
Pasar Tanah Abang: Potret Konsumsi yang Tinggal Kenangan!

- Belakangan pasar Tanah Abang menjadi sorotan di Dalam Negeri lantaran banyak pedagang yang mengeluhkan sepinya pembeli.
- Hal ini disinyalir karena tren belanja offlinekeonline. Di sisi lain, saat inie-commerceatau lokapasar telah dikuasai produk asing. Lantas benarkah demikian?
- Lantas bagaimana hasil penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia pekan ini?
Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan pasar Tanah Abang menjadi sorotan di Dalam Negeri lantaran banyak pedagang yang mengeluhkan sepinya pembeli. Hal ini disinyalir karena tren belanja offline ke online. Di sisi lain, saat inie-commerce atau loka pasar telah dikuasai produk asing. Lantas benarkah demikian?
Belakangan ini memang harus diakui bahwa pasar Tanah Abang bukan lagi magnet bagi masyarakat berbelanja produk tekstil dan pakaian. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan bahkan telah meloloskan tuntutan penutupan TikTok Shop yang sebelumnya diklaim menjadi kehendak para pedagang, kini e-commerce pun diminta tutup.
Bagaimana Kondisi Tanah Abang Saat Ini?
Berdasarkan hasil penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia pekan ini, benar saja Tanah Abang tak seramai dahulu.
Laporan pandangan mata Tasya Natalia-Tim Riset CNBC Indonesia, begitu memasuki Tanah Abang mulai dari lantai pertama Blok A, masuk dari pintu utama terpantau sejumlah pengunjung cukup banyak, hilir mudik membawa belanjaan dan beberapa terlihat keluar sembari menunggu kendaraan.
Namun, setelah mengelilingi lantai pertama dari Blok A, B, hingga C keramaian pengunjung lebih terasa di pintu masuk, semakin masuk ke dalam masih terlihat lenggang, begitu pula dengan lantai bawah, kemudian lantai dua, tiga, empat, dan lima.
Jam ramai pengunjung terpantau sekitar pukul 10.00 - 11.00 WIB, kemudian mulai pukul 13.00 WIB sudah terlihat mulai ada beberapa toko yang sudah tutup.
![]() Pembeli memilih busana muslim di Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (16/10/2023). Sejak TikTok Shop ditutup pada 4 Oktober lalu, para pedagang Pasar Tanah Abang mulai bangkit kembali. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman) |
Sejumlah pedagang bertutur, setelah TikTok Shop tutup sudah mulai ada peningkatan pengunjung, tapi untuk yang beli sama saja seperti sebelumnya, belum ada peningkatan signifikan.
"Kalau yang datang udah lumayan ya, ada peningkatan, tapi kalau beli biasa aja, belum terlalu kelihatan naik" kata Jule, salah satu pegawai toko baju Tanah Abang.
Salah satu pemilik toko, Jordi juga mengatakan kalau efek TikTok Shop ini memang belum terasa ke penjualan, tetapi yang berkunjung ke toko sudah mulai hidup. Ia juga menyatakan bahwa ke depan teknologi makin maju, jadi strategi toko juga harus mau masuk ke e-commerce.
"Sejauh ini belum ada efek ke penjualan, tapi le depan kan teknologi tetap maju, ya mau ga mau harus ikutan, tapi buat yang udah sering belanja ke sini ya kita tetap punya toko offline" ujar Jordi.
Persaingan E-commerce Tak Sehat, Margin Tipis
CNBC Indonesia Research menanyakan harga pada berbagai jenis baju yang kami nilai mirip dengan yang ada di beberapa e-commerce. Temuan menunjukkan kebanyakan barang di Tanah Abang dibanderol harga murah untuk pembelian grosir, tetapi harga murah tersebut masih saja kalah murah dengan yang dijual di e-commerce.
Contoh saja, ada kebaya brokat dan rok batik yang dijual Rp160.000 per setel, kemudian akan diberi diskon jadi Rp145.000 kalau mau beli minimal tiga. Ternyata setelah menelisik di e-commerce dengan model sama ada yang dijual Rp130.000 bahkan bisa lebih murah.
Lainnya, ada rok plisket yang dihargai Rp20.000 untuk pembelian minimal 6 potong di Tanah Abang, tetapi di e-commerce banyak yang menjual di bawah harga tersebut dan boleh beli mulai dari 1 potong saja.
![]() Pembeli memilih busana muslim di Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (16/10/2023). Sejak TikTok Shop ditutup pada 4 Oktober lalu, para pedagang Pasar Tanah Abang mulai bangkit kembali. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman) |
Konsumen cenderung sensitif dengan harga, jadi tak heran jika pilihan pertama akan jatuh pada beli online, karena memang lebih murah, kemudian sering ada diskon ongkos kirim, dan juga lebih fleksibel.
Meski, ada juga pengunjung yang menyatakan lebih suka beli langsung karena bisa menyentuh bahan/kain secara langsung, kemudian bisa lebih tahu ukuran yang sesuai, dan lebih bisa menyesuaikan dengan ekspektasi.
Tetapi masalah utama terletak pada harga lebih murah ini, margin yang bisa dipatok penjual jadi lebih tipis. Kebanyakan pembeli juga rata-rata merupakan reseller, jika tujuan beli baju untuk dijual kembali maka margin atau keuntungan bisa semakin tergerus.
Kami meyakini faktor persaingan harga tak wajar ini terjadi karena ada masalah distribusi dimana produsen bisa mudah masuk e-commerce dan langsung menjual produknya tanpa harus melalui distributor atau reseller.
Kondisi tersebut membuat produsen bisa jual lebih murah, sementara reseller jadi kesulitan menentukan harga karena margin-nya tipis, tetapi kalau penentuan harga tidak menyamai atau lebih murah dari produsen, produknya akan jadi kurang menarik di mata konsumen.
Sejarah Tanah Abang
Melihat sejarahnya, nama Pasar Tanah Abang ternyata diberikan karena lokasi tersebut awalnya dipenuhi Pohon Nabang atau Pohon Palem.Pasar Tanah Abang, dibangun sejak era Hindia Belanda pada 30 Agustus 1735 dan disebut sebagai pusat tekstil terbesar di Asia Tenggara.
Pasar Tanah Abang dibangun oleh Yustinus Vinck. Saat itu Yustinus Vinck, membangun Pasar Tanah Abang Pasar atas izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patras.
Sejak dibangun, izin Pasar Tanah Abang adalah untuk menjual tekstil serta barang kelontong. Pada masa itu, Pasar Sabtu Tanah Abang hanya buka setiap hari. Oleh karena itu awalnya pasar ini disebut Pasar Sabtu. Pada awal berdirinya, Pasar Tanah Abang mampu menyaingi Pasar Senen (Welter Vreden) yang sudah lebih dulu maju.
Pada tahun 1740 terjadi Peristiwa Geger Pecinan, yaitu kematian orang-orang Tionghoa, perusakan harta benda. Peristiwa Geger Pecinan merembet ke Pasar Tanah Abang dan membuat pasar tersebut diporak-porandakan dan dibakar.
Kemudian perputaran uang di Tanah Abang kembali hidup di abad ke-20, saat saudagar Cina dan Arab banyak bermukim di Tanah Abang yang dikembalikan peruntukannya sebagai pasar oleh Belanda. Pada tahun 1881, Pasar Tanah Abang dibangun kembali dan yang tadinya dibuka pada hari Sabtu, ditambah hari Rabu, sehingga Pasar Tanah Abang dibuka 2 kali seminggu.
Bangunan Pasar pada awalnya sangat sederhana,terdiri dari dinding bambu dan papan serta atap rumbia dari 229 papan dan 139 petak bambu. Pasar Tanah Abang terus mengalami perbaikan hingga akhir abad ke-19 dan bagian lantainya mulai dikeraskan dengan pondasi adukan.
Pasar Tanah Abang semakin berkembang setelah dibangunnya Stasiun Tanah Abang. Di tempat tersebut mulai dibangun tempat-tempat seperti Masjid Al Makmur dan Klenteng Hok Tek Tjen Sien yang keduanya seusia dengan Pasar Tanah Abang.
Cerita yang Tinggal Kenangan
Pada Mei 2021, melansir dari berbagai sumber, Jumlah pengunjung Pasar Tanah Abang melonjak menjelang Lebaran.Puluhan ibu orang berjejalan di Pasar Tanah Abang mendekati Hari Raya Idul Fitri. Berbelanja baju baru seperti harapan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mendorong aktivitas ekonomi yang selama ini terpukul oleh Pandemi Covid-19.
Saat itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan, terjadi lonjakan pengunjung lebih dari dua kali lipat di Tanah Abang pada akhir pekan lalu. Data sementara, jumlahnya bahkan mencapai 100 ribu pengunjung pada Minggu (2/5/2021).
"Hari Sabtu terjadi lonjakan jumlah pengunjung dari sebelumnya 35 ribu jadi 87 ribu. Hari ini diperkirakan mencapai 100 ribu pengunjung," kata Anies di Pasar Tanah Abang pada Minggu (2/5), seperti dikutip dari Antara.
![]() Penjual pakaian di Pasar Tanah Abang, Selasa (21/3/2023). (CNBC Indonesia/ Ferry Sandi) |
Aktivitas di Pasar Tanah Abang sering kali menjadi salah satu tolak ukur pola konsumsi masyarakat di Tanah Air. Barang-barang yang dijual di pasar ini banyak dibeli untuk diperdagangkan lagi di berbagai daerah. PD Pasar Jaya mencatat, rata-rata perputaran uang di pusat grosir terbesar se-Asia Tenggara ini sebelum pandemi mencapai Rp 200 miliar per hari. Ini di luar momentum Ramadan dan Lebaran yang biasanya meningkat 20% hingga 30%.
Pemerintah sempat menutup Pasar Tanah Abang hingga dua bulan pada Maret hingga Mei tahun lalu. Kerugian imbas penutupan pasar saat itu mencapai sekitar Rp 6 triliun. Meski sempat dibuka menjelang Lebaran, penjualan para pedagang anjlok lebih dari separuh.
Geliat perputaran konsumsi di pasar Tanah Abang memang tampak masih terjadi di tahun ini, pasca Covid-19. Namun sayang semakin tahun bertambah, semakin maju, semakin kuat pula keinginan masyarakat untuk meninggalkan pasar Tanah Abang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)