
Laba ARNA Jatuh, Harga Sahamnya Dihukum Market!

- Arwana Citramulia Tbk (ARNA) mencatatkan penurunan laba bersih yang menyebabkan sentimen koreksi harga saham
- Perlambatan industri properti & kenaikan harga energi turut menjadi prospek negatif dari saham ARNA ke depan
- Penurunan laba bersih 2023 yang disetahunkan akan mematahkan tren kenaikan laba bersih ARNA selama 7 tahun beruntun atau sejak 2015.
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) membukukan penurunan laba bersih pada tiga kuartal beruntun dibanding tahun sebelumnya. Penurunan kinerja mengakibatkan harga saham ARNA harus dihukum pasar dengan mengalami penurunan signifikan.
Saham ARNA saat ini telah terkoreksi lebih dari setengahnya atau sebesar 58,4% dari titik tertingginya, menjadi Rp 655 per saham. Bahkan, menjelang rilis laporan keuangan kuartal-III 2023 pada hari ini (23/10) ARNA tidak sempat berada di zona hijau selama 12 hari beruntun.
Koreksi saham ARNA yang terjadi menunjukkan sikap mendahului atau forward looking dari pasar yang telah memperkirakan adanya penurunan kinerja kuartal-III 2023. Benar saja, laba bersih ARNA ambles 28,7% pada kuartal-III 2023 secara tahunan (year on year/yoy).
Penurunan kinerja tersebut telah terlihat dari dua kuartal sebelumnya yang juga menunjukkan koreksi. Hal ini tercermin dari laba bersih ARNA sepanjang Januari-September 2023 mengalami penurunan 23,3% menjadi Rp352 miliar (yoy).
Penurunan laba bersih terjadi seiring dengan penjualan perseroan yang juga mengalami penurunan sebesar 8% menjadi Rp 1,8 triliun. Tidak hanya itu, penurunan juga terjadi pada rasio profitabilitas perseroan.
Artinya, penurunan pendapatan ARNA tidak dapat diimbangi dengan efisiensi dari beban-beban perusahaan. Alhasil, rasio profitabilitas ARNA secara keseluruhan juga mengalami penurunan dibanding 2022. Margin laba kotor (GPM) turun dari 41% menjadi 38%. Margin laba usaha turun dari 30% menjadi 24%
Faktor penurunan kinerja disebabkan beberapa faktor dari suku bunga yang tinggi mengakibatkan perlambatan industri properti residensial Indonesia, dan kenaikan harga gas yang menyebabkan beban yang tinggi.
Perlambatan Industri Properti
Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 6,00% pada pekan lalu, Kamis (19/10/2023). Kenaikan suku bunga ini berpotensi menyebabkan dua hal yaitu bunga kredit yang semakin tinggi dan pertumbuhan ekonomi dapat melambat.
Kenaikan bunga kredit akan menyebabkan konsumen menahan niat membeli propertinya, karena bunga kredit yang tinggi. Di sisi lain, suku bunga tinggi memungkinkan terjadinya perlambatan ekonomi, sebab biaya ekspansi perusahaan akan semakin mahal akibat kredit yang mahal.
Artinya, kemampuan daya beli masyarakat membeli aset properti juga masih tertahan. Perlambatan sektor properti akan mengakibatkan tingkat pembangunan rumah baru melambat. Permasalahan ini dapat mengganggu kinerja ARNA yang produknya merupakan keramik untuk pembangunan rumah.
Kenaikan Harga Gas
Harga minyak dan gas mengalami kenaikan akibat perang Israel-Hamas menimbulkan ketidakpastian pasokan. Harga minyak sempat melambung 5,6% pada 13 Oktober 2023 lalu dan terus naik menembus US$ 92,38 per barel pada Senin (19/10/2023).
Harga gas juga ikut melonjak seiring dengan melambungnya harga minyak.
Kenaikan harga gas dapat mengganggu kinerja ARNA, mengingat energi memiliki komposisi tinggi dalam kontribusi beban perseroan. Kenaikan harga gas global dapat mendorong melonjaknya harga energi, sehingga kinerja perseroan semakin tergerus.
Layakkah Investasi?
Harga saham ARNA yang memuncak pada awal 2023 harus dihukum pasar akibat kinerja keuangannya yang mematahkan tren kenaikan laba bersih tujuh tahun beruntun. Pasar saham yang berekspektasi kenaikan laba bersih terjadi pada tahun ini malah berbalik arah.
Perlambatan sektor properti akibat suku bunga tinggi yang juga memungkinkan daya beli masyarakat membeli rumah menurun menyebabkan penjualan keramik milik ARNA mengalami koreksi.
Kenaikan harga minyak dan gas akibat perang Israel-Hamas juga menyebabkan adanya kemungkinan harga energi domestik mengalami lonjakan. Hal ini memungkinkan kinerja saham ARNA semakin terbebani.
Berdasarkan faktor tersebut, berinvestasi saham ARNA saat ini cukup berisiko dengan ketidakpastian global dan industri properti masih belum menunjukkan fase perbaikan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)