Tanpa 'Modal' Ini, Bonus Demografi RI Bisa Jadi Petaka

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
06 July 2023 09:40
Infografis, Menyambut Peluang Bonus Demografi
Foto: Infografis/ BPJS Jamsostek/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia disebut-sebut tengah menikmati bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak daripada usia tidak produktif.

Rasio ketergantungan atau dependency ratio kependudukan Indonesia sebesar 44,67%, atau ad 44-55 orang non-produktif di setiap 100 penduduk-data Badan Pusat Statistik 2022.

Seharusnya bonus demografi dapat menjadi modal utama Indonesia untuk Indonesia segera keluar dari jebakan negara berkembang atau middle income trap.

Namun, data dan fakta menunjukkan kualitas bonus demografi Indonesia saat ini masih kurang baik. Tingkat pengangguran pemuda berusia antara 15-30 tahun konsisten tinggi sejak 2015 hingga 2022 rata-rata 14,1% versus pengangguran semua umur 5,8%.

Data ini diperjelas dengan proporsi usia pengangguran yang tahun lalu berjumlah 7,99 juta orang, dimana anak muda usia 15-24 mendominasi sebesar 46% sementara usia 25-59 sebesar 23%.

Kajian riset investigasi CNBC Indonesia Research juga menyebut pemuda perempuan berpotensi untuk terjebak pada dunia hitam prostitusi online yang semakin marak terjadi.

Kesimpulannya, praktik asusila dan penipuan sebagai bagian dari aktivitas underground economy atau ekonomi bawah tanah di Indonesia meningkat, dipacu oleh booming ekosistem digital-media sosial, tren pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pengangguran tinggi generasi Z. Nilai bisnis prostitusi di Indonesia diperkirakan CNBC Indonesia Research mencapai sekitar Rp 91 triliun setiap tiga bulan sekali!

Yanuar Rizky, Ekonom Aspirasi Indonesia Research Institute mengatakan fenomena prostitusi online saat ini sama saja dengan fenomena 'demi content' di aplikasi media sosial seperti Tiktok. Menurutnya, ada yang salah dalam konsumsi pasar digital Indonesia.

"Kita terlena dengan digitalisasi, dan yang terjadi flexing digital sebagai pekerjaan. Kita perlu merenung, ecosystem digital adalah membenahi sektor riil, dan digital adalah medium akselerasi. Akselerasi tanpa sektor riil, ya "kaya wacana, miskin implementasi"," kata Yanuar mengomentari situasi sosial-ekonomi anak muda di arus deras digitalisasi.

Ekonom dan juga Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ukay Karyadi mengatakan untuk membangun sebuah perekonomian yang sehat dibutuhkan ekosistem ekonomi yang juga sehat. Ini akan membantu para pelaku ekonomi akan tumbuh dan berkembang, meski minim program bantuan atau sejenisnya.

"Bonus demografi akan bermanfaat, bila SDM produktif ada di ekosistem ekonomi yang sehat. Tanpa itu, hanya akan melahirkan generasi frustasi, dan akhirnya banyak yg mengambil jalan pintas," kata dia.

Alternatif Solusi Tiga Kebijakan

Ekonom senior, mantan Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Nanang Hendarsah mengatakan bonus demografi harus dimanfaatkan, karena bila dibarengi dengan kebijakan yang tepat akan mengurangi beban ekonomi negara di mana populasi penduduk non-produktif semakin kecil, sementara roda perekonomian semakin terpacu karena kontribusi ekonomi dari penduduk usia produktif yang sedang tumbuh.

"Tiga kebijakan esensial mutlak diperlukan untuk mendorong ekonomi tumbuh berkesinambungan dari sisi produksi (supply side)," kata dia.

Pertama pasokan tenaga kerja (labor supply) yang berkualitas (high skill). Negara harus mendorong kebijakan untuk memperluas kapasitas pasar tenaga kerja agar bisa menyerap penduduk terutama usia kerja muda yang sedang tumbuh pesat. Dengan masih rendahnya kapasitas pasar dalam penyerapan tenaga kerja muda saat ini, tingginya penduduk usia kerja justru menjadi pukulan telak karena pengangguran akan semakin meningkat

Kedua, kapasitas tabungan (saving rate) agar Indonesia tidak terlalu tergantung pada pembiayaan luar negeri (external financing) dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) dan portfolio inflows yang rentan mengalami pembalikan. Indonesia, kata Nanang, masih merupakan negara dengan saving rate yang rendah.

Ini terbukti dari besarnya ketergantungan Indonesia pada FDI untuk memperbesar kapasitas produksi di sektor riil. Semakin memperbesar FDI akan semakin besar outflows dalam bentuk keluarnya dividen sebagai faktor laten penyumbang defisit pada neraca transaksi berjalan (Current Account).

"Indonesia juga masih tergantung pada portfolio inflows yang rentan berbalik arah, karena belum berkembangnya pasar keuangan domestik,"

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memang bisa menutup defisit neraca transaksi berjalan tersebut karena sedang menikmati tingginya harga komoditas terutama CPO dan batubara.

Namun, perlu diwaspadai "boom cycle" pada sektor ekstraktif (SDA) ini tidak akan langgeng karena akhirnya juga akan diikuti "burst cycle". Selain itu, harga komoditas yang sedang tinggi saat ini juga memberikan kontribusi bagi penerimaan negara sehingga turut memperkuat postur APBN.

Tabungan juga dapat dilihat dalam konteks di mana negara menyediakan tabungan nasional saat penduduk usia kerja memasuki masa pensiun. "Sayangnya Indonesia juga masih tertinggal dalam pengembangan industri dana pensiun dan industri asuransi untuk memastikan kesejahteraan kaum muda saat ini yang berlimpah memasuki masa depan," ungkap Nanang.

Ketiga, kualitas SDM, yaitu pengembangan kualitas pendidikan dan kesehatan dari manusia itu sendiri. Peringkat investasi di bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan (human capital) juga saat ini masih berada di peringkat yang terbilang rendah dibandingkan negara lain. "Ketika Indonesia saat ini masuk dalam jendela kesempatan bonus demografi, tampaknya kita masih butuh kerja keras untuk memenuhi tiga kebijakan paling esensial di sisi produksi tersebut," katanya.

Sebaliknya pemacu pertumbuhan saat ini lebih mengandalkan pada sisi permintaan domestik (domestic demand) terutama konsumsi. Tidak dapat dipungkiri, generasi muda yang sekarang mendominasi kebangkitan kelas menengah di Indonesia semakin tergantung pada produk produk high tech (terutama gadget) di mana sebagian besar harus di impor, yang pada gilirannya akan membuat neraca pembayaran (Balance of Payment) yang saat ini masih tergantung pada external financing (terutama foreign portfolio inflows) semakin rentan terhadap meredupnya kembali harga komoditas.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Strategi Tingkatkan Skill Tenaga Kerja Hadapi Era Bonus Demografi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular