Ancaman Resesi Muncul Lagi, Cek Emiten FMCG Dengan Laba Jumbo

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
30 May 2023 17:10
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
  • Margin laba kotor (Gross Profit Margin/GPM) tinggi merupakan indikator perusahaan memiliki ceruk atau competitive advantage yang baik.
  • Emiten Fast Moving Consumer Goods (FMCG) makanan dan minuman berpotensi tahan resesi akibat produk merupakan kebutuhan pokok. 
  • Sektor FMCG makanan dan minuman akan diuntungkan di kala harga komoditas terkoreksi, namun harga jual produk (ASP) cenderung tidak akan diturunkan. 

Jakarta, CNBC Indonesia - Indikator perusahaan memiliki ceruk atau competitive advantage yang baik ditunjukkan dari tingginya persentase laba kotor dibanding pendapatan (Gross Profit Margin/GPM). Metrik GPM akan menarik diperhatikan terutama di sektor bahan baku makanan dan minuman yang tahan resesi, mengingat ketidakpastian global yang ditandai dengan resesi Jerman.

Salah satu indikator Warren Buffett dalam menilai perusahaan yang baik (wonderful company) dengan memperhatikan GPM-nya. Hal ini dijelaskan dalam Buku "Warren Buffett and the Interpretation of Financial Statements" tentang cara melihat ceruk perusahaan melalui intepretasi dari laporan keuangan.

Tingginya margin laba kotor menandakan perusahaan mampu menjual produk atau jasanya dengan harga yang tinggi dan beban bahan baku yang rendah. Perusahaan dengan indikator tersebut berarti mampu mengendalikan harga jual produknya.

Mengatur harga jual produk biasanya dapat dilakukan perusahaan dengan ciri yaitu perusahaan tidak berada di industri dengan kompetisi ketat, memiliki produk unik, atau merupakan pemimpin pasar.

Secara keuangan, perusahaan dengan ceruk dapat terlihat dari GPM, utang kecil, dan laba konsisten. Berdasarkan saham pilihan Warren Buffet, GPM yang baik berada di antara 20-40%. Perusahaan yang memiliki GPM di bawah 20% menandakan berada persaingan yang ketat.

Salah satu emiten yang dimaksud adalah Coca-Cola. Melansir MacroTrends, emiten Coca-Cola mampu memberikan margin laba kotor selalu di atas 58% sejak 1989. Emiten tersebut merupakan salah sumber arus kas perusahaan investasi Warren Buffett melalui dividennya.

Pemilihan sektor makanan dan minum disebabkan oleh kemampuan bertahan di kala resesi. Pertumbuhan PDB negatif berpotensi menyebabkan penurunan tingkat konsumsi.

Namun, makanan dan minuman sebagai kebutuhan pokok/primer masyarakat cenderung tidak akan dikurangi, tetapi kebutuhan sekunder dan tersier lah yang akan dikorbankan.

Selain itu, emiten Fast Moving Consumer Goods (FMCG) makanan dan minuman cenderung diuntungkan. Tingginya inflasi yang lalu menyebabkan harga komoditas meningkat, sehingga harga jual produk (Average Selling Price/ASP) harus dinaikkan pula.

Namun, tingginya suku bunga telah menekan laju permintaan bahan baku energi, salah satunya batu bara yang telah turun 60% lebih.

Melemahnya harga komoditas berdampak pada beban pokok penjualan (Cost of Goods Sold) COGS, namun jarang sekali perusahaan akan menurunkan harga jual produknya. Hal tersebut menyebabkan potensi peningkatan GPM, karena selisih harga jual dan COGS semakin tebal.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation