Sectoral Insight

Bisa Kurangi Emisi PLTU Batubara, Apa Itu Co-Firing?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
23 May 2023 14:45
Dialog Panel sesi pertama dalam Green Economic Forum 2023 di Kempinski Hotel, Jakarta pada (22/5/2023) mengusung tema
Foto: Dialog Panel sesi pertama dalam Green Economic Forum 2023 di Kempinski Hotel, Jakarta pada (22/5/2023) mengusung tema

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam acara Green Economic Forum 2023 yang diselenggarakan CNBC Indonesia pada Senin (22/5/2023), Executive Vice President of Energy Transition and Sustainability PLN Kamia Handayani mengatakan dalam mengurangi emisi karbon di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara yang masih beroperasi akan terus digencarkan co-firing.

"Untuk PLTU yang sudah ada, yang sudah beroperasi bagaimana kita melakukan dekarbonisasi disitu? Nah, kami sudah melakukan sejak 2020 uji coba co-firing, jadi kita lakukan dengan biomassa dan sudah mulai diimplementasikan secara komersial sejak 2021" Ujar Kamia

Perlu diketahui, co-firing merupakan teknik substitusi PLTU batubara dengan bahan biomassa pada rasio tertentu. Teknik ini biasa dilakukan dengan membakar secara bersamaan kedua bahan tersebut.

Sumber biomassa bisa beragam mulai dari pelet kayu, serbuk gergaji, cangkang kelapa sawit, hingga sampah atau limbah. Dengan begitu, limbah yang tadinya hanya dibuang bisa memiliki nilai lebih dan bisa mengurangi penggunaan energi fosil, batubara yang pada akhirnya bisa menjadi solusi mengurangi emisi karbon.

Mengutip dari keterangan resmi PLN, pada sepanjang 2022 pihaknya telah berhasil mengimplementasikan teknologi co-firing di 36 lokasi PLTU. Teknik ini mampu memproduksi energi sebesar 575,5 GWh dan menurunkan emisi karbon sebesar 570 ribu ton CO2 dengan memanfaatkan biomassa sebanyak 542 ribu ton.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga 2025 PLN menargetkan bisa melakukan implementasi co-firing pada 52 unit PLTU.

Sebagai pelaku industri tambang batubara, Direktur PT Bayan Resource Tbk (BYAN) Alexander Ery Wibowo juga mengatakan industri batubara perlu melakukan diversifikasi, salah satunya dengan blending spesifikasi batubara yang berbeda untuk meningkatkan kualitas batubara yang lebih rendah emisi.

Langkah ini menurutnya pernah dilakukan sebagai upaya untuk co-firing bersama PLN untuk proses produksi listrik.

"Kami akan lakukan (upaya) untuk bisa ramah lingkungan, misalnya untuk produksi listrik sampai terbentuk market, bukan cuma listrik tapi industri kimia turunan," kata Ery dalam Green Economic Forum 2023, Senin (22/5/2023).

BYAN juga optimis pelaku usaha batubara bisa memberikan kontribusi pada transisi energi dengan menghasilkan produk dan mendukung upaya PLN untuk melakukan bauran energi yang lebih ramah lingkungan

"Dalam transisi tetap membutuhkan listrik, dan batu bara bisa jadi ramah lingkungan dengan dikonversikan untuk kebutuhan industri petrokimia, seperti etanol, metanol," kata Ery.

"Industri batu bara bisa meningkatkan pengelolaan lingkungan sekitar dan konversi, dari yang utama menjadi bahan baku chemical," tambahnya.

Walaupun hingga saat ini, kontribusi penggunaan batubara dari konsumsi listrik secara nasional masih dominan mencapai 60% dan masih menjadi backbone di beberapa negara Asia seperti India, Bangladesh, bahkan Indonesia.

Transisi energi menjadi tugas yang berkelanjutan dan harus diteruskan pada generasi selanjutnya agar tujuan net zero emission di 2050 bisa tercapai.

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation