Rusia Larang Ekspor Solar, RI Dalam Bahaya!

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
25 September 2023 12:40
Anteran warga membeli bahan bakar Pertalite dan solar yang mulai sulit ditemukan pada beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di SPBU di kawasan Jalan Raya Bogor, Sabtu (13/8/202). (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)
Foto: Anteran warga membeli bahan bakar Pertalite dan solar yang mulai sulit ditemukan pada beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di SPBU di kawasan Jalan Raya Bogor, Sabtu (13/8/202). (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia dapat berpotensi melanjutkan kenaikan dan berpotensi menyentuh US$100 per barel setelah Rusia mengumumkan larangan ekspor solar ke sejumlah negara. Larangan tersebut bisa berimbas besar kepada Indonesia sebagai net importir minyak.

Harga minyak mentah dunia dibuka menguat pada pembukaan perdagangan pekan ini, Senin (25/9/2023) setelah Rusia mengumumkan larangan ekspor minyak.

Harga minyak mentah brent pada Senin pukul 09:42 WIB dibuka menguat 0,24% di posisi US$93,49 per barel, begitu juga dengan minyak mentah WTI dibuka menanjak 0,19% ke posisi US$90,02 per barel.

Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (22/9/2023), minyak WTI ditutup terapresiasi 0,45% ke posisi US$90,03 per barel, sementara harga minyak brent ditutup melemah 0,03% ke posisi US$93,27 per barel.

Rusia untuk sementara waktu melarang ekspor bensin dan solar ke semua negara di luar empat negara bekas Uni Soviet yang akan berlaku segera guna menstabilkan pasar dalam negeri, menurut pemerintah pada hari Kamis kemarin.

Dikatakan bahwa larangan tersebut tidak berlaku untuk bahan bakar yang dipasok berdasarkan perjanjian antar pemerintah kepada anggota Uni Ekonomi Eurasia yang dipimpin Moskow, yang meliputi Belarus, Kazakhstan, Armenia dan Kyrgyzstan.

Larangan tersebut menjadi tindakan berisiko yang dapat mengganggu pasokan bahan bakar menjelang musim dingin dan mengancam memperburuk kekurangan bahan bakar global.

Rusia adalah salah satu pemasok solar terbesar di dunia dan pengekspor utama minyak mentah, termasuk solar. Pelaku pasar khawatir mengenai potensi dampak larangan Rusia, terutama pada saat persediaan solar global sudah berada pada tingkat rendah.

Kementerian Energi mengatakan langkah ini akan mencegah ekspor bahan bakar motor yang bersifat "abu-abu" tanpa izin. Larangan ini tidak terbatas dan tindakan lebih lanjut akan bergantung pada kejenuhan pasar, menurut Wakil Menteri Energi Pertama Rusia Pavel Sorokin.

Rusia dalam beberapa bulan terakhir mengalami kekurangan bensin dan solar. Harga bahan bakar grosir telah melonjak, meskipun harga eceran dibatasi untuk mencoba mengendalikannya seiring dengan inflasi resmi.

Krisis ini sangat membebani beberapa wilayah di wilayah selatan Rusia, dimana bahan bakar sangat penting untuk mengumpulkan hasil panen. Krisis yang serius dapat menjadi hal yang tidak menyenangkan bagi Kremlin karena pemilihan presiden akan segera dilaksanakan pada Maret tahun depan.

Para pedagang mengatakan pasar bahan bakar telah terpukul oleh berbagai faktor, termasuk pemeliharaan kilang minyak, kemacetan jalur kereta api, dan lemahnya nilai tukar rubel, yang memberikan insentif bagi ekspor bahan bakar.

Rusia telah mengurangi ekspor minyak diesel dan gas melalui laut hampir 30% menjadi sekitar 1,7 juta metrik ton dalam 20 hari pertama September dibandingkan dengan periode yang sama pada  Agustus, menurut para pedagang dan data LSEG.

Pernyataan pemerintah tersebut menambahkan sebelumnya, untuk menstabilkan situasi di pasar bahan bakar, pemerintah menaikkan volume pasokan wajib bensin dan solar ke bursa komoditas. Pemantauan harian pembelian bahan bakar untuk kebutuhan produsen pertanian dengan penyesuaian volume yang cepat juga telah dilakukan.

Ekspor minyak mentah lintas laut Rusia turun untuk kedua bulan berturut-turut pada Juli 2023 dan turun di bawah 3 juta b/d untuk pertama kalinya tahun ini.

Pengiriman minyak mentah asal Rusia rata-rata sebesar 2,96 juta b/d pada bulan Juli, penurunan sebesar 15% dalam sebulan ke level terendah sejak Desember dan hampir 890,000 b/d di bawah level tertinggi pascaperang sebesar 3,85 juta b/d yang tercatat pada bulan Mei, menurut ke data S&P Global Commodities at Sea. Penurunan ekspor terbaru menempatkan total ekspor pada bulan Juli sedikit di bawah rata-rata tingkat sebelum perang sebesar 3,1 juta b/d.

s&p globalFoto: s&p global commodities at sea

Dampak Rusia Larang Ekspor Minyak

Warren Patterson, kepala strategi komoditas di ING, mengatakan dalam sebuah catatan penelitian yang diterbitkan Jumat bahwa larangan Rusia terhadap ekspor bahan bakar merupakan perkembangan besar menjelang musim dingin di Belahan Bumi Utara, periode yang biasanya ditandai dengan peningkatan permintaan secara musiman.

"Pasar sulingan kelas menengah sudah melihat kekuatan yang signifikan menjelang larangan ini dengan persediaan yang ketat di AS, Eropa dan Asia menjelang musim dingin di Belahan Bumi Utara," ucap Patterson, mengutip faktor-faktor seperti pengurangan produksi OPEC+, pemulihan perjalanan udara dan penurunan kinerja Eropa. Berjuang untuk menggantikan sulingan menengah Rusia setelah larangan mulai berlaku pada bulan Februari.

Larangan ekspor Rusia diperkirakan membuat pasokan solar global sekitar 1 juta barel per hari.

Pemimpin OPEC, Arab Saudi, mengatakan pada 5 September 2023 bahwa mereka akan memperpanjang pengurangan produksi sebesar 1 juta barel per hari hingga akhir tahun, dengan pemimpin non-OPEC Rusia berjanji untuk mengurangi ekspor minyak sebesar 300.000 barel per hari hingga akhir tahun. Kedua negara mengatakan mereka akan meninjau pemotongan sukarela mereka setiap bulan.

"Tujuan dari larangan tersebut tampaknya untuk mengatasi ketatnya dan tingginya harga di pasar domestik Rusia, di mana harga minyak yang tinggi dikombinasikan dengan melemahnya rubel, pasti merugikan konsumen Rusia," menurut Callum Macpherson, kepala komoditas di Investec, dikutip dari CNBC International.

Namun, ada juga gangguan terhadap pasokan gas Rusia ke Eropa yang dimulai pada tahun 2021. Gangguan ini juga awalnya dianggap sebagai gangguan sementara ketika gas ditahan untuk mengisi penyimpanan domestik.

"Mungkin kebetulan bahwa larangan ini diumumkan sehari setelah Rusia mengalami masa sulit di PBB, atau mungkin ini merupakan perluasan kebijakan penggunaan energi sebagai senjata sebagai reaksi terhadap hal tersebut," tambah Callum.

Harga bensin grosir Rusia turun hampir 10% dan solar turun 7,5% pada hari Jumat di St. Petersburg International Mercantile Exchange.

Dampak Terhadap Indonesia

Dengan larangan ekspor minyak dari Rusia maka hal ini akan berdampak kenaikan harga minyak yang bisa membebani belanja subsidi. Terlebih, kuota solar kerap membengkak tiap tahun.
Sebagai catatan, pemerintah masih memberikan subsidi untuk BBM jenis tertentu seperti solar serta minyak tanah dengan volume tertentu.

