
10 Saham Ini Kena ARB Berjilid-Jilid, Ada yang Sampai 33 Kali

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa saham terpantau sering mencetak auto reject bawah (ARB) sepanjang tahun ini. Bahkan, beberapa saham yang sering mencetak ARB kini sudah mendekam di level 'gocap'.
Beberapa saham tersebut sebagian besar mencetak ARB hingga berjilid-jilid pada saat kebijakan ARB belum dinormalisasi secara bertahap, alias masih menggunakan sistem ARB sebesar 7%.
Berikut beberapa saham yang sering mencetak ARB sepanjang tahun ini.
Saham PT Personel Alih Daya Tbk (PADA) menjadi saham yang paling banyak atau sering mencetak ARB, yakni sebanyak 33 kali. Kebanyakan, PADA mencetak ARB saat sistem ARB masih sebesar 7%.
Namun sejak dinormalisasi bertahap mulai Juni lalu, saham PADA sudah mulai jarang terkena ARB. Hanya saja, dampak dari seringnya terkena ARB sebelum dinormalisasi, kini saham PADA pun mendekam di level 'gocap'. Saham PADA sendiri sudah memasuki level gocap sejak perdagangan 17 Juli lalu.
Di posisi kedua, terdapat saham emiten 'Sultan Subang' yakni PT Berkah Beton Sadaya Tbk (BEBS), yang mencetak ARB sebanyak 27 kali. Sama seperti saham PADA, saham BEBS paling banyak mencetak ARB sebelum sistem ARB dinormalisasi secara bertahap.
Lagi-lagi nasibnya seperti saham PADA, saham BEBS pun juga sudah mendekam di level gocap sejak perdagangan 22 Juni lalu, atau sekitar dua pekan setelah ARB dinormalisasi menjadi 15%.
Umumnya, saham-saham yang sering mencetak ARB atau mengalami ARB berjilid-jilid di 2023 terjadi sebelum ARB dinormalisasi bertahap menjadi 15%, kemudian menjadi ARB simetris dengan ARA pada awal September ini.
Berjilid-jilidnya ARB di saham-saham tersebut karena memang penurunannya sudah mencapai batas wajarnya saat itu, yakni di 7%.
Ketika ARB mulai dinormalisasi bertahap menjadi 15%, ARB beberapa saham tersebut mulai berkurang, yang biasanya mungkin dalam sepekan dapat menyentuh lima kali, tetapi berkurang menjadi dua kali.
Namun, dampak dari normalisasi ARB bertahap yang baru dilaksanakan pada awal Juni lalu, saham-saham tersebut sudah terlanjur mendekati level gocap.
Ketika penerapan auto reject sudah kembali simetris pada awal bulan ini, beberapa saham bahkan sudah mendekam di level gocap dan sulit untuk bangkit kembali karena investor sudah cenderung skeptis dengan saham-saham tersebut.
Seperti diketahui, pada 4 September 2023 lalu, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah memberlakukan batasan persentase auto rejection atas dan bawah secara simetris tahap II.
Dengan kebijakan ini, investor tentu berpeluang membeli saham dengan harga yang jauh lebih rendah ketimbang di masa pandemi lalu dalam dua sesi perdagangan.
Pada awal 2017, BEI memberlakukan auto rejection simetris, yakni persentase batas auto reject bawah (ARB) menyesuaikan persentase batas auto reject atas (ARA) sesuai dengan fraksi harga.
Di awal pandemi 2020, BEI mengubah ketentuan batas ARB menjadi 7% untuk seluruh fraksi harga mulai 13 Maret 2020 hingga beberapa waktu lalu dengan tujuan untuk meredakan kepanikan pelaku pasar seiring anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Kebijakan ini pun membuat para investor saham yang baru memulai investasi pada tahun 2020 atau investor angkatan Corona akhirnya bakal merasakan ARA dan ARB simetris.
Sejatinya, hal ini akan memunculkan dua kemungkinan bagi sang investor. Ketika saham turun dalam, investor bisa membeli di harga yang sangat rendah baik untuk pembelian pertama atau averaging down.
Namun di sisi lain kerugian yang didapat pun bisa semakin membesar lantaran saham yang dibeli bisa saja longsor sampai -35%.
Di satu sisi, ketika normalisasi sistem auto reject dinilai kurang cepat, maka saham-saham yang terlanjur terkena sistem ARB simetris sebesar 7%, maka saham tersebut akan tersungkur parah dan ketika normalisasi sudah dilakukan, saham-saham tersebut sulit bangkit karena investor sudah terlanjur skeptis dahulu.
CNBCINDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)