Macro Insight

Dr. Kiamat Sebut Amerika Menuju "Doom Loop", Ngeri Banget?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 April 2023 08:25
Nouriel Roubini, an economics professor, speaks at a panel discussion at the SALT conference in Las Vegas May 14, 2014. SALT is produced by SkyBridge Capital, a global investment firm. REUTERS/Rick Wilking
Foto: Economics professor, Nouriel Roubini (REUTERS/Rick Wilking)
  • "Doom Loop" merupakan kemerosotan perekonomian yang terus berlanjut, hal ini terjadi karena satu kondisi negatif yang memicu kondisi buruk lainnnya.
  • Roubini menyebut Doom Loop" akan terjadi akibat tingginya inflasi, krisis utang dan masalah stabilitas finansial. 
  • Merosotnya ekonomi Amerika Serikat bisa berdampak ke Indonesia, dari sektor finansial hingga riil.

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) banyak yang memprediksi akan mengalami resesi tahun ini, tetapi Nouriel Roubini memprediksi lebih parah lagi.

Roubini yang dikenal sebagai "Dr. Doom" atau "Dr Kiamat" memprediksi perekonomian AS akan mengalami krisis yang besar dan memasuki yang disebut "doom loop".

Doom loop dalam ekonomi menurut Investopedia adalah situasi di mana satu kondisi negatif perekonomian akan memicu kondisi negatif kedua yang pada akhirnya memicu kondisi negatif ketiga atau memperburuk kondisi pertama. Hal ini akan menghasilkan kontraksi ekonomi yang terus menurun dan semakin memburuk.

Dalam tulisan yang dikutip Business Insider, Roubini memprediksi perekonomian terbesar di dunia tersebut akan mengalami siklus kemerosotan akibat inflasi tinggi dan utang yang jumbo. Dua masalah tersebut masih akan terus berlanjut dan membuat resesi hingga krisis keuangan yang akan datang semakin parah.

"Resesi yang parah satu-satunya hal yang bisa meredam inflasi dan kenaikan upah, tetapi itu akan membuat krisis utang semakin parah yang pada akhirnya memicu kemerosotan ekonomi lebih dalam lagi," kata Roubini sebagaimana dilansir Business Insider, Minggu (2/4/2023).

"Likuiditas saat ini tidak mampu meredam doom loop sistemik, jadi setiap orang harus bersiap menghadapi stagflasi dan krisis utang," tambahnya.

Likuiditas di Amerika Serikat saat ini memang sedang mengetat setelah bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga dengan sangat agresif. Sejak Maret 2022, suku bunga sudah dinaikkan sebanyak 475 basis poin menjadi 4,75% - 5%.

Sementara itu utang semakin membengkak setelah pandemi penyakit virus Corona (Covid-19). Sebabnya, belanja pemerintah semakin besar, sementara pendapatan justru menurun. Pemerintah AS harus terus menerbitkan surat utang (Treasury), sehingga rasio utang terhadap produk domestik bruto mencapai 134% pada 2020 lalu, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Rasio tersebut memang sudah menurun, tetapi masih jauh di atas level sebelum pandemi.

Jika Amerika Serikat kembali mengalami resesi, bahkan parah, maka pendapatan negara tentunya akan kembali menurun. Di sisi lain, pemerintah harus menyelamatkan perekonomian dengan menggelontorkan stimulus fiskal, artinya belanja akan kembali meningkat. Cara satu-satunya kembali menerbitkan surat utang.

Melihat hal tersebut, bencana bagi perekonomian AS tersebut datang dari tiga hal menurut "Dokter Kiamat", tingginya inflasi, utang yang besar dan stabilitas finansial.

Namun, solusi untuk masalah-masalah yang dihadapi Amerika Serikat saat ini sangat bertentangan, sehingga The Fed mengalami "trilemma".

Untuk meringankan beban utang, The Fed perlu menurunkan suku bunga acuannya, tetapi untuk meredam inflasi yang diperlukan adalah suku bunga tinggi. Hal ini semakin rumit pasca kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) yang menambah tekanan bagi The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneter guna menjaga stabilitas sistem finansial.

Roubini melihat, Amerika Serikat akan mengalami stagflasi dan krisis utang yang merupakan kombinasi dari krisis era 1970an dan 2008, sehingga akan sangat buruk.

Mengingat Amerika Serikat adalah negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, ketika mengalami keterpurukan maka negara lain tentunya akan terdampak, termasuk Indonesia.

Pasar finansial RI yang pertama akan terkena dampaknya. Roubini menyebut bursa saham AS (Wall Street) bisa anjlok hingga 30%. Sebagai kiblat bursa saham dunia, jebloknya Wall Street tentunya akan berdampak ke bursa lainnya, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Setelah pasar finansial, maka sektor riil menyusul. Amerika Serikat merupakan pasar ekspor terbesar kedua Indonesia setelah China. Sepanjang 2021 nilai ekspor ke Negeri Paman Sam mencapai US$ 28,2 miliar dan berkontribusi sebesar 10% dari total ekspor. 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(pap/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation