CNBC Indonesia Research

Kenikmatan Kades Bisa Jadi 'Bom Penghancur' RI

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
06 July 2023 09:10
Aksi unjuk rasa ratusan kepala desa di depan Gedung Parlemen Senayan, Selasa (17/01/2023). Massa menuntut perpanjangan masa jabatan dari enam tahun menjadi sembilan tahun. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Aksi unjuk rasa ratusan kepala desa di depan Gedung Parlemen Senayan, Selasa (17/01/2023). Massa menuntut perpanjangan masa jabatan dari enam tahun menjadi sembilan tahun. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
  • Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati, untuk menjadikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa.
  • RUU ini kemudian dibawa untuk disahkan menjadi undang-undang dalam sidang paripurna.
  • Ada beberapa poin penting yang menjadi sorotan. Setidaknya masa jabatan dan dana desa. Lantas bagaimana urgensinya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati, untuk menjadikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa untuk disahkan menjadi UU dalam sidang paripurna. DPR menyetujui RUU Perubahan Kedua Undang-udang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa untuk menjadi RUU usulan inisiatif DPR.

Langkah selanjutnya tentu kita menunggu bagaimana pemerintah merespon usulan tersebut dari DPR guna menindaklanjuti kepada pembahasan berikutnya.

Sebagai informasi, revisi UU Desa merupakan kumulatif terbuka sebagai dampak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XXI/2023. Meskipun tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2023, revisi UU Desa dapat dimulai sebagai konsekuensi dari putusan MK tersebut.

Adapun sejumlah perubahan yang terkandung di dalam rancangan tersebut adalah perubahan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun untuk 3 periode, menjadi 9 tahun untuk 2 periode. Selain itu juga disetujui pemberian uang pensiun kepada Kepala Desa yang sudah purnatugas, dan penetapan kepala desa melalui musyawarah mufakat bila hanya ada satu calon.

 

Perubahan periodisasi kepala desa tersebut bertujuan memberikan waktu kepada kepala desa terpilih untuk melakukan konsolidasi karena efek pilkades.

Pertimbangan perpanjangan masa jabatan kepala desa adalah untuk menjaga stabilitas. Ia menyebut gesekan akibat pemilihan kepala desa (pilkades) kerap mengganggu stabilitas desa.

Memang, ada tiga hal pokok yang perlu disikapi bersama oleh Panja RUU Desa. Pertama, menyangkut upaya meningkatkan kesejahteraan kepala desa maupun aparat desa. Kedua, terkait perubahan komposisi masa jabatan kepala desa.Ketiga adalah soal besaran dana desa.

Selain Masa Jabatan Kades, Dana Desa Diusulkan Naik 20%

Selain perubahan masa jabatan, poin penting lainnya yang diusulkan berkaitan dengan dana desa. Salah satu bagian terpenting dalam membangun desa.

Rapat Panja Baleg sebelumnya telah menyetujui kenaikan dana desa sebesar 20% dari dana transfer daerah. Sebelumnya dana desa berada di kisaran 8,3% dari dana transfer daerah.

Revisi UU Desa mengatakan pada 2023, alokasi dana transfer daerah sekitar Rp 800 triliun. Anggaran itu kemudian dibagi kepada 74.000 desa sehingga rata-rata dana desa yang diperoleh tiap desa mendapatkan Rp 1,1 miliar sampai dengan Rp 1,3 miliar per tahun.

Kenaikan besaran dana desa ini tentu dipertimbangkan dan harus menyesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.
Secara tujuan UU Desa ini memang mendorong kesejahteraan desa. Lantas bagaimana perkembangan desa di Indonesia saat ini sehingga tampak begitu perlu perbaikan dengan revisi UU desa ini?

Pertama, kalau kita lihat dari sisi desa tertinggal di Tanah Air.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mencatat, terdapat 4.982 desa sangat tertinggal di Indonesia pada 2022.

Jumlah tersebut setara dengan 6,65% dari total desa yang memiliki status Indeks Desa Membangun (IDM) sebanyak 74.955 desa.

Dibadingkan dengan tahun 2021, jumlah desa sangat tertinggal telah berkurang 11,81%. Pada 2021, Kemendes mencatat ada 5.649 desa yang memiliki status sangat tertinggal.

Sementara, jika dilihat berdasarkan wilayah, ada 18 provinsi yang masih memiliki desa sangat tertinggal pada 2022. Papua menjadi provinsi yang paling banyak memiliki desa sangat tertinggal, yakni 3.450 desa.

Sebagai informasi, desa sangat tertinggal ini merupakan desa yang mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuk dan rentan terhadap konflik sosial, goncangan ekonomi, serta bencana alam. Adapun, desa sangat tertinggal memiliki IDM lebih kecil dari 0,4907 poin.

Namun sebaliknya, melihat data Kemendes PDTT dari 73.954 desa yang ada di Indonesia, sebanyak 20.249 di antaranya telah masuk kategori maju pada tahun ini. Ada pula 6.238 desa mandiri di Indonesia pada 2022.

Hal ini bisa terlihat dari laporan Indeks Desa Membangun (IDM) yang dirilis Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Berdasarkan data di atas, ada 6.238 desa mandiri di Indonesia pada 2022. Angka ini naik 90,29% dibandingkan pada 2021 yang sebanyak 3.278 desa mandiri.

Sementara, Indonesia masih memiliki 33.881 desa berkembang. Jumlahnya turun 11,04% dibandingkan pada tahun lalu yang sebanyak 38.086 desa berkembang.

Sebagai informasi, desa bisa masuk kategori mandiri memiliki nilai IDM >0,8155. Desa maju memiliki nilai IDM ≤0,8155 dan >0,7072. Lalu, desa berada di kategori berkembang jika memiliki skor IDM ≤0,7072 dan >0,5989. Desa yang memiliki IDM ≤0,5989 dan >0,4907 termasuk dalam kategori tertinggal.

Sedangkan, desa dengan IDM ≤0,4907 masuk kategori sangat tertinggal.
Adapun, IDM merupakan indeks komposit dari Indeks Ketahanan Sosial (IKS), Indeks Ketahanan Ekonomi (IKE), dan Indeks Ketahanan Lingkungan (IKL). IDM dibentuk dengan tujuan menetapkan status kemajuan dan kemandirian desa.

Jika melihat data ini, secara garis besar sebetulnya masih banyak PR penting bagi para stakeholder dengan merealisasikan program-program pemerintah untuk kembali kepada tujuan awal yakni 'Desa yang berdaya, desa yang mandiri, yang untuk mewujudkan pemerataan pembangunan. Sehingga denyut ekonomi masyarakat di desa bergeliat.

Pada dasarnya setiap kebijakan itu baik terutama pada penambahan masa jabatan Kepala Desa dan Dana Desa.
Namun, perlu diminimalisir pula dampak negatif dari perpanjangan masa jabatan ini. Bagaimanapun, perpanjangan jabatan kades juga berisiko menimbulkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Desa Masih Diselimuti Sejumlah Masalah

Tata kelola keuangan yang masih eksklusif hingga korupsi kerap membayangi stakeholder desa. Akibatnya, pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa belum optimal.

Oleh karena itu, pengambil kebijakan, baik itu eksekutif maupun legislatif, seharusnya fokus urun rembuk membenahi regulasi dan sistem yang efektif meningkatkan kemajuan pembangunan desa.
Termasuk di dalamnya mereduksi potensi korupsi. Bukan menyambut usulan yang justru akan memperburuk masalah di desa.

Kita lihat saja, dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa setiap tahun menunjukkan fenomena mengkhawatirkan terkait dengan desa.
Korupsi di level desa konsisten menempati posisi pertama sebagai sektor yang paling banyak ditindak atas kasus korupsi oleh aparat penegak hukum sejak 2015-2021.

Sepanjang tujuh tahun tersebut, terdapat 592 kasus korupsi di desa dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 433,8 miliar.

Korupsi yang kian menggeliat di desa berjalan beriringan dengan peningkatan alokasi dana yang cukup besar untuk membangun desa.

Menurut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), realisasi transfer Dana Desa konsisten meningkat setiap tahun selama periode 2015-2021, meski tingkat pertumbuhannya variatif.

Pada 2022 realisasi transfer Dana Desa turun 5,5% dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) menjadi Rp67,9 triliun. Meski tercatat mengalami penurunan secara tahunan, secara kumulatif selama periode 2015-2022 realisasi transfer Dana Desa sudah melonjak 227%.

Untuk tahun ini, pemerintah sudah menganggarkan transfer Dana Desa sebesar Rp70 triliun dalam APBN 2023.

Namun, pada awal Juli 2023 rapat panitia kerja revisi Undang-Undang (UU) Desa di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati adanya kenaikan 20% dari alokasi anggaran Dana Desa di APBN. Dengan adanya kenaikan tersebut, setiap desa bisa mendapat transfer dana hingga Rp2 miliar per tahun.

Itulah sebabnya, pintu jeratan korupsi bak terbuka lebar bagi para stakeholder. Korupsi yang terjadi di desa akan berdampak pada kerugian yang dialami langsung oleh masyarakat desa.

Hal ini perlu menjadi perhatian utama pemerintah. Hingga saat ini, belum ada solusi dan langkah pencegahan efektif untuk menekan korupsi di desa.

Maka dari itu, perpanjangan masa jabatan kepala desa bakal membuat iklim demokrasi dan pemerintahan desa menjadi tidak sehat dan menyuburkan hal-hal yang tidak baik.

Belum lagi ditambah fenomena dinasti yang juga muncul dalam pemilihan kepala desa. Akibatnya, potensi sebuah desa dipimpin oleh kelompok yang sama selama puluhan tahun semakin terbuka lebar.

Salah satu masalah mendasar di desa hari ini adalah minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan suatu keputusan yang berkaitan dengan pembangunan.

Maka jika tetap diputuskan masa jabatan diperpanjang, pengawasan harus terus dilakukan tanpa henti untuk menghindari hal-hal yang disebutkan tadi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation