
Produksi Beras RI Raja ASEAN, Tapi Ekspor Kalah dari Kamboja!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia merupakan negara yang paling banyak memproduksi beras di Kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Namun belakang, muncul isu bahwa produksi beras Indonesia bakal kesalip dari Kamboja, benarkah?
Simak data yang mengungkapkan gambaran lebih jelas mengenai perbandingan produksi beras di ASEAN.
Menurut data dari ASEAN Food Security Information System (AFSIS) pada tahun 2022, Indonesia masih mendominasi sebagai produsen terbesar di ASEAN dengan produksi mencapai 35,05 juta ton beras. Ini menunjukkan bahwa Indonesia tetap menjadi pemain utama dalam industri beras di kawasan ini.
Selanjutnya, Vietnam berada di peringkat kedua dengan produksi sebanyak 27,73 juta ton beras giling, diikuti oleh Thailand di peringkat ketiga dengan produksi sebesar 21,43 juta ton.
Lantas di mana posisi Kamboja?
Kamboja, meskipun menduduki peringkat terbawah di antara 10 negara ASEAN dalam hal produksi beras giling, masih memiliki produksi yang cukup signifikan, yaitu 7,43 juta ton. Namun, jika dibandingkan dengan produksi Indonesia, Kamboja hanya menghasilkan sedikit lebih banyak dari 1/5 dari produksi Indonesia.
Dari segi persediaan atau stok, Kamboja memiliki cadangan sekitar 1,64 juta ton pada tahun 2021. Di sisi lain, stok Indonesia jauh lebih besar, mencapai 5,27 juta ton pada tahun yang sama. Kendati memiliki stok lebih sedikit, Kamboja tidak melakukan impor beras.
Kamboja memiliki konsumsi domestik yang lebih kecil dibandingkan dengan produksinya sendiri. Hal ini memungkinkan Kamboja untuk melakukan ekspor sebanyak 637 ribu ton pada 2022. Namun, jumlah ekspor ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam, yang masing-masing mengekspor sekitar 7,69 juta ton dan 7,90 juta ton.
Pemain Penting Beras ASEAN
Vietnam menjadi negara terbesar dalam hal ekspor beras di ASEAN. Meskipun mereka memiliki produksi besar sekitar 27,73 juta ton pada 2022, Vietnam masih perlu melakukan impor sekitar 1,2 juta ton.
Thailand, di sisi lain, dikenal sebagai negara 'pedagang' beras. Kementerian Perdagangan Thailand mempublikasikan data ekspor besar Thailand yang melonjak 11,9% secara tahunan (yoy) menjadi 5,29 juta ton per Agustus tahun ini. Dalam tujuh bulan pertama Thailand diketahui mengekspor beras senilai US$ 2,56 miliar, naik 20,7% dari tahun sebelumnya.
Negeri Gajah Putih sengaja impor beras untuk diperdagangkan dengan negara lain atau ditujukan untuk ekspor ke berbagai negara, salah satunya India.
Peningkatan pengiriman beras Thailand ini dikaitkan dengan kekhawatiran terkait kekeringan akibat fenomena cuaca El Nino dan larangan ekspor beras India yang mendorong negara-negara pengimpor beras untuk membeli dalam jumlah yang besar guna menjaga ketahanan pangan.
India, pengekspor beras terbesar di dunia, melarang ekspor beras putih non-basmati pada 20 Juli, karena pemerintah berusaha menjinakkan harga pangan domestik yang melonjak dan memastikan ketersediaan domestik yang memadai dengan harga yang wajar.
Untuk diketahui, India adalah pengekspor beras terkemuka di dunia, menyumbang lebih dari 40% perdagangan beras global, serta produsen terbesar kedua setelah China.
Larangan ekspor beras India dapat membuat harga yang sudah tinggi melonjak lebih tinggi lagi, menambah efek dari larangan pengiriman beras pecah pada bulan September di negara itu.
Mengapa Indonesia Tidak Jadi 'Raja' Beras ASEAN?
Meskipun Indonesia tetap menjadi produsen terbesar di ASEAN, konsumsi dalam negeri yang besar, melebihi produksi, membuatnya kerap melakukan impor beras. Produksi Indonesia sebesar 35 juta ton, namun dari sisi konsumsi lebih tinggi yaitu 36,32 juta ton.
Oleh karena itu, meskipun memiliki produksi besar, ekspor beras Indonesia relatif kecil. Ini menunjukkan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan domestik sambil menjaga peran sebagai produsen beras penting di ASEAN.
(mza/mza)