
Rupiah Stabil, Ternyata Aksi Jokowi Ini Jadi Kuncinya!

- Hilirisasi merupakan proyek kebanggaan Pemerintah dan menjadi arah kebijakan pemerintah untuk dapat meningkatkan nilai tambah dalam negeri.
- Gonjang-ganjing pasca invasi Rusia-Ukraina sukses membuat negara-negara di dunia tertekan.
- Hilirisasi juga diyakini bisa mempertahankan nilai tukar rupiah, terbukti setahun terakhir rupiah masih menguat 3,6% terhadap dolar Amerika Serikat.
Jakarta, CNBC Indonesia - Gonjang-ganjing pasca invasi Rusia-Ukraina sukses membuat negara-negara di dunia tertekan. Inflasi menggila dan suku bunga meninggi, tak terkecuali Indonesia. Negara di dunia harus ikut menaikkan suku bunga karena The Fed juga ikut menggila. Namun perlu diketahui, rupiah tetap menunjukkan keperkasaannya setahun belakangan ini. Apa rahasianya?
Melansir dari Refinitiv, hingga perdagangan Selasa (25/7/2023) rupiah menguat 0,20% secara harian ke posisi Rp 14.990/US$ atau kembali bergerak di bawah level psikologis Rp 15.000/US$. Nilai tukar rupiah yang akhirnya menguat menjadi angin segar karena mata uang RI sempat melemah dan stagnan pada dua hari perdagangan terakhir.
Dilihat secara year-to-date (ytd) nyatanya rupiah masih menguat 3,6% di tengah gonjang-ganjing ekonomi global. Posisi penguatannya bahkan lebih besar dari Euro, Rupee India, dan Dolar Singapura.
Bagaimana Hilirisasi Menjaga Nilai Tukar Rupiah?
Sejak dua tahun terakhir, industri pertambangan nasional mengalami lompatan cukup tinggi. Hal ini berkat komitmen pemerintah yang serius untuk melakukan hilirisasi bahan tambang. Secara bertahap, pemerintah terus melakukan penghentian ekspor bahan tambang mentah, dimulai dari nikel dan terbaru bauksit. Selanjutnya, pemerintah juga berencana untuk menghentikan ekspor konsentrat tembaga, hingga timah.
Hilirisasi merupakan strategi pemerintah guna meningkatkan nilai tambah komoditas yang dimiliki suatu negara. Sepertinya pemerintah betul-betul meyakini bahwa hilirisasi akan menjadi lompatan besar peradaban negara. Sebab, Indonesia dinilai sudah lama bergantung pada komoditas mentah yang kurang memiliki nilai tambah.
Dengan rencana hilirisasi pertambangan dan ekosistem kendaraan listrik, nikel Indonesia kini menjadi primadona. Seperti diketahui, nikel menjadi bahan baku utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.
Sebagaimana diketahui, kebijakan pemerintah untuk fokus mendorong hilirisasi nikel mulai membuahkan hasil dalam mendorong perekonomian daerah dan nasional. Ekspor produk nikel dan investasi sektor ini melonjak pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, hilirisasi nikel jadi krusial agar Indonesia bisa mengambil kesempatan masuk dalam rantai pasok pengembangan kendaraan listrik dunia.
Itulah sebabnya, Luhut kerap memberikan pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar. Sehingga, seharusnya tidak bisa didikte oleh siapapun.
Hilirisasi Indonesia terhitung sukses lantaran sebelum hilirisasi berjalan, di tahun 2017 - 2018, nilai ekspor bijih nikel hanya mencapai US$ 3 miliar atau Rp 46,5 triliun (kurs Rp 15.500 per US$).
Ketika hilirisasi berjalan nilai ekspor dari nikel di tahun 2021 sudah mencapai US$ 20,9 miliar atau sekitar Rp 323 triliun.
"Menurut data perdagangan dan Kemenko, kami Insya Allah akan menutup 2022 ekspor nikel bisa mencapai US$ 27 - US$ 30 miliar (Rp465 triliun) dari dampak hilirisasi," ucapnya.
Jika dilihat sepanjang tahun 2022, nilai ekspor nikel berhilirisasi mampu menghasilkan nilai tambah yang fantastis.
