Ironis! Warga RI Doyan Beli Baju Tapi Industri Tekstil Mati

mae, CNBC Indonesia
10 August 2023 14:25
Informasi Buat Emak-emak, Cek Harga Pangan Usai Lebaran
Foto: Infografis/ Informasi Buat Emak-emak, Cek Harga Pangan Usai Lebaran/ Ilham Restu
  • Konsumsi pakaian dan alas kaki masyarakat Indonesia terbang ke level tertingginya selama 14 tahun
  • Industri pakaian, tekstil, dan alas kaki justru terus mengalami kontraksi
  • Pergerakan konsumsi dan industri pakaian dan alas kaki bisa jadi disebabkan impor

Jakarta, CNBC Indonesia - Konsumsi masyarakat Indonesia akan pakaian dan alas kaki melesat pada kuartal II-2023. Ironisnya, industri tekstil, pakaian, dan alas kaki malah ambles dan mengalami kontraksi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi pakaian, alas kaki, dan jasa perawatanya melesat 7,02% (year on year/yoy) pada kuartal II-2023.
Pertumbuhan setinggi itu belum pernah dicatat oleh BPS, setidaknya sejak 2010 atau 14 tahun terakhir.

Lonjakan pertumbuhan pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya pada April-Juni tahun ini memang sudah diprediksi. Pasalnya, ada dua momen Lebaran pada kuartal tersebut yakni Idul Fitri (akhir April) dan Idul Adha (akhir Juni).

Namun, pertumbuhan setinggi 7,02% jelas di luar dugaan mengingat belum pernah tercatat pada periode sebelumnya.
Pertumbuhan alas kaki, pakaian, dan jasa perawatannya pada kuartal II-2023 bahkan jauh lebih tinggi pada periode komoditas awal (2011-2013) ataupun periode sebelum pandemi.

Pada periode 2011-2013, pertumbuhan alas kaki, pakaian, dan jasa perawatannya berada di kisaran 5,68%. Sementara itu, industri tekstil dan pakaian jadi masih berada di angka 6,37%.
Industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaku tumbuh 3,58%.
Angka pertumbuhan industri pakaian jadi dan tekstil yang lebih tinggi dari konsumsinya ini bisa mencerminkan jika sebagian besar konsumsi dalam negeri bisa dipenuhi dari industri dalam negeri.

Perubahan mulai terasa sejak 2014 di mana industri tekstil, pakaian jadi, ataupun alas kaki terjun bebas. Industri tekstil dan pakaian jadi hanya tumbuh rata-rata 3,54% pada periode 2014-2019 atau sebelum pandemi.

Industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki rata-rata tumbuh 4,55%. Konsumsi pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya tumbuh 4,05%.
Data tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan yang masih berimbang di antara konsumsi dan produksi.

Perubahan drastis sangat terlihat setelah era pandemi Covid-19. Baik konsumsi dan produksi memang sama-sama jatuh ketika pandemi karena ekonomi Indonesia yang sempat terkoreksi pada 2020-2021.

Konsumsi pakaian dan alas kaki rata-rata tumbuh 1,29% pada 2020-2022. Industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki rata-rata tumbuh 2,98%. Namun, industri pakaian jadi dan tekstil terkontraksi 1,05%.

Industri pakaian jadi, tekstil, dan alas kaki sempat tumbuh double digit pada kuartal II dan III-2022. Namun, pertumbuhan lebih disebabkan kontraksi yang sangat dalam pada setahun sebelumnya.

Industri pakaian jadi dan tekstil terkoreksi double digit pada kuartal II-2020, kuartal IV-2020, dan kuartal I-2021. industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki terkontraksi sangat dalam yakni 19,75% pada kuartal II-2020.
Sebaliknya, konsumsi pakaian dan alas kaki hanya mengalami kontraksi di bawah 6%.

Ketika ekonomi sudah bergerak ke new normal, konsumsi masyarakat membaik dengan cepat. Sebaliknya, industri pakaian dan alas kaki masih tertatih-tatih.
Pada kuartal I-2023 dan II-2023, konsumsi pakaian jadi dan alas kaki sudah tumbuh 3,98% dan 7,02%.

Sebaliknya, industri tekstil dan pakaian ataupun industri alas kaki masih terkontraksi dalam dua kuartal terakhir.
Padahal, kenaikan konsumsi dalam negeri seharusnya dibarengi dengan peningkatan pertumbuhan di sektor industri pendukungnya.

Pergerakan konsumsi dan industri pakaian dan alas kaki yang tak sejalan ini bisa disebabkan oleh besarnya impor serta ketidakmampuan industri dalam negeri memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Bank Central Asia (BCA) dalam laporannyaChina's warehouses are full, and it is spilling over to the global economy menejalskan ada fenomena
Tiongkok mengobral produk mereka karena tingginya pasokan serta lemahnya permintaan dari dalam negeri.

Ekonom senior BCA Barra Kukuh Mamia menjelaskan tingginya inventori bisa membuat perusahaan China melakukan "clearance sale" untuk mengurangi inventori. Mereka akan mengekspor produk mereka dengan harga diskon demi mengurangi tumpukan pasokan.

"Clearance sale" yang dilakukan China di satu sisi bisa menciptakan disinflasi pada barang impor Tiongkok. Disinflasi di satu sisi akan berdampak positif ke Indonesia karena imported inflation tidak terlalu tinggi.

Namun, di sisi lain, murahnya produk China juga menjadi ancaman karena bisa membanjiri pasar Indonesia.

"Banjirnya produk murah China memang bagus untuk konsumsi negara importir tetapi bisa merugikan industri lokal dalam jangka panjang," tutur Barra dalam laporannya China's warehouses are full, and it is spilling over to the global economy.
Barra menjelaskan disinflation berdampak besar terhadap Indonesia yang mengimpor produk China dalam jumlah besar.

Dalam catatan BCA, industrii tekstil dan logam terpukul oleh banjirnya produk murah China.

dari 98 kategori barang Harmonized System (HS) sebanyak 41 kelompok barang mengalami kenaikan impor dengan harga yang lebih murah.
Industri tekstil Indonesia sangat kuat dari apparel dan fiber buatan manusia tetapi sangat bergantung pada impor untuk kapas dan bahan fabric.

Namun, impor untuk fiber buatan tangan dan apparel justru naik.
Impor untuk serat buatan manusia melonjak 14,2% (yoy) pada kuartal I-2023 tetapi secara harga atau ongkos turun 23,9%.

Impor apparel dan rajutan melonjak 24,7% (yoy) pada Januari-Maret 2023 tetapi secara nilai turun 36,6%.
"Kenaikan impor seharusnya menjadi alaram bagi prospek industri ke depan," tutur Barra.

Impor produk dari ChinaFoto: BCA
Impor produk dari China

Barra menambahkan pergerakan konsumsi dan industri pakaian dan alas kaki yang tidak sejalan ini karena kondisi sektor tekstil dan pakaian jadi tengah bermasalah.

"Perlu diingat juga bahwa sektor tekstil domestik kita banyak mengalami debt overhang di masa pandemi, jadi kemampuannya untuk ekspansi mengejar demand konsumen relatif terbatas. Mau tidak mau harus dapat dari impor," tutur Barra, kepada CNBC Indonesia.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]



(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation