CNBC Indonesia Research

Sektor Riil Kesana, Keuangan Kesini, Pak Jokowi Mau Kemana?

mae, CNBC Indonesia
12 July 2023 10:40
Lapor Pak Jokowi! Ekonomi Indonesia Salip AS, Eropa & China
Foto: Infografis/ Ekonomi Indonesia Salip AS, Eropa & China/ Ilham Restu
  • Sektor keuangan Indonesia melaju cepat dalam 10 tahun terakhir
  • Perkembangan sektor keuangan tidak sejalan dengan sektor riil yang justru melandai
  • Ketimpangan sektor riil dan sektor keuangan menimbulkan banyak masalah terutama instabilitas ekonomi

Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan sektor keuangan dan sektor riil Indonesia pada pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) kurang berjalan selaras. Sektor keuangan yang berlari kencang malah kurang mampu menopang perkembangan sektor rill yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS), Lembaga Penjamin Sosial (LPS) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia (BI) menunjukkan pesatnya pertumbuhan sektor keuangan dalam 10 tahun terakhir.

Pesatnya perkembangan sektor keuangan tercermin dari kapitalisasi pasar saham Indonesia yang melaju kencang, tabungan masyarakat yang semakin membesar, pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga yang pesat, hingga kepemilikan perbankan ataupun individu pada Surat Berharga Negara (SBN).



Data OJK menunjukkan nilai kapitalisasi pasar bursa Indonesia hanya berada di angka Rp 801,25 triliun pada 2005. Nilai tersebut membengkak 1.085,54% menjadi Rp 9.499,14 triliun pada akhir 2022.
Sepanjang 2005-2022 atau 17 tahun, kapitalisasi bursa saham Indonesia rata-rata tumbuh 18,8%.

Merujuk pada data LPS, simpanan masyarakat pada Juli 2013 tercatat Rp 3.447,44 triliun. Angka tersebut melonjak 138% menjadi Rp 8.202,93 triliun pada Desember 2022 atau kurang dari 10 tahun.
Pada periode yang sama, pertumbuhan kredit rata-rata mencapai 8,92%.


Kepemilikan investor ritel pada SBN juga melonjak terus dari Rp 25,17 triliun atau sekitar 2,76% dari total menjadi Rp 344,3 triliun atau sekitar 6,48% per akhir 2022.
Data BPS juga mencatat jika pertumbuhan sektor jasa keuangan tumbuh sekitar 5,4% pada 2013-2022.
Perkembangan positif tersebut seharusnya bisa mendukung perkembangan sektor rill seperti pertanian, pengolahan, hingga perdagangan.

Namun, pertumbuhan sektor riil justru jauh tertinggal dibandingkan jasa keuangan. Padahal, sektor tersebut merupakan penyumbang tenaga kerja terbesar bagi Indonesia.

Bila ditotal maka jumlah pekerja dari sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan, sektor pengolahan, dan sektor perdagangan menyentuh 85,76 juta orang. Jumlah tersebut setara dengan 61,9% dari total pekerja di Indonesia.


Sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan merupakan penyumbang tenaga kerja terbesar yakni 40,69 juta. Sementara itu, sektor keuangan hanya menyumbang 1,6 juta jiwa.
Ketimpangan sektor riil setidaknya tercermin dari pertumbuhan sektor tersebut.

Pada periode 2013-2022, rata-rata sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan tumbuh 3,29%, sektor perdagangan besar tumbuh 3,66%, dan sektor industri pengolahan non-migas tumbuh 3,97%.
Pada periode yang sama, sektor jasa keuangan tumbuh 5,39%.


Jumlah simpanan masyarakat yang membengkak di bank juga kurang bermanfaat bagi penyaluran kredit di perbankan.
Pertumbuhan kredit di sektor pertanian dan peternakan sejak Januari 2019-Mei 2023 atau empat tahun lebih mencapai 4,27%.
Pertumbuhan kredit sektor pengolahan tumbuh 5,18% sementara sektor perdagangan menyentuh 2,75%.
Sebaliknya, sektor keuangan dan real estate mampu mencapai 12,87%.

Pertumbuhan yang lebih rendah di sektor riil sementara di sisi lain simpanan masyarakat terus meningkat artinya dana masyarakat yang terkumpul kurang maksimal manfaatnya kepada kehidupan masyarakat secara langsung.

Jika pertubuhan kredit sektor riil meningkat maka ada kemungkinan perusahaan di sektor riil akan lebih ekspansif sehingga penyerapan tenaga kerja lebih tinggi lagi.


Pesatnya pertumbuhan sektor riil tentu juga memberi banyak manfaat tetapi dampak yang dihasilkan tidak akan sebesar sektor riil.
Terlebih, sektor keuangan menyimpan 'bara' dalam bentuk instabilitas perekonomian.

Sektor keuangan rawan dengan capital outflow, spekulan, bubble economic, hingga ketidakpastian. Pasar keuangan seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan pasar saham mudah terekspos oleh gejolak luar negeri.
Dengan capat, dananya bisa keluar sehingga menimbulkan instabilitas ekonomi.
Hal ini berbeda dengan sektor riil di mana penanam modalnya tidak bisa pergi dengan cepat karena memiliki banyak aset mulai dari pabrik hingga pekerja.

Ketimpangan sektor riil dan jasa keuangan juga masih menjadi masalah besar di Indonesia di mana akses masyarakat ke sektor keuangan masih timpang. Tingkat akses masyarakat ke perbankan atau jasa keuangan itu 76,19% tetapi tingkat literasinya masih di level 38,03%. Tingkat akses tabungan jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia yang mencapai 90%. 
Ketimpangan ini menunjukkan jika pertumbuhan sektor keuangan tidak bisa dinikmati semua masyarakat. Alhasil masyarakat lebih memilih akses yang lebih cepat jalur informal seperti pinjaman online (pinjol) ilegal.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation