Macro Insight

Gawat! Negara di Dunia Perang Suku Bunga, Ada yang Sengsara

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
18 August 2023 15:55
Ilustrasi Jerome Powell (CNBC Indonesia/ Edward Ricardo)
Foto: ilustrasi Jerome Powell (Edward Ricardo/ CNBC Indonesia)
  • Risiko krisis semakin menjadi-jadidi negara dunia
  • Untuk meredakan inflasi kenaikan suku bunga dilakukan. Hingga kini, suku bunga tinggi masih menjadi 'momok' mengerikan.
  • Lantas negara mana saja yang mengalami kenaikan suku bunga secara agresif? 

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan suku bunga acuan masih menjadi momok dunia. Setelah invasi Rusia-Ukraina, harga bahan pangan dan energi pun jadi naik drastis sehingga menyebabkan inflasi. Untuk meredakan inflasi kenaikan suku bunga pun kemudian menjadi pilihan.

Kenaikan suku bunga selalu membawa masalah  bagi berbagai pihak, mulai dari perseorangan, perusahaan hingga negara. Tren kenaikan suku bunga tidak bisa dihindari sekarang ini mengingat inflasi membandel dimana-mana.

Lantas negara mana saja yang sudah mengambil langkah agresif untuk mengerek suku bunga demi meredam inflasi?

Argentina

Suku bunga acuan di Argentina adalah yang paling galak di dunia, bahkan lebih galak dibandingkan Amerika Serikat (AS). Bank Sentral Argentina pada 14 Agustus lalu melakukan pertemuan mendadak untuk mengerek tingkat suku bunga acuan sebesar 21%. Dengan kenaikan tersebut, kini tingkat suku bunga acuan Bank Sentral Argentina berada pada level 118%.

Kenaikan suku bunga untuk menahan penjualan besar-besaran mata uang Argentina oleh investor asing.

Sejak Maret 2022 hingga Agustus 2023, suku bunga acuan di Argentina terbang hingga 7800 bps dari 40% pada Maret 2022 menjadi 118% pada Agustus 2023.

Langkah kebijakan pengetatan moneter yang agresif diambil bank sentral, seiring dengan kesulitan yang dihadapi pemerintah Argentina dalam mengatasi inflasi. Pada April 2023, inflasi Argentina masih menembus level 100%, level tertinggi dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.

Pada Januari 2022 saja, suku bunga Argentina sudah berada di level 40%. Seiring berjalannya waktu, alih-alih menunjukkan penurunan nyatanya inflasi semakin menggila dan kebijakan suku bunganya juga mengekor.

Berdasarkan data Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), Argentina menjadi negara ketiga dengan kenaikan inflasi paling tinggi di dunia. Argentina hanya berada di belakang Venezuela dan Zimbabwe.

Selain meredam inflasi, Bank Sentral Argentina bertujuan kenaikan tingkat suku bunga acuan yang agresif akan mendorong investasi dalam mata uang peso. Hal ini kemudian diharapkan dapat membantu menstabilkan peso yang telah terdepresiasi sebesar 23 persen terhadap dollar AS sejak awal 2023.

Menjelang pemilihan presiden yang akan digelar pada Oktober mendatang, Menteri Keuangan Sergio Massa tengah fokus menghindari devaluasi mata uang yang lebih dalam dan meredam inflasi.

Massa saat ini memang menjadi salah satu kandidat potensial dari partai pihak ketiga. Akan tetapi, analis menilai pemerintah Argentina telah kalah dalam perang melawan inflasi. Hal ini terefleksikan dari laju inflasi yang terus melesat.

Turki

Bank sentral Turki mengambil langkah moneter ekstrem dengan mendongkrak suku bunga utama sebesar 250 bps menjadi 17,5% pada Juli. Langkah pengetatan ini melanjutkan kebijakan agresif bank sentral Turki yang mengerek suku bunga gila-gilaan sebesar 650 bps pada Juni 2023.

Keputusan yang diketuk Juni dan Juli tersebut merupakan imbas dari lonjakan inflasi Negara Bulan Sabit. Inflasi Turki melesat hingga menyentuh 85,51% (year on year/yoy) pada Oktober 2022. Inflasi sebenarnya sudah melandai menjadi 47,83% pada Juli 2023 tetapi bank sentral Turki mengatakan akan ada pengetatan moneter lebih lanjut secara bertahap sampai gambaran inflasi di negara tersebut membaik.

Kenaikan suku bunga 650 basis poin tersebut adalah yang pertama di negara itu sejak Maret 2021. Namun, besarannya masih di bawah ekspektasi analis yang meramalkan kenaikan hingga 1.150 basis poin menjadi 20%.

 

Meskipun kenaikan tersebut tergolong ekstrem, beberapa analis mengkritik langkah bank sentral karena tidak cukup jauh menaikkan suku bunga tersebut.

Lihat saja pada grafik, pergerakan suku bunga Turki memang sempat maju mundur. Namun melemahnya lira menjadi salah satu alasan untuk kembali mengerek suku bunga acuan negara tersebut.

Rusia

Bank sentral Rusia tampak galak menaikkan suku bunganya dalam setahun belakangan ini. Kabar terbaru menyebut bank sentral Rusia ini kembali menaikkan suku bunga utamanya sebesar 350 bps poin pada 15 Agustus 2023 menjadi 15%. Langkah ini diambil setelah nilai tukar rubel menyentuh level terendah dalam 17 bulan terakhir.

Bank sentral Rusia mengungkap bahwa keputusan yang dibuat ini tentunya untuk membatasi risiko stabilitas harga. Apalagi, sepanjang tahun ini, nilai tukar rubel turun 35% terhadap dolar AS lantaran perang Rusia-Ukraina.

Rubel memang sempat anjlok ke 102 per dolar AS pada awal pekan lalu. Namun, rubel kemudian bangkit ke 98 per dolar AS setelah pengumuman kenaikan suku bunga.

Sementara itu, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan penurunan rubel mencerminkan bahwa sanksi terhadap Rusia dan perang telah menyebabkan ekonomi Rusia terkuras.

 

Ekonom Capital Economics Liam Peach mengatakan depresiasi rubel adalah konsekuensi dari banyak faktor yang bergerak menyerang Rusia. Faktor tersebut antara lain anjloknya harga energi dan pendapatan ekspor, serta sulitnya menarik modal asing.

India

India, negara berkembang yang kerap jadi perbandingan Indonesia juga termasuk negara dengan suku bunga 'tergalak'. Gubernur Reserve Bank of India (RBI) Shaktikanta Das mengatakan tingkat inflasi di India telah moderat. Akan tetapi, bank sentral tidak dapat berpuas diri terhadap pelonggaran tekanan harga karena potensi ketidakpastian terkait cuaca masih ada.

Komite Kebijakan Moneter penentu suku bunga telah menaikkan suku bunga repo kebijakan sebesar 250 basis poin sejak Mei tahun lalu untuk meredam tekanan inflasi.Saat ini suku bunga acuan India berada di level 6,5%.

Selain menimbulkan risiko terbalik terhadap inflasi, El Nino juga dapat membebani pertumbuhan ekonomi India, Ketidakpastian geopolitik, penurunan perdagangan barang karena kontraksi dalam perdagangan global juga dapat menambah risiko penurunan pertumbuhan. Kenaikan suku bunga dan tekanan ekonomi lainnya cukup memukul perekonomian India.

Zona Eropa

Bank Sentral Eropa (ECB) kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 3,75% pada Kamis (27/7/2023) guna meredam inflasi yang telah membuat harga bahan pangan, tagihan utilitas dan liburan musim panas melambung tinggi. Bank Sentral Eropa tetap menerapkan kebijakan ini meskipun Bank Sentral Amerika memutuskan tidak menaikkan suku bunga pada Juni.

Ini merupakan kenaikan kesembilan kali berturut-turut sejak Juli 2022 yang diberlakukan di zona yang mencakup 20 negara pengguna mata uang euro.

Secara keseluruhan, ECB sudah mengerek suku bunga deposit facility rate sebesar 375 menjadi 3,75%.

Langkah ini merupakan bagian dari kampanye yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memperketat aliran kredit ke perekonomian seiring upaya Bank Sentral Eropa mengembalikan inflasi ke kisaran 2%.

Amerika Serikat (AS)

Dari Amerika Serikat (AS), bank sentral paling powerfull di dunia, The Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan menerapkan tingkat suku bunga tinggi untuk waktu yang lebih lama.
Kebijakan The Fed ini tentu menarik perhatian pasalnya kerap dijadikan salah satu acuan kebijakan negara lain, meskipun data ekonomi penting tetap menjadi tumpuannya.

Risalah dari pertemuan The Fed Juli yang dirilis pada Rabu juga menunjukkan sebagian besar pembuat kebijakan memprioritaskan pertempuran melawan inflasi. Hal ini semakin menjauhkan ekspektasi pasar mengenai pemangkasan suku bunga.

 

"Dengan inflasi yang masih jauh di atas tujuan jangka panjang Komite dan pasar tenaga kerja tetap ketat, sebagian besar peserta terus melihat risiko kenaikan yang signifikan terhadap inflasi dan tetap memerlukan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut," ungkap risalah dalam pertemuan FOMC.

Hal tersebut semakin menambah ketidakpastian di pasar, pasalnya The Fed melawan inflasi dengan menaikkan suku bunga. Oleh sebab itu, sikap The Fed tersebut di proyeksi pasar masih bisa ketat lagi untuk pertemuan selanjutnya di sisa akhir tahun ini.

The Fed sudah mengerek suku bunga sebesar 525 bps menjadi 5,25-5,50% sejak Maret 2022. The Fed mengambil kebijakan yang sangat hawkish setelah inflasi AS melonjak hingga menembus 9,1% (yoy) pada Juni 2022.


Berdasarkan perangkat CME Fedwatch, setelah risalah diumumkan, sebanyak 87,5% pasar bertaruh The Fed akan mempertahankan suku bunga, sedangkan sisanya yakni 12,5% memperkirakan adanya kenaikan pada pertemuan September mendatang.

Bagaimana dengan Indonesia?

Bank Indonesia (BI) juga tak kalah agresif menaikkan suku bunga acuan. BI sudah menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 225 bps sejak Agustus 2022.
BI bahkan mengerek suku bunga acuan sebesar 50 bps selama tiga bulan berturut-turut sejak September, Oktober, dan November 2022. Kenaikan selama tiga bulan tersebut adalah yang paling agresif sejak 2005.

Setelah agresif mengerek suku bunga, BI menahan suku bunga acuan sebesar 5,75% sejak Februari 2023.

BI mengerek suku bunga agresif pada Agustus 2022-Januari 2023 untuk menahan ekspektasi kenaikan inflasi yang melaju kencang setelah kenaikan harga BBM subsidi.
Inflasi Indonesia melonjak hingga menembus 5,95% pada September 2022 atau bulan di mana terjadi kenaikan harga BBM.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation