
Jokowi Buat Saham Properti Segar Bugar, Siapa Paling Ngacir?

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham properti akan mendapat tenaga baru lewat sentimen insentif pemerintah pada industri tersebut dalam waktu dekat usai tertekan soal keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu.
Bentuk insentif yang diberikan berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah untuk pembelian rumah atau properti di bawah Rp 2 miliar. Aturan ini berlaku sampai akhir tahun 2024. Meski nilai insentif yang diberikan bakal berkurang pada Juni 2024.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) melesat 7,06% secara harian pada Selasa (24/10/2023). Saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) juga melejit 5,03% ke Rp418/saham. Demikian pula, saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan PT Modernland Realty Tbk (MDLN) masing-masing melompat 4,95% dan 4,41%.
Tidak ketinggalan, saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) naik 4,12% dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) menguat 3,54%.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui pemberian insentif pajak untuk pembeli rumah seharga kurang Rp 2 miliar, yaitu berupa PPN ditanggung pemerintah sampai 100%.
Hal itu diungkapkan Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Selasa (24/10/2023). Dia menjelaskan, alasan pemerintah memberikan insentif tersebut adalah karena terjadi penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor perumahan sebesar 0,67% dan konstruksi turun 2,7%.
Padahal, sektor perumahan dan konstruksi berkontribusi 14-16% terhadap PDB, menyediakan lapangan kerja sampai 13,8 juta orang, serta kontribusi pajak mencapai 9,3% dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) senilai 31,9%.
Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto merespons rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan memberika ninsentif bagi sektor properti, termasuk untuk pembelian rumah murah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menurutnya, data selama ini clear menunjukkan kontribusi properti terhadap perekonomian. Salah satunya terhadap PAD (pendapatan asli daerah) sebesar 30-40%.
Insentif diharapkan Bisa Tekan Backlog
Joko berharap insentif mampu menekan kesenjangan kepemilikan rumah atau backlog rumah yang diperkirakan mencapai 12,7 juta unit. Industri properti memiliki multiplier effect ekonomi ke 185 subsektor sehingga insentif akan menjadi suntikan ke ekonomi. Dia mencontohkan jika satu perusahaan saja investasi Rp10 miliar, bisa diperkirakan efek ekonomi yang digerakkan oleh Rp64 triliun tersebut," katanya.
Untuk subsidi administrasi pembelian rumah MBR, Joko memprediksi, kebijakan itu akan bisa menumbuhkan minimal 300 ribu unit rumah MBR maupun skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
"Ini akan menggairahkan pertumbuhan dan memberikan kepastian. Juga akan memperluas akses rumah tak hanya bagi yang memiliki fix income, tapi juga yang tak punya fix income," kata Joko.
Sektor properti memang tengah berusaha pulih usai tertekan pandemi Covid selama 2020. Angka prapenjualan (marketing sales) pengembang properti terbilang kuat di kuartal II-2023 didukung oleh landed property, khususnya properti komersial dan bidang tanah. Namun, risiko yang membayangi sektor properti, di antaranya berupa marketing sales yang lebih rendah selama kampanye pemilu dan dampak lanjutan dari kenaikan suku bunga acuan BI menjadi 6% pada pekan lalu.
Lambatnya pembangunan properti di Indonesia menjadi salah satu penyebab tingginya backlog di Indonesia.
Backlog kepemilikan rumah di Indonesia masih mencapai 12,7 juta. Backlog sulit turun karena terus meningkatnya kebutuhan, terbatasnya sumber pembiayaan, serta minimnya akses ke perbankan. Backlog kepemilikan rumah menunjukkan kesenjangan atau selisih antara jumlah rumah yang terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan.
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Rumah dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) memperkirakan backlog perumahan saat ini mencapai 12,7 juta. Backlog kepemilikan rumah di perkotaan mencapai 10 juta sementara di pedesaan sebesar 2,7 juta.
Angka backlog hanya turun tipis dibandingkan pada 2010 yang tercatat 13,5 juta unit. Pemerintah sendiri menargetkan backlog kepemilikan rumah mengecil menjadi 8 juta pada 2045.
Pemerintah memperkirakan kebutuhan penyediaan rumah bagi masyarakat berkisar antara 820.000 hingga 1 juta rumah per tahunnya. Namun, pengembang hanya mampu membangun 400.000 unit per tahun.
Dengan selisih yang sangat lebar antara demand dan supply tersebut maka tidak heran jika kemudian harga properti merangkak dengan cepat. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan indeks harga properti residensial menanjak sangat signifikan dalam empat tahun tahun terakhir. Kenaikan terbesar terjadi pada kelas properti tipe kelas menengah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(trp/trp)