
Mata Uang Terkuat di Dunia Lawan Dolar AS, Siapa yang Moncer?

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas mata uang terkuat di duniaterpantau kalah melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang September 2023. Adapun mata uang terkuat di dunia tersebut yakni euro Eropa, franc Swiss, poundsterling Inggris, dolar Singapura, yen Jepang, dolar Kanada, dan krona Swedia.
Sepanjang September tahun ini, terpantau dari tujuh mata uang terkuat di dunia, hanya krona Swedia yang mampu melawan The Greenback, sebutan lain dari dolar AS. Sedangkan sisanya kalah melawan The Greenback.
Berikut pergerakan mata uang terkuat di dunia melawan dolar AS sepanjang September 2023.
Sepanjang September tahun ini atau dalam sebulan terakhir, indeks dolar AS (DXY), indeks yang mengukur nilai dolar AS terhadap enam mata uang utama lainnya seperti euro, krona Swedia, franc Swiss, pound Inggris, dolar Kanada, dan yen Jepang terpantau melesat 2,51% menjadi 106,2 per akhir September 2023, dari sebelumnya di angka 103,6 pada akhir Agustus lalu.
Hal ini menandakan bahwa dolar AS masih perkasa. Perkasanya dolar tak lain disebabkan karena masih bertahannya sikap hawkish bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), meski bank sentral paling powerful di dunia tersebut kembali menahan suku bunga acuannya pada pertemuan September.
Tingginya suku bunga The Fed terjadi karena inflasi yang terus 'membandel', membuat The Fed masih bersikap hawkish hingga kini. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan masa pandemi Covid-19 yang saat itu The Fed masih bersikap dovish.
Kenaikan suku bunga The Fed sudah terjadi sebanyak 11 kali sejak pengetatan pertama di Maret 2022. Adapun kenaikan suku bunga The Fed sudah mencapai 525 basis poin (bp) sejak Maret 2022.
Kendati suku bunga sudah melonjak, inflasi AS masih sulit melandai ke kisaran target The Fed di angka 2%. Inflasi AS bahkan kembali naik ke 3,7% (year-on-year/yoy) pada Agustus 2023, dari 3,0% pada Juli 2023.
Di tengah lonjakan inflasi AS dan suku bunga tinggi, ekonomi AS masih tumbuh tinggi.
Kendati demikian, risiko shutdown dan pemogokan yang terus berlanjut oleh para pekerja otomotif meredupkan prospek untuk sisa tahun 2023.
Inflasi juga tetap tinggi dan kondisi pasar tenaga kerja yang ketat terus terjadi. Kondisi diperkirakan akan membuat The Fed masih akan hawkish ke depan. Ongkos pinjaman pun bisa terancam naik dan ekonomi bisa tertekan.
Beberapa ekonom percaya ekonomi AS yang masih tangguh dikombinasikan dengan inflasi yang tinggi dapat memberikan amunisi bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga lagi pada November. Namun, pihak lain memperkirakan kondisi perekonomian yang suram akan membuat bank sentral AS enggan melakukan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut.
Produk Domestik Bruto (PDB) AS tumbuh sebesar 2,1% (yoy). Ekonomi berkembang dengan kecepatan yang jauh di atas apa yang diproyeksi The Fed yaitu sekitar 1,8%.
Ekonomi AS masih tumbung kencang meskipun sejak Maret 2022, bank sentral AS telah menaikkan suku bunga acuan overnight sebesar 525 basis poin ke kisaran saat ini 5,25%-5,50%.
Saat ekonomi Negeri Paman Sam masih berada di jalur positif, inflasi yang masih sulit melandai, dan The Fed yang masih akan bersikap hawkish, maka dolar AS diperkirakan masih akan perkasa dan dapat melibas mata uang kecil.
Namun, meski mata uang terkuat di dunia selain The Greenback terpantau kalah di sepanjang September, nyatanya masih ada satu yang mampu melawan The Greenback, yakni krona Swedia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)