Warga Provinsi Ini Paling Gila Pinjol, Tembus Rp 170 M

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
23 August 2023 18:35
Infografis: Jangan Coba-coba! Ini Risiko Besar Nekat Tak Bayar Pinjol
Foto: Infografis/Jangan Coba-coba! Ini Risiko Besar Nekat Tak Bayar Pinjol/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus negatif terhadap pinjaman online (pinjol) di Indonesia kian marak hingga menimbulkan tindakan kriminal efek terjerat pinjol.

Sepanjang tahun 2023 para peminjam online semakin meningkat. Banyak masyarakat melakukan pinjol untuk memenuhi kebutuhan maupun mengikuti gaya hidup. Selain itu, tak sedikit pula masyarakat yang sengaja menggunakan ponjol ilegal hanya untuk mendapatkan dananya saja, namun tidak berniat untuk mengembalikan dana tersebut.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online pada Mei 2023 sebesar Rp51,46 triliun atau tumbuh sebesar 28,11% yoy.

Dari jumlah ini, sebesar 38,39% merupakan pembiayaan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp15,63 triliun dan Rp4,13 triliun.

Berdasarkan data Statistik Fintech Lending yang diterbitkan oleh OJK, akumulasi penyaluran pinjaman kepada penerima pinjaman naik sejak awal tahun 2023 hingga Juni 2023.

Wilayah Jawa paling tinggi penyaluran pinjamannya dengan total Rp520,57 triliun. Peminjam paling banyak datang dari dua wilayah  yakni DKI Jakarta dengan total Rp170,59 triliun dan Jawa Barat Rp162,75 triliun.

DKI Jakarta merupakan Ibukota negara Indonesia yang dimana saat ini masyarakatnya terutama Gen Z lebih mementingkan gaya hidup untuk mendapat sebuah apresiasi dibandingkan kebutuhan utama.

Kemudahan akses informasi, internet, serta keuangan juga membuat warga DKI Jakarta lebih mudah meminjam pinjol.

Kemudian berdasarkan data perkembangan jumlah permintaan informasi bebitur (IDeb) oleh pelapor Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) periode Januari - Juli 2023 juga terjadi kenaikan.

Fungsi dari pelaporan dan permintaan informasi debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) adalah untuk kemudahan akses perkreditan atau pembiayaan.

Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengembangkan penyelenggaraan sistem informasi antar bank yang dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan.

Oleh sebab itu, dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya, OJK memandang perlu mengembangkan sebuah sistem baru untuk mendukung akses informasi perkreditan melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). SLIK dapat dimanfaatkan untuk memperlancar proses penyediaan dana, penerapan manajemen risiko, penilaian kualitas debitur, dan meningkatkan disiplin industri keuangan.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan SLIK diperlukan pengaturan mengenai pelaporan dan permintaan informasi debitur melalui SLIK.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation