
Jadi Sorotan Media Asing, Seberapa Parah Kebakaran Hutan RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Lagi-lagi Indonesia di sorot media Asing, setelah sebelumnya sempat heboh soal pemilihan presiden (pilpres) tapi kali ini sudut pandang media asing jatuh pada kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Memang, bencana ini bak 'momok' mengerikan setiap tahun, ketika musim kemarau di Tanah Air tiba.
Pertama, media SingapuraThe Straits Times membuat peristiwa tersebut dalam artikel berjudul "Forest fires blanket several Indonesian provinces, causing surge in people falling ill". Dalam tulisan tersebut Indonesia dikatakan setidaknya ada enam provinsi yang sudah mengalami kebakaran hutan dan lahan.
Beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan telah diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan yang semakin parah pada bulan Agustus, sehingga menyebabkan lonjakan jumlah penderita penyakit pernapasan seperti sakit tenggorokan dan sesak napas.
Pihak berwenang Indonesia mengerahkan patroli darat, pengeboman air, dan penyemaian awan untuk membendung kebakaran di hutan dengan lahan gambut yang luas, kata Dr Abdul Muhari, juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kepada The Straits Times.
Enam provinsi yang rawan kebakaran hutan dan terkena dampak parah kabut asap adalah Jambi, Riau, dan Sumatera Selatan di Sumatera, serta Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan di Kalimantan, Kalimantan bagian Indonesia.
"Ini yang menyebarkan kabut asap ke negara-negara tetangga termasuk Singapura dan Malaysia, sehingga mempengaruhi kualitas udara di provinsi-provinsi tersebut," demikian isi artikel dikutip Senin (18/9/2023).
"Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura telah memperingatkan bahwa cuaca kering di Sumatra pekan ini dapat mengakibatkan kondisi berkabut di tersebut, dan menambahkan bahwa pihaknya sedang memantau situasi dengan cermat," tulisnya lagi.
Kedua, media Reuters, juga tengah membahas hal sama. Dalam artikel berjudul "Indonesia braces for forest fires, crop loss from severe dry season", dilaporkan bagaimana RI diperkirakan akan mengalami musim kemarau yang parah akibat dampak pola cuaca El Nino.
Mengutip Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, media ini menyebut hal ini telah mengancam panen dan meningkatkan risiko kebakaran hutan. Diketahui ada kemungkinan tidak akan turun hujan atau hanya 30% dari curah hujan biasanya.
Ketiga, media milik negara Jerman, Deutsche Welle (N) juga membuat video khusus soal ini. Dalam berita berjudul 'Who's setting Indonesia's forests on fire?',DWmenyebut fenomena kebakaran hutan di Indonesia terjadi akibat orang-orang tak bertanggung jawab.
"Setiap tahun, lahan di Kalimantan Tengah selalu terbakar secara luas. Tanah sangat mudah terbakar dan titik panas dapat bertahan lama di bawah tanah dan ini diperburuk oleh munculnya El Nino," menurutnya.
"Kebakaran hutan telah meluas lebih dari 4.000 hektar pada tahun ini. Banyak kebakaran yang dimulai oleh orang-orang yang menyalakan api untuk membuka lahan. Sebanyak 99% kebakaran hutan terjadi akibat ulah manusia, baik itu disengaja maupun kelalaian," tambahnya.
Separah apa kebakaran hutan dan lahan di Indonesia?
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selama periode Januari-Juli 2023 luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sudah mencapai 90.405 hektare (ha). Dengan ini, seluruh kebakaran itu tercatat menghasilkan emisi lebih dari 5,9 juta ton ekuivalen karbon dioksida (CO2e).
Benar yang dikatakan media asing tersebut, menurut Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), karhutla tahun ini berpotensi meningkat karena ada fenomena cuaca El Nino. Di Indonesia, secara umum dampak dari El Nino adalah kondisi kering dan berkurangnya curah hujan yang meningkatkan potensi bencana kebakaran lahan dan hutan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 499 kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sepanjang Januari sampai Agustus 2023.
Laporan Greenpeace Southeast Asia berjudul MEMBARA Dampak Kesehatan dari Kebakaran Hutan di Indonesia dan Implikasinya bagi Pandemi Covid-19 menyebut kebakaran dan kabut asap pada tingkat tertentu memang terjadi di musim kemarau di Indonesia setiap tahunnya.
Musim kebakaran yang lebih panjang dan lebih parah tercatat di tahun-tahun di mana fase-fase positif dari El Niño - Southern Oscillation (ENSO) dan fenomena iklim Indian Ocean Dipole positif terjadi, biasanya antara bulan Agustus dan Oktober.
Selama ENSO terjadi, asap dari kebakaran hutan Indonesia seringkali terbawa melintasi negara-negara tetangga, namun ini juga dapat terjadi di tahun-tahun non-ENSO, seperti yang terjadi selama tahun 2005, 2010 dan 2013.
Laporan berjudul Spreading like Wildfire: The Rising Threat of Extraordinary Landscape Fires yang dirilis PBB pada 2022, menemukan peningkatan risiko kebakaran hutan di wilayah yang sebelumnya tidak pernah terjadi kebakaran akibat dari perubahan iklim.
Perubahan iklim dan perubahan tata guna lahan diperkirakan akan menyebabkan kebakaran hutan menjadi lebih sering dan hebat.
Di Indonesia, secara umum dampak dari El Nino adalah kondisi kering dan berkurangnya curah hujan yang meningkatkan potensi bencana kebakaran lahan dan hutan.
Potensi bencana kebakaran lahan dan hutan akan meningkat terutama di ekosistem lahan gambut, di mana kubah-kubah gambut akan mengering karena terjadinya musim kemarau.
![]() Kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kota Palangka Raya kembali meningkat dalam sepekan terakhir. (Dok. mediacenter.palangkaraya) |
Laporan Greenpeace Asia Tenggara 'Karhutla Dalam Lima Tahun Terakhir' pada periode 2015-2019 mengungkap beberapa data memprihatinkan mengenai karhutla. Laporan tersebut menyebut 4,4 juta hektar lahan atau setara delapan kali luas pulau Bali terbakar antara tahun 2015-2019
Data Greenpeace menyebut sekitar 789.600 hektar kawasan dari 4,4 juta hektar tersebut telah berulang kali terbakar. Karhutla terburuk teradi pada 2015 di mana 1,6 juta hektar hutan dan lahan atau setara 27 kali luas wilayah DKI Jakarta terbakar.
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan menyebutkan dampak karhutla bagi kesehatan tak sedikit, di antaraya adalah:
- Iritasi selaput lendir, seperti mata, hidung, tenggorokan
- Sakit kepala
- Mual
- Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
Dampak besar karhutla terhadap kesehatan pernah dirasakan Indonesia. Dikutip dari CNN Indonesia, BNPB mencatat ada 919.516 orang yang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) karena kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2019.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)