
Kisruh Utang Bikin Amerika Kehilangan Rp 161 T di Era Trump!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurang lebih dua pekan ke depan, pemerintah Amerika Serikat (AS) akan kehabisan uang dan terancam mengalami gagal bayar (default) pertama dalam sejarah.
Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy pun akan mengadakan pertemuan pada Selasa (16/5/2023) waktu setempat guna membahas kenaikan pagu utang.
Partai Republik yang merupakan oposisi menguasai DPR AS, sehingga menyulitkan bagi Biden untuk meloloskan anggaran belanja. Baik anggota Partai Demokrat maupun Republik sedang mencari landasan yang sama dalam hal belanja dan regulasi energi sebelum Biden dan McCarthy bertemu besok.
Partai Republik sudah berulang kali menegaskan tidak akan menaikkan pagu utang jika pemerintah tidak memangkas belanja dengan besar alias melakukan penghematan.
Kabar baiknya, pemerintah di Gedung Putih masih mempertimbangkan syarat dari Partai Republik tersebut, sehingga peluang dinaikkannya batas pagu utang terbuka, dan Amerika Serikat bisa lolos dari gagal bayar yang berisiko membuat perekonomian AS merosot.
Berkaca dari sebelumnya, kisruh pagu utang membuat Amerika Serikat mengalami kerugian miliaran dolar. Itu pun yang terjadi bukan gagal bayar, baru sebatas shutdown atau penutupan sebagian layanan pemerintahan karena tidak adanya anggaran.
Shutdown bukan hal yang baru, pernah terjadi berkali-kali di AS. Yang terakhir dan masih segar di ingatan adalah shutdown di era pemerintahan Presiden AS ke-45, Donald Trump.
Sama seperti tahun ini, saat itu pada 2018, Partai Demokrat menolak rancangan anggaran dari Partai Republik yang menguasai pemerintahan. Akhirnya anggaran sementara diloloskan, tetapi hingga akhir tahun belum ada kesepakatan untuk anggaran satu tahun fiskal 2019. Alhasil, pemerintahan AS shutdown selama hampir 35 hari, mulai 22 Desember 2018 hingga 25 Januari 2019.
Shutdown tersebut merupakan yang terpanjang dalam sejarah Amerika Serikat, dan berdampak cukup besar terhadap perekonomian.
Menurut Congressional Budget Office (CBO), shutdown tersebut berdampak ke perekonomian sebab sekitar 800.000 tenaga kerja dirumahkan, kemudian belanja pemerintah federal juga menjadi tertunda.
Berdasarkan kalkulasi CBO, kerugian yang diderita AS sebesar US$ 11 miliar atau setara Rp 161 triliun (kurs Rp 14.700/US$). Dari kerugian tersebut, sebesar US$ 3 miliar atau Rp 42 triliun hilang permanen.
Dengan kerugian tersebut, produk domestik bruto (PDB) pun terpangkas.
Hal ini membuat keputusan kenaikan pagu utang menjadi sangat penting, tidak hanya bagi Amerika Serikat, tetapi juga bagi dunia. Sebab AS merupakan perekonomian terbesar di dunia, gejolak yang terjadi tentunya akan merembet ke negara lainnya. Sektor finansial pun bisa terpukul paling awal.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(pap/pap)