- Anggaran infrastruktur naik tiga kali lipat di era Jokowi dengan jumlah fantastis Rp 2.778 triliun
- Besarnya anggaran infrastruktur juga dibarengi oleh tingginya korupsi
- Banyak anggaran infrastruktur di era Jokowi yang bermasalah, termasuk Kereta Cepat Jakarta Bandung
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghabiskan anggaran ribuan triliun untuk membangun infrastruktur. Besarnya anggaran tersebut tidak bisa memberikan manfaat maksimal karena banyak yang menguap ditelan korupsi.
Merujuk data Kementerian Keuangan, anggaran infrastruktur melonjak 120% pada era Presiden Jokowi, dari Rp 177,9 triliun pada 2014 menjadi Rp 391,7 triliun pada 2023.
Sepanjang masa periode penuh pemerintahannya (2014-2022), Jokowi sudah menghabiskan anggaran infrastruktur sebanyak Rp 2.778,2 triliun.
Jumlah tersebut melonjak tiga kali lipat lebih dibandingkan era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2005-2013 yakni Rp 824,8 trilun.
Pakar ekonomi dan mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan korupsi tidak hanya dilakukan pemerintah atau perusahaan swasta tapi juga BUMN.
Dalam hitungannya, mark up yang dilakukan BUMN pada proyek infrastruktur mencapai 30%.
"BUMN mark-up nya minimum 30% dan pada akhirnya BUMN pada ngutang. BYMN akhirnya bangkrut," tutur Rizal Ramli dalam diskusi CNBC Indonesia Your Money Your Vote, Jumat (5/5/2023).
Kabar tak sedap mengenai besarnya korupsi pada pembangunan infrastruktur sudah banyak disampaikan sejumlah instansi.
 Foto: KPK Korupsi pada sektor infrastruktur |
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut 30% korupsi pada 2017 di Indonesia justru terjadi di pembangunan infrastruktur serta pengadaan barang dan jasa.
ICW juga menyebut pada periode 2010-2020, 53% tender publik di Indonesia adalah tender untuk proyek konstruksi.
Kasus korupsi proyek infrastruktur meningkat 50% di Indonesia antara 2015-2018.
Korupsi bahkan tetap merajelala pada awal pandemi Covid-19. KPK menangani kasus korupsi sebanyak 36 kasus terkait korupsi infrastruktur pada 2020 hingga Maret 2021.
Proyek infrastruktur Jokowi juga kurang efisien seperti tercermin dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Semakin besar nilai koefisienICOR, semakin tidak efisien perekonomian pada periode waktu tertentu.
Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan ICOR di era Jokowi meningkat dari sekitar 5% pada 2014 menjadi 8,16% pada 2022.
Artinya, untuk memproduksi satu unit output dibutuhkan 8,16% modal output.
Data penanganan Tipikor (tindak pidana korupsi) KPK 2004 - Juni 2021 menunjukkan ada 1.157 kasus. Modus penyuapan menjadi yang terbanyak yakni 761 disusul dengan pengadaan barang dan jasa. Korupsi dengan modus tersebut mencapai 241 atau 21%.
Data KPK juga menunjukkan fakta menyedihkan yani rendahnya nilai riil bangunan infrastruktur yakni hanya kurang dari 50%.
Dari nilai proyek infrastruktur yang disepakati, sebanyak 10-15% lari kepada keuntungan kontraktor, kurang lebih 7% untuk komitmen kepastian anggaran, kurang lebih 20% untuk komitmen fee proyek, sedangkan untuk manipulasi laporan dan lain lain menghabiskan 5% dari nilai proyek.
Pembangunan infrastruktur menjadi misi besar Jokowi sejak masa kampanye pertama pemilihan presiden (pilpres). Harus diakui jika Jokowi adalah presiden pertama setelah Soeharto yang menggalakkan infrastruktur secara besar-besaran.
Sepanjang 2015-2022, jalan tol beroperasi telah bertambah sepanjang 1.607 km dengan 37 ruas tol. Pemerintahan Jokowi juga sudah 27 pelabuhan baru, tujuh pelabuhan baru, sepanjang 316.590 km jalan desa selesai konstruksi di era Jokowi.
Capaian infrastruktur desa lainnya adalah bertambahnya 1.597.539 meter jembatan, 1.474.544 unit air bersih desa, 501.054 unit irigasi desa, 12.297 pasar desa, dan 42.357 posyandu.
Jokowi juga membangun 29 bendungan dan diharapkan akan menyelesaikan 57 bendungan di Indonesia.
 Foto: Kementerian Keuangan Target Infrastruktur Jokowi hingga 2024 |
Namun, banyak proyek yang bermasalah hingga membuat utang menumpuk.
Di antaranya adalah Kereta Cepat Jakarta Bandung, Bandara Kertajati, light rail transit (LRT) Velodrome, dan banyaknya bandara yang sepi penumpang di daerah.
1. Kereta Cepat Jakarta Bandung
Proyek Kereta Cepat sudah bergulir sejak awal tahun 2016, namun sudah enam tahun berselang proyek ini tak kunjung rampung.
Awalnya, proyek ditarget selesai tiga tahun, maka bila dihitung-hitung seharusnya kereta cepat sudah rampung 2019. Namun sampai akhir 2022 ini pun pembangunan sarana prasarananya tak kunjung selesai. Padahal, proyek ini ditargetkan bisa beroperasi komersial di tahun 2023.
Ada beberapa kendala dalam pembuatannya mulai dari geografis hingga pendanaan.
Ada kendala geologi dan clayshale di terowongan 2, 4, dan 6. Sehingga penyelesaian ekskavasi harusnya Agustus 2021 menjadi April 2022.
Biaya juga membengkak. Awalnya kereta cepat dibangun dengan investasi cuma US$ 5,5 miliar dalam kurs Rp 85,8 triliun.
Di tengah jalan, biaya proyek mengalami pembengkakan menjadi US$ 5,9 miliar atau sekitar Rp 92 triliun dan akhirnya bengkak lagi menjadi US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp 94,6 triliun. Jumlah terakhir sebesar US$ 6,07 miliar itu kemungkinan bisa bertambah besar.
2. Bandara Kertajati dan bandara lokal lain
Bandara Kertajati sebenarnya mulai dibangun pada 2014 dan diteruskan oleh Jokowi. Bandara tersebut diresmikan pada 24 Mei 2018 dan menelan anggaran hingga Rp 4,9 triliun.
Sayangya, hingga kini bandara tersebut sepi penumpang. Pemerintah sudah mencoba meramaikan bandara tersebut dengan menjadikannya sebagai bandara yang melayani umroh.
Bandara di beberapa wilayah lain juga sepi penumpang seperti bandara JB Soedirman di Purbalingga, Jawa Tengah serta Bandara Ngloram di Cepu, Blora, Jawa Tengah.
Padahal, Bandara JB Soedirman memakan anggaran sebesar Rp 350 miliar sementara Ngloram mencapai Rp 80 miliar.
3. LRT Palembang dan Velodrome Jakarta
Light rail transit (LRT) Kelapa Gading-Velodrome dibangun sejak 2016 untuk menyambut Asian Games 2018 dengan anggaran Rp 6,8 triliun. Namun, anggaran tersebut tidak bermanfaat maksimal karena jumlah penumpangnya yang sangat sedikit.
Rute tersebut dianggap terlalu pendek dan tidak mampu memenuhi kebutuhan. Awalnya rute mau diteruskan ke Dukuh Atas tetapi masih menemui kendala.
LRT Palembang juga dibangun sebagai pendukung perhelatan Asian Games 2018. Proyek ini menghabiskan biaya hingga Rp 12,5 triliun. Hingga kini operasional LRT Palembang masih menggantungkan pada APBN.
4. Tol Laut
Program tol laut sudah ada sejak 2015 lalu dengan tujuan mengurangi disparitas harga logistik di wilayah Indonesia Timur.
Tol laut ialah pelayanan angkutan barang melalui transportasi laut dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya dengan menggunakan mekanisme penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang.
Program tol laut dimulai pada 2016 dengan melayani enam kapal untuk enam trayek dengan tiga pelabuhan pangkal dan 40 pelabuhan singgah.
Pada 2019 pelayanan program tol laut sudah meningkat dengan melayani 19 kapal dan 20 trayek dengan penambahan menjadi 4 pelabuhan pangkal, 5 pelabuhan transhipment dan 72 pelabuhan singgah.
Namun, program tersebut belum mampu berfungsi maksimal. Ongkos logistik masih tetap bertahan di angka 23-24% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]