Tercatat nilai ekspor nikel pada tahun 2022 tembus hingga US$ 33 miliar atau mencapai Rp 514,3 triliun. Realisasi itu naik signifikan dari yang tahun 2021 mencapai US$ 20,9 miliar, bahkan dari tahun 2018-2019 yang hanya US$ 3,3 miliar.
Terbaru, BPS melaporkan nilai ekspor produk olahan hilirisasi bijih nikel mencapai US$ 4,98 miliar atau sekira Rp74,3 triliun sepanjang kuartal I-2023. Komoditas lanjutan tersebut berupa feronikel, nickel matte, dan nickel pig iron atau NPI.
Jika dilihat secara rinci, total nilai ekspor feronikel pada Januari hingga Maret 2023 mencapai US$ 3,75 miliar, dengan mayoritas pembeli dari China senilai US$ 3,65 miliar. Sisanya dikirim ke India dan Korea Selatan dengan nilai transaksi masing-masing US$ 45,2 juta dan US$ 29,8 juta.
BPS juga melaporkan realisasi ekspor komoditas nikel matter sepanjang kuartal I-2023 tahun ini mencapai US$ 1,22 miliar atau sekira Rp 18,2 triliun. Sebagian besar transaksi penjualan berasal dari Cina sebesar US$ 656,7 juta dan Jepang senilai 363,2 juta. Cina juga menjadi eksportir terbesar dari produk NPI dengan nilai US$ 7,5 juta.
Maka bisa diakui bahwa industri pertambangan di Tanah Air memiliki potensi luar biasa untuk dikembangkan lebih lanjut melalui proses hilirisasi. Tentunya, dengan membentuk ekosistem industri yang menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi dengan produk yang lebih kompetitif.
Peningkatan ekspor dari hasil hilirisasi industri pertambangan ini telah membantu menciptakan surplus neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Ujungnya, berdampak positif pada stabilitas nilai tukar rupiah dan indikator ekonomi makro.
![]() Escaping Growth Trap |
Target selanjutnya dari pemerintah sendiri adalah mengintegrasikan hilirisasi ke tahap yang lebih lanjut untuk dapat menarik investasi lebih besar. Meskipun demikian, salah satu tantangan utama dari percepatan industri pertambangan domestik adalah besarnya investasi yang dibutuhkan.
Setidaknya, proyek hilirisasi dalam industri pertambangan memiliki biaya yang cukup besar, di atas US$ 1 miliar. Oleh sebab itu, selain modal ekuitas, juga dibutuhkan pinjaman dari bank.
Sejauh ini, dukungan utama investasi lembaga keuangan internasional berasal dari Tiongkok. Nilainya amat signifikan untuk proyek hilirisasi di Indonesia. Tidak hanya itu, bank-bank dalam negeri juga ikut aktif dalam pembiayaan tersebut, dengan rata-rata 30% modal ekuitas investor dan sisanya berasal dari pinjaman bank.
Usai nikel berhasil, saat ini, Indonesia sedang menyiapkan untuk mengembangkan hilirisasi bauksit, timah dan tembaga. Saat ini pemerintah juga sudah melarang ekspor bauksit per 11 Juni 2023 lalu. Ke depan, ekspor mineral mentah lainnya juga akan dilarang.
Dengan potensi yang dimiliki Indonesia dan optimisnya pemerintah untuk melanjutkan 'jalan terjal' hilirisasi ini, maka bisa diyakini aliran modal asing akan terus mengalir ke dalam negeri seiring dengan persepsi investor terhadap prospek ekonomi Indonesia dan peningkatan outlook sovereign credit rating Indonesia oleh lembaga pemerintah dari stabil ke positif.
Kebijakan moneter untuk memperkuat rupiah diarahkan kepada kebijakan insentif makro diperkuat untuk mendorong kredit salah satunya pada sisi hilirisasi. Kebijakan hilirisasi komoditas yang tengah digenjot pemerintah berdampak positif pada semua bidang, termasuk penguatan rupiah.
Bersamaan dengan aturan terbaru devisa hasil ekspor (DHE), nantinya diharapkan ada penguatan. Maka, kebijakan hilirisasi bisa mendatangkan investasi karena adanya kenaikan demand dan produksi. Sehingga modal kerja masih dibutuhkan investasi dibutuhkan karena demand kita mulai naik. Jadi, kalau demand naik, otomatis investasi juga meningkat signifikan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)