
Beda Misi Tapi AS, China & Rusia Satu Suara Soal Suku Bunga

- Bank sentral Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk suku bunga acuan di level 5,0-5,25%.
- Namun ada sinyal yang diungkapkan The Fed yang tidak sesuai dengan keinginan pelaku pasar.
- Selain The Fed, sebelumnya sudah ada beberapa bank sentral lain yang sudah pivot kebijakannya alias menahan suku bunganya. Negara mana saja?
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral paling 'powerfull' di dunia yakni The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,0-5,25%. The Fed mengikuti kebijakan bank sentral lainnya yang sudah menahan atau bahkan memangkas suku bunga acuan.
The Fed memberikan sinyal masih akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak dua kali pada tahun ini.
Sebagaimana diketahui bahwa suku bunga dan inflasi yang tinggi adalah 'musuh' yang dampaknya melebar ke kehidupan sehari-hari.
Ditahannya suku bunga acuan The Fed ini sudah sesuai ekspektasi pasar. Namun, harapan pasar untuk melihat peluang pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat harus dikubur dalam-dalam pasalnya suku bunga tinggi ini memang belum berakhir seperti keinginan pelaku pasar.
The Fed mengisyaratkan untuk menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi ke depan. Hal ini berdasarkan median proyeksi The Fed yang memperkirakan suku bunga ada di kisaran 5,5-5,75% pada 2023 dari 5-5,25% sebelumnya.
Namun, kenaikan suku bunga belakangan setidaknya menjadi 'obat' atas inflasi yang menggila. Untuk diketahui, The Fed menargetkan inflasi AS bisa ditekan ke kisaran 2%. Target tersebut masih dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan inflasi Mei 2023 yang tercatat 4% (year on year/yoy).
The Fed juga menargetkan angka pengangguran ke kisaran 4,1-4,4%, jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat pengangguran saat ini yang tercatat 3,7% pada Mei.
Dengan ini, artinya 'badai' masih belum berakhir. Namun selain The Fed sebelumnya sudah ada beberapa bank sentral yang juga sudah menahan suku bunganya.
Bank Sentral China (PBOC)
Sebelumnya pivot kebijakan sudah dilakukan oleh Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC). Kejutan diberikan PBOC pasca memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 10 basis poin menjadi 1,9%.
Penurunan suku bunga tersebut membuat PBoC menambah likuiditas sebesar dua miliar yuan (US$ 279,97 juta) ke perekonomian. Langkah mengejutkan tersebut sekaligus membuktikan perekonomian China sedang tidak baik-baik saja. Bahkan, ke depannya suku bunga acuan jangka menengah diperkirakan akan kembali dipangkas.
Banyak yang melihat China tidak bisa lagi mencapai pertumbuhan ekonomi dobel digit, bahkan rata-rata jangka panjang diperkirakan hanya 4%.
Michael Pettis, profesor finansial Guanghua School of Management di Peking University yang berlokasi di Beijing bahkan memprediksi pertumbuhan China tidak akan lebih tinggi dari 2% - 3% dalam beberapa tahun ke depan jika melakukan penyeimbangan ekonomi.
Dalam tulisannya yang dimuat oleh Carnegie Endowment, Pettis menyebut China negara dengan investasi sebagai penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia. Penyeimbangan ekonomi perlu dilakukan dengan mendorong lebih banyak konsumsi. Namun, ketika itu dilakukan, maka pertumbuhan ekonomi China tidak akan lebih tinggi dari 3% selama bertahun-tahun, kecuali terjadi peningkatan konsumsi yang substansial.
Bank Sentral Indonesia (BI)
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75% pada bulan ini. Namun, BI mulai pesimisme terhadap kondisi ke depan sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian global.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini, Kamis (25/5/2023) juga memutuskan untuk mempertahankan suku bunga Deposit Facility di level 5,0%, dan suku bunga Lending Facility di level 6,50%.
Suku bunga sebesar 5,75% kemudian ditahan selama empat bulan terakhir.
Untuk diketahui, BI mengerek suku bunga acuan hingga 225 basis points (bps) sejak Agustus 2022 menjadi 5,75% pada Januari 2023.
Bank Sentral India
Sama seperti Indonesia, dengan inflasi yang terkendali bank sentral India juga memutuskan untuk mempertahankan suku bunga sebesar 6,5%.
Setiap perubahan dalam Repo Rate mempengaruhi pinjaman bank dan angsuran bulan yang disamakan (equated monthly installments/EMI). Untuk diketahui bahwa bank sentral India sudah menaikkan suku bunga dengan total 250 basis poin (bp) sejak Mei 2022 untuk tetap menjaga inflasi agar tetap terkendali.
Tingkat inflasi di India pada tahun fiskan berjalan (April 2023-Maret 2024) diperkirakan akan tetap di atas 4% dengan ini ekonomi negara itu kemungkinan akan tumbuh sebesar 6,5% menurut Gubernur Reserve Bank of India (RBI).
Selain keempat negara ini, berikut Rinciannya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)