
Harga Batu Bara Ambruk 3 Hari Beruntun, Ekspor Lesu

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga batu bara berjangka Newcastle masih mengalami penurunan, dengan harga kontrak Desember ditutup di posisi US$ 141,9 pada Rabu (13/11/2024) atau turun 1,29%. Harga batu bara sudah melemah dalam tiga hari beruntun dengan pelemahan mencapai 1,63%.
Penurunan ini mencerminkan tren melemahnya permintaan dari negara-negara utama seperti India dan kawasan Eropa, yang terus menurunkan impor batu bara seiring dengan upaya dekarbonisasi.
Penurunan permintaan batu bara dari negara maju semakin signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Data terbaru dari BIMCO menunjukkan bahwa pengiriman batu bara ke negara maju turun 6% sepanjang 10 bulan pertama 2024 dibandingkan tahun lalu.
Di Eropa, impor bahkan merosot 22% year-on-year (yoy) sejalan dengan transisi energi menuju pembangkit berbasis energi bersih. Jika tren ini berlanjut, volume pengiriman batu bara ke negara maju diproyeksikan akan mencapai titik terendah dalam 15 tahun terakhir.
"Kami melihat permintaan batu bara untuk pembangkit listrik di negara maju terus menurun, khususnya di Eropa, sementara permintaan dari Asia yang lebih tinggi terutama untuk pendinginan ruangan hanya menekan penurunan sebesar 4%," ujar Filipe Gouveia, Shipping Analyst dari BIMCO.
Meskipun pengiriman batu bara ke negara maju merosot, permintaan dari negara berkembang tetap kuat. Lonjakan konsumsi energi di negara-negara Asia seperti China terus mendorong permintaan.
Pada Oktober lalu, China mencatat lonjakan impor batu bara hingga 29%, didorong oleh peningkatan ketergantungan pada batu bara sebagai sumber listrik utama di tengah menurunnya produksi listrik tenaga air.
Dari sisi pasokan, eksportir batu bara utama seperti Rusia dan Afrika Selatan juga mengalami hambatan logistik yang menyebabkan penurunan volume ekspor masing-masing sebesar 18% dan 34% yoy. Sementara itu, ekspor Amerika Serikat sebagian besar dialihkan ke negara berkembang di tengah menurunnya permintaan dari Eropa.
Dalam jangka panjang, tren penurunan impor batu bara di negara maju diperkirakan akan terus berlanjut seiring investasi besar dalam energi terbarukan dan peningkatan produksi baja daur ulang.
"Baik impor batu bara termal maupun kokas di negara maju kemungkinan akan terus menurun," tambah Gouveia. Adanya transisi menuju pembangkit listrik terbarukan serta peningkatan kapasitas produksi baja daur ulang diprediksi akan mengurangi kebutuhan impor batu bara ke negara-negara tersebut di masa depan.
Di sisi lain, meski pasar batu bara tetap stabil berkat permintaan dari negara berkembang, proyeksi global menunjukkan adanya risiko penurunan volume pengiriman batu bara sekitar 1-2% di tahun 2025 akibat peningkatan dekarbonisasi di berbagai negara.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)