
Kesabaran Menipis, RBA Bisa "Hancurkan" Tetangga RI Ini

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Pada April lalu bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) menghentikan periode keniakkan suku bunganya. Kala itu RBA sudah menaikkan suku bunga sebanyak 10 kali dengan total 350 basis poin menjadi 3,6%.
Namun, sebulan berselang Gubernur RBA Philip Lowe kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin, begitu juga Selasa (7/6/2023) kemarin. Suku bunga di Australia kini mencapai 4,1%, tertinggi dalam 11 tahun terakhir.
Inflasi yang masih sangat tinggi membuat suku bunga kembali dinaikkan. Australia melaporkan data inflasi setiap kuartal. Pada periode Januari-Maret 2023 lalu, inflasi tercatat tumbuh 7%, turun dari kuartal sebelumnya 7,8% yang merupakan level tertinggi dalam 30 tahun terakhir. Tetapi penurunan inflasi tersebut masih belum meyakinkan, sebab masih lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 6,9%.
Lowe bahkan menyatakan inflasi sedang menguji kesabaran bank sentral, dan bakal dilawan dengan kembali menaikkan suku bunga.
"Kami sudah bersiap untuk bersabar... tetapi kesabaran kami ada batasnya dan risiko (inflasi) mulai menguji batas kami," kata Lowe dalam pidatonya di Morgan Stanley Australia Summit hari ini.
Pasar memprediksi RBA akan kembali menaikkan suku bunga dua kali lagi. Sehingga risiko resesi semakin membesar. Goldman Sachs misalnya, saat ini memprediksi suku bunga akan dinaikkan hingga 4,85%, dari prediksi sebelumnya 4,35%.
RBA menargetkan inflasi bisa mencapai target 2%-3% pada pertengahan 2025. Artinya, suku bunga tinggi akan ditahan dalam waktu yang lama. Risiko resesi pun semakin membesar.
Beberapa analis bahkan memprediksi Australia bisa mengalami resesi yang menghancurkan.
Wakil kepala ekonom AMP, Diana Mousiana mengatakan jika RBA menaikkan suku bunga sekali lagi, maka itu sudah cukup membawa Australia ke jurang resesi.
"RBA yang hawkish dan kemungkinan kenaikan suku bunga berikutnya pada Juli atau Agustus berarti bahwa resesi bisa terjadi dalam 12 sampai 18 bulan ke depan," kata Mousiana, sebagaimana dilansir Daily Mail.
Resesi memang sesuatu yang mengerikan, tetapi dalam kondisi saat ini itu bisa mempercepat penurunan inflasi. Jika inflasi tinggi berlangsung dalam waktu yang lama, maka ada risiko "mendarah daging" dan sulit turun.
Masyarakat Australia akan merasakan biaya hidup mencekik dalam waktu yang lama, belum lagi cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang tinggi. Untuk harga rumah $500.000, kenaikan suku bunga kali ini membuat pembayaran KPR naik AU$76 per bulan. Sementara jika dilihat sejak awal, total kenaikannya hingga AU$ 1.134 per bulan.
CNBCÂ INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)