Pemerintah bahkan beberapa kali membatasi pembelian solar bersubsidi karena konsumsi yang terus membengkak.  Pertamina sudah melakukan pembatasan pembelian solar sejak 26 Desember 2022 di 71 kota/kabupaten, kemudian bertambah menjadi 131 kabupaten/kota per 26 Januari 2023.

Pertamina juga sudah kembali memperluas pembatasan solar subsidi ke-13 kabupaten/kota sejak Februari tahun ini. Pembatasan pembelian solar subsidi juga sudah dilakukan beberapa tahun sebelumnya.

Pada Agustus 2019, misalnya, Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas (BPH Migas) mengeluarkan surat edaran ke Pertamina untuk melakukan pengaturan pengendalian pembelian minyak Solar.

Surat edaran yang berlaku efektif mulai 1 Agustus 2019 tersebut berisi tentang larangan pembelian solar bersubsidi bagi Kendaraan pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam, angkutan barang roda 4, serta kendaraan pribadi dilarang membeli solar bersubsidi.

Sementara itu, pembelian solar subsidi untuk angkutan barang roda 4 dibatasi maksimum 30 liter per hari, roda 6 sebanyak 60 liter per hari, dan kendaraan pribadi 20 liter per hari.

Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), realisasi penyaluran minyak solar bersubsidi kerap di atas kuota yang ditetapkan. Pada periode 11 tahun terakhir (2012-2022), realisasi solar melebihi kuota sebanyak lima kali sementara enam tahun lainnya di bawah realisasi.

Realisasi terendah terjadi pada tahun 2020 atau tahun pertama pandemi Covid-19. Pembatasan kegiatan masyarakat dan pelemahan ekonomi membuat konsumsi menurun drastis pada tahun 2020.

Kuota dan subsidi solar ditetapkan pemerintah setiap tahunnnya. Pada tahun 2015, pemerintah masih memberikan subsidi minyak solar sebesar Rp1.000/liter sementara pada tahun ini sebesar Rp 500/liter. Kuota solar ditetapkan sebesar 15,1 juta kiloliter.

Sementara itu, realisasi anggaran subsidi solar sangat berfluktuasi mengikuti pergerakan harga minyak dan nilai tuar rupiah.
Pada saat harga minyak anjlok seperti 2017, realisasi subsidi solar hanay mencapai Rp 6,58 triliun. Saat itu, realisasi Indonesia Crude Price (ICP) hanya berada di angka US$47 per barel.

Pada 2019, realisasi subsidi meningkat menjadi Rp 32,4 triliun Kebijakan kenaikan subsidi tetap solar dari Rp500,00/liter menjadi Rp2.000,00/liter. Untuk tahun ini, subsidi solar ditetapkan Rp 1.000 per liter.

Untuk tahun ini,  pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp209,9 triliun untuk 2023, terdiri dari Rp139,4 triliun untuk subsidi BBM dan LPG, serta Rp 70,5 triliun untuk subsidi listrik.
Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menetapkan kuota BBM 2023, termasuk jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) seperti minyak tanah (kerosene) sebesar 0,5 Juta Kilo Liter (KL), minyak solar sebesar 17 Juta KL, dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP/Pertalite) sebesar 32,56 Juta KL.

Hingga Juli 2023, realisasi penyaluran subsidi mencapai Rp 59,7 triliun untuk kuota BBM 8,6 juta kiloliter, subsidi LPG 3 kg sebesar Rp 37,7 triliun untuk 4 juta metrik ton, dan subsidi dan kompensasi listrik sebesar Rp 48,5 triliun untuk 39,2 juta pelanggan.

Subsidi solar pada Januari-Juli 2023 telah mencapai 9,94 juta KL atau hampir 59% dari kuota. Jika tidak dikendalikan maka kuota rawan jebol di tengah menipisnya pasokan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation