
RI Dibanjiri Barang Impor, Cuan Dagang Bisa Tekor Akhir Tahun
- Surplus perdagangan menyusut tajam menjadi hanya US$ 440 juta pada Mei 2023
- Impor yang melonjak membuat surplus mengecil
- Ekspor terus melemah karena rendahnya harga komoditas
Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan Indonesia menyusut tajam pada Mei 2023. Surplus menyusut karena adanya lonjakan impor pasca libur panjang Lebaran.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan surplus neraca perdagangan pada Mei hanya mencapai US$ 0,44 miliar. Surplus jauh lebih kecil dibandingkan pada April yang menembus US$ 3,94 miliar. Surplus juga menjadi yang terendah sejak Mei 2020.
Surplus juga jauh lebih kecil dari ekspektasi pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Mei 2023 akan mencapai US$ 3,04 miliar.
Dengan surplus yang tercatat pada Mei maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 37 bulan beruntun.
Mengecilnya surplus disebabkan lonjakan impor. Nilai impor pada Mei tercatat US$ 21,28 miliar atau tertinggi dalam lima bulan terakhir. Sementara itu, ekspor tercatat US$ 21,72 miliar.
Nilai impor melonjak 38,65% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm) dan naik 14,35% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy).
Lonjakan impor merupakan hal yang luar biasa mengingat impor terus terkoreksi sejak November 2022 (yoy). Dalam enam bulan tersebut, impor selalu terkoreksi kecuali pada Januari 2023.
Secara bulanan (mtm), impor juga terus ambruk sejak September 2022 hingga April 2023. Dalam delapan bulan tersebut, impor hanya naik dua kali yakni Desember 2022 dan Maret 2023.
Secara bulanan, semua jenis penggunaan mengalami kenaikan impor pada Mei termasuk barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal. Impor barang modal mengalami kenaikan tertinggi.
Secara tahunan, impor semua jenis penggunaan juga meningkat di mana yang paling tertinggi adalah barang modal. Impor yang mengalai lonjakan adalah mesin/peralatan mekanis, mesin/perlengkapan mekanik, kendaraan dan bagiannya, serta serealia.
Impor minyak mentah juga melesat 70,1% (yoy) dan 51,8% (mtm) menjadi US$ 1,18 miliar.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, mengatakan lonjakan terjadi pada impor buah, sapi, dan kambing menjelang Idul Adha. Di antaranya adalah leci dan buah kiwi.
Impor tekstil dari China juga melonjak menjadi US$ 743,6 juta pada Mei tahun ini, naik 70,5% (mtm) dan 25,83 (yoy).
Negara pemasok impor terbesar adalah China, Jepang, dan Thailand. Impor non-migas dari China melonjak 43,71% (mtm) dan naik 17,32% (yoy) menjadi US$ 5,95 miliar.
Impor dari Jepang melesat 61,2% (mtm) dan naik 26,1% (yoy) menjadi US$ 1,59 miliar.
Impor dari Korea Selatan melesat 57,7% (mtm) dan naik 26,4% (yoy) menjadi US$ 981 juta. Impor dari Amerika Serikat (AS) terbang 49,6% (mtm) dan 26,1% (yoy) menjadi US$ 987 juta.
Lonjakan impor hanya sementara?
Kendati melonjak, kenaikan impor kemungkinan hanya temporer di Mei 2023. Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan impor melonjak pada Mei karena impor sangat kecil pada April karena libur panjang Lebaran.
Sebagai catatan, impor hanya tercatat US$ 15,35 miliar pada April 2023.
"Surplus diperkirakan akan kembali ke kisaran US$ 1-3 miliar pada beberapa bulan ke depan. Ekspor akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harga komoditas. Impor melemah karena perlambatan ekonomi domestik," tutur Satria, kepada CNBC Indonesia.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz juga memperkirakan lonjakan impor pada Mei hanya sementara. Impor melonjak karena ada pengiriman barang terkait proyek kereta cepat Jakarta- Bandung.
Perusahaan juga meningkatkan pemesanan impor karena pasokan barang menipis untuk memenuhi permintaan Lebaran.
"Ke depan, impor diperkirakan hanya naik secara moderat. Sementara ekspor akan melandai karena harga komoditas yang lebih murah," tutur Irman kepada CNBC Indonesia.
Dengan harga komoditas yang melemah maka ekspor ke depan diperkirakan akan terus menipis.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan surplus diperkirakan terus menipis dan bahkan akan terhenti pada akhir semester II-2023.
Sementara itu, ekspor yang tercatat sebesar Rp 21,72 miliar pada Mei mencatatkan kenaikan 12,61% (mtm) dan menanjak 0,96% (yoy).
Sama seperti impor, ekspor juga lebih banyak terkontraksi sejak akhir tahun lalu. Sepanjang September 2022-April 2023 atau delapan bulan terakhir, ekspor hanya tumbuh dua kali (mtm).
Ekspor ke China hanya naik tipis 3,4% menjadi US$ 4,78 miliar. Namun, ekspor ke Jepang, dan Amerika Serikat tumbuh pesat. Ekspor ke Jepang melesat 26,4% menjadi US$ 1,77 miliar sementara ke AS melonjak 30,2% menjadi US$ 2,05 miliar.
Ekspor Indonesia terus melemah karena rendahnya harga komoditas, seperti batu bara, minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO), dan besi baja.
Ekspor batu bara melemah baik secara volume dan harga sementara ekspor besi baja melandai karena penurunan harga.
Ekspor bahan bakar mineral-yang didominasi batu bara anjlok 4,4% (mtm) menjadi US$ 3,82 miliar sementara ekspor besi dan baja jeblok 6,3% menjadi US$ 2,03 miliar pada Mei.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)