 yang hanya Rp824,8 trilun.

Namun, anggaran infrastruktur juga tak bisa dilepas dari persoalan bahkan membebani ICOR. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut, selama 2015-2018 saja, kasus korupsi infrastruktur naik 50%. Banyak di antaranya di bidang transportasi, seperti jalan, jembatan, dan jalur kereta api (KA).

ICW juga menyebut pada periode 2010-2020, 53% tender publik di Indonesia adalah tender untuk proyek konstruksi. Kemudian, kasus korupsi bahkan tetap merajelala pada awal pandemi Covid-19. KPK menangani kasus korupsi sebanyak 36 kasus terkait korupsi infrastruktur pada 2020 hingga Maret 2021.

Inventarisir ICW atas penindakan kasus korupsi setiap tahunnya menemukan masih tingginya jumlah kasus dan kerugian negara akibat korupsi Pengadaan Barang/ Jasa (PBJ), khususnya pembangunan infrastruktur. Sebanyak 250 dari 579 (43%) kasus korupsi yang ditindak aparat penegak hukum sepanjang 2022 berkaitan dengan PBJ, dimana. 58% diantaranya merupakan PBJ infrastruktur, termasuk pembangunan jalan dan jembatan. Korupsi infrastruktur diyakini lebih tinggi di lapangan dibanding angka penindakan yang dilakukan penegak hukum.

Korupsi pada sektor infrastrukturFoto: KPK
Korupsi pada sektor infrastruktur

Salah satu kasus korupsi jalan dengan nilai kerugian negara tertinggi terjadi di Lampung Selatan. Pada 2022 lalu, Kepolisian Daerah Lampung menyidik kasus korupsi pengadaan Jalan Ir. Sutami Ruas Tanjung Bintang-Sribhawono tahun anggaran 2018-2019. Dari nilai kontrak Rp 143 miliar, kerugian negara disebut melebihi Rp 29 miliar. Kasus ini sekaligus menunjukkan kondisi kronik korupsi infrastruktur karena kerugian negara mencapai 20,3% dari nilai kontrak.

Korupsi dalam pembangunan berdampak signifikan pada kualitas pembangunan. Banyak contoh kasus di mana ada pembangunan mangkrak dan pembangunan berkualitas rendah akibat korupsi. Adapula pembangunan fiktif atau pembangunan yang ada anggaran dan pelaporannya, namun tak terlihat wujud hasilnya.

(saw/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation