
Sempat Tersungkur, Harga Batu Bara Sepekan Masuk Zona Hijau

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara sepekan masih bergerak di zona hijau tetapi masih dalam tren turun dan semakin menjauhi level psikologis US$160/ton.
Melansir data Refinitiv, pada perdagangan berakhir pada Jumat (8/9/2023) harga komoditas batu bara (NCFmc2) ditutup di US$ 159,50/ton. Nilai ini melemah 0,72% secara harian, akan tetapi selama sepekan batu bara masih berada di zona hijau sebesar 0,31%.
Penguatan pekan ini menjadi yang pertama terjadi, setelah dua minggu beruntun terkoreksi, semakin menjauhi level psikologis di US$160/ton dan masih dalam tren turun sejak mencapai peak bulan ini di US$166,35/ton pada 5 September 2023 lalu.
Pergerakan harga batu bara yang masih dalam tren turun dipengaruhi oleh sejumlah sentimen terutama dari kondisi ekonomi China yang masih lesu walaupun sudah ada kebijakan akomodatif dari pemerintah.
Aktivitas jasa China pada periode Agustus 2023 terpantau turun ke 51,8. Nilai tersebut menjadi yang terendah dalam delapan bulan terakhir dan jauh dari ekspektasi pasar yang memperkirakan bisa tumbuh ke angka 53,6.
Tak hanya itu, China juga telah melaporkan ekspor - impor per Agustus 2023 yang kembali susut. Ekspor terkontraksi 8,8% (year on year/yoy) menjadi US$ 284,9 miliar, sementara impor turun 7,3% (yoy) menjadi US$ 216, 51 miliar.
Nilai tersebut menunjukkan ekspor sudah terkoreksi selama empat bulan beruntun sementara impor terkontraksi selama enam bulan terakhir.
Koreksi ekspor dan impor memang lebih rendah dibandingkan proyeksi pasar yakni 9,2% dan 14,5% dan lebih kecil dibandingkan pada Juli tetapi tetap mengundang banyak kekhawatiran dari pelaku pasar.
"Secara umum, ada perbaikan dari ekspor impor China tetapi perdagangan China diperkirakan akan menyentuh bottomnya beberapa bulan ke depan. Ini akan menghantam banyak sektor di China," tutur Hao Zhou, analis dari Guotai Junan, dikutip dari CNBC International.
Sejumlah indikator menunjukkan perdagangan China masih akan lesu. Di antaranya adalah turunnya pengiriman barang dari Korea Selatan dan Jepang. Ekonomi Eropa juga memburuk yang bisa mengancam ekspor China ke depan.
Masih terkoreksinya ekspor menandai permintaan dari global yang belum pulih. Selain itu, kontraksi pada impor mencerminkan permintaan dalam negeri dari Tiongkok yang masih rendah.
Lesunya ekspor dan impor China bisa menjadi faktor negatif untuk batu bara, pasalnya negeri asal Panda ini merupakan salah satu eksportir terbesar komoditas, termasuk energi fosil ini.
Beralih ke komoditas gas yang merupakan komoditas pilihan Eropa dan substitusi batu bara, pelaku pasar menunggu klarifikasi mengenai potensi pemogokan di fasilitas gas alam cair (LNG) Australia dan Norwegia yang terus membatasi pasokan.
Aksi mogok kerja di dua proyek LNG besar Chevron di Australia ditunda selama 24 jam karena kemajuan yang dicapai dalam perundingan mediasi, sehingga meningkatkan kemungkinan kedua pihak mendekati kesepakatan pembatalan yang menekan harga gas pada perdagangan sebelumnya.
Selain itu, pengiriman gas melalui pipa Norwegia ke Eropa masih sangat dibatasi di tengah perluasan beberapa pemeliharaan terencana dan tidak terencana.
Sentimen ketidakpastian pasokan gas ini diperkirakan menyebabkan adanya spekulasi pembelian, sehingga harga gas tidak selaras dengan batu bara. Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) melesat 13,08% secara harian ke 34,50 euro per MWh per 8 September 2023.
Pergerakan harga batu bara dipengaruhi oleh sejumlah sentimen, mulai dari dampak sanksi ke Rusia hingga persoalan pasokan dari Indonesia.
Seperti diketahui, Rusia masih berada di jeratan larangan ekspor batu bara, khususnya ke negara-negara afiliasi barat yang menyatakan keprihatinannya pada Ukraina. Bahkan, salah satu perusahaan batu bara Australia yang kepemilikannya sedikit dimiliki Rusia, melalui Badan investasi Rusia 7,93% dan perusahaan ekuitas swasta Rusia 18,2%, terancam mendapat sanksi akibat operasi bisnisnya yang masih berjalan.
Negara Barat menghalangi Rusia ke akses perbankan internasional dan membeli peralatan baru sebagai bentuk sanksi terhadap invasi Rusia.
Selain sanksi tersebut, Uni Eropa juga melarang impor batu bara dari Rusia mulai 10 Agustus 2022. Embargo tersebut merupakan bagian dari sanksi Uni Eropa atas invasi Rusia ke Ukraina.
Sentimen utama dalam pasar global batubara juga dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan di pasar batubara termal di Asia, yang diperkirakan akan mengalami pelemahan kembali dalam minggu ini. Perkiraan pasar menunjukkan kecenderungan "wait and see" karena para pembeli sedang menantikan sinyal positif yang lebih kuat.
Di sisi lain, perusahaan tambang di Indonesia, yang merupakan salah satu eksportir terbesar, harus mengatasi kenaikan biaya produksi yang tinggi dan royalti yang besar. Ini diperkirakan menjadi faktor yang membuat penambang dalam negeri enggan untuk berpartisipasi dalam perdagangan pasar spot.
Indonesia memiliki peran penting sebagai pemasok utama batu bara global, oleh sebab itu perkembangan di Tanah Air berdampak pada dinamika harga batubara secara keseluruhan. Ketika tambang mengurangi aktivitas perdagangan di pasar spot, ketersediaan pasokan juga terpengaruh. Oleh karena itu, situasi ini diharapkan dapat mendorong harga batu bara naik.
Ketersediaan kargo spot di wilayah Kalimantan bagian tengah dan timur juga terpengaruh oleh masalah, seperti rendahnya permukaan air yang mempengaruhi pergerakan tongkang. Hal ini menyebabkan penundaan dalam proses pemuatan kargo, yang pada gilirannya dapat mengganggu pasokan dan menyebabkan peningkatan harga batu bara.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)