Makin Perkasa, Ini Alasan Dolar AS Tak Terbendung

rev, CNBC Indonesia
12 July 2023 16:10
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia Dolar AS sebagai mata uang primadona dunia kembali memamerkan taringnya dengan rentetan penguatan belakangan ini, meski kondisi makroekonomi global yang variatif.

Merujuk data Refinitiv, sejak 1 Maret 2022 hingga 12 Juli 2023, kenaikan indeks dolar AS (DXY) sebesar 4,11% menjadi 101,41. Meskipun sejak September 2022 DXY mengalami penurunan dari puncaknya, namun dalam jangka panjang, DXY menguat secara cukup konsisten.

Tingginya nilai DXY tak lepas dari kenaikan suku bunga dan inflasi yang terjadi lantaran perang Rusia-Ukraina. Hingga pada Juni 2022, inflasi AS sempat menyentuh 9,1% (year-on-year/yoy) dan pada akhirnya melandai secara bertahap hingga 4,0% pada Mei 2023.

Meskipun inflasi AS telah mengalami penurunan dengan signifikan, namun bukan berarti Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) sudah menang melawan inflasi.

Gubernur The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa ia sangat berkomitmen untuk mengembalikan inflasi ke target 2%. Ia menambahkan bahwa akan tetap di jalur sampai pekerjaan selesai.

Untuk mewujudkannya, suku bunga mengalami lonjakan terjadi sebesar 25 basis points (bps) dari 0,25% menjadi 0,50% pada Maret 2022. The Fed secara konsisten terus menaikkan suku bunganya dan hingga Juni 2023 berada di angka 5,25%. Secara total, The Fed telah menaikkan suku bunga 10 kali dengan total 500 bps.

Dalam pengumuman kebijakan moneter (Juni 2023), The Fed merilis dot plot yang berisi bahwa suku bunga akan dinaikkan di sisa tahun 2023. Dot plot menunjukkan bahwa suku bunga bisa 5,60% atau 5,50% hingga 5,75%. Artinya, masih ada peluang untuk dua kali kenaikan suku bunga 25 basis poin lagi.

Hal mengejutkan lainnya adalah bahwa suku bunga akan ditahan tetap cukup tinggi dalam waktu yang lama dan pemangkasan suku bunga akan dilakukan ketika inflasi telah mencapai target yang ditetapkan.

Sebagai informasi, The Fed mengisyaratkan menaikkan suku bunga sebanyak dua kali lagi ke depannya. Menurut data perangkat FedWatch, milik CME Group, di pasar telah bergerak lebih tinggi mengikuti pernyataan Powell ke kisaran 5,50%-5,75%.

Indikator Ekonomi AS

Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) yang dirilis oleh Bureau of Labor Statistics (BLS) AS mengungkapkan perubahan jumlah lowongan pekerjaan, di samping jumlah PHK dan berhenti kerja.

Data JOLTS per Mei 2023 tercatat turun 4,81% menjadi 9,82 juta. Nilai yang lebih rendah mengindikasikan positif bagi suatu negara karena terjadinya penurunan permintaan untuk pekerja. Tingkat pengangguran pun mengalami penurunan sebesar 2,7% menjadi 3,6% yang berarti semakin sedikitnya masyarakat yang menganggur dan data yang rendah mengindikasikan positif bagi USD.

Klaim pengangguran awal yang mengajukan permohonan asuransi pengangguran untuk pertama kali selama pekan lalu menunjukkan kenaikan 8,59% menjadi 254 ribu. Hal ini menjadi kurang baik bagi USD sehingga diharapkan agar data ini mengalami penurunan.

Sedangkan data ketenagakerjaan non pertanian membukukan penurunan menjadi 209 ribu. Implikasinya bahwa terjadinya perlambatan dari segi pertumbuhan ekonomi di AS yang berujung pada melemahnya nilai USD.

Kondisi Indonesia

Di sisi lain, sentimen negatif yang mendorong melemahnya nilai Rupiah yakni terjadinya capital outflow. Berdasarkan data transaksi 3 - 6 Juli 2023, nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp1,85 triliun terdiri dari jual neto Rp 2,44 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 0,59 triliun di pasar saham. Selain itu, penurunan yield Surat Berutang Negara (SBN) 10 tahun turun ke 6,18% pada Kamis (6/7/2023).

Data penyaluran simpanan dari bank umum, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), mencatat simpanan devisa (dalam valas) sepanjang tahun ini (year to date/ytd) turun 6,4 persen menjadi Rp 1,159 triliun pada Mei 2023. Jumlah tersebut berasal dari 2.754.705 rekening dan menyumbang 14,4 persen dari nominal simpanan Rp 8.050 triliun.

Seperti diketahui, pada 26 Mei 2023, LPS memutuskan untuk menahan bunga penjaminan simpanan valas sebesar 2,25 persen. Suku bunga ini berlaku mulai 1 Juni 2023 hingga 30 September 2023.

Meskipun Rupiah berpotensi mengalami apresiasi, namun Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (10/7/2023), menegaskan jika akan terus memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar melalui triple intervention dan operation twist.

Ia pun memperkirakan akan masuknya aliran modal asing seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat inflasi rendah dan imbal hasil aset keuangan domestik yang masih menarik.

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation