Newsletter

Ekonomi China Diharapkan Membaik, Amerika "Didoakan" Memburuk

Feri Sandria, CNBC Indonesia
03 March 2023 06:15
IHSG
Foto: Foto multiple exposure karyawan berswafoto di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
  • IHSG sukses mencatat penguatan lagi pada perdagangan Kamis, meski tipis saja. Nilai transaksi juga mengalami penurunan. Data inflasi dan PMI manufaktur dari dalam negeri masih memberikan sentimen positif. 
  • Wall Street sukses menguat pada perdagangan Kamis waktu setempat yang bisa memberikan sentimen positif ke IHSG hari ini. 
  • Ekonomi China yang diharapkan pulih dengan cepat membuat pelaku pasar mulai melirik lagi aset-aset berisiko. Sementara itu perekonomian Amerika Serikat justru diharapkan memburuk agar inflasi tidak kembali naik sehingga The Fed tidak perlu agresif lagi menaikkan suku bunga.

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup menguat pada perdagangan Kamis (2/3) kemarin seiring dengan diumumkannya sejumlah data ekonomi domestik dan global yang menunjukkan perbaikan pekan ini.

Kabar baik tersebut termasuk inflasi Februari yang melandai secara bulanan (mtm), aktivitas manufaktur (PMI) RI yang tercatat masih ekspansif serta ekonomi China yang pulih lebih cepat dari perkiraan terlihat dari rekor PMI Manufaktur .

Kemarin, IHSG secara eksklusif bergerak di zona hijau dan mengakhiri perdagangan di 6.857,415 atau terapresiasi tipis 0,18% secara harian.

Meski mengalami penguatan, nilai transaksi saham di bursa malah turun di bawah Rp 10 triliun untuk pertama kalinya di pekan ini dan tercatat berada di angka Rp 8,38. Sebelumnya dalam tiga hari terakhir, rata-rata transaksi bursa tercatat mencapai Rp 12,22 triliun. Sepanjang pekan ini (week-to-date) IHSG tercatat impas atau hanya menguat kurang dari 1 poin indeks. Sejak awal tahun, return yang dicatatkan berada di angka 0,1%.

Kinerja IHSG kemarin melanjutkan tren positif untuk perdagangan awal bulan Maret dengan asing mencatatkan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 113 miliar di seluruh pasar.

Data Bursa Efek Indonesia mencatat, secara sektoral mayoritas ditutup di zona hijau dengan empat sektor tercatat mengalami pelemahan. Sektor industri dan energi memimpin penguatan dengan masing-masing tercatat naik sekitar 1%. Sementara itu sektor transportasi dan logistik menjadi yang terkoreksi paling dalam sebesar 1,76%, meskipun jika ditarik lebih panjang sektor ini tercatat masih menguat 12,50% sejak awal tahun.

Kemarin kinerja IHSG kembali ditopang emiten big cap yang pada dua hari perdagangan sebelumnya sempat ambruk. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memimpin dengan kontribusi sebesar 7,40 indeks poin, disusul Bank Mandiri (BMRI) sebesar 5,92 indeks poin lebih. Sementara itu, Telkom Indonesia (TLKM) menjadi pemberat utama yang menyeret kinerja IHSG sebanyak 6,09. Selanjutnya, dua saham milik Prajogo Pengestu, Barito Pacific (BRPT) dan Chandra Asri Petrochemical (TPIA) juga masuk dalam 10 saham paling membebani IHSG,

Berbeda dengan IHSG, rupiah berakhir melemah dan gagal mencatat hat-trick alias penguatan tiga hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin. Melansir data Refinitiv, rupiah melemah 0,3% ke Rp 15.275/US$.

Tekanan datang dari yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun yang terus menanjak hingga ke atas 4%. Kenaikan tersebut berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi dalam negeri yang tentunya bisa memberikan tekanan bagi rupiah.

Indeks saham utama Amerika Serikat (AS) kompak ditutup menguat meskipun pasar diselimuti sentimen sejumlah sentimen negatif, termasuk data ekonomi yang panas berpotensi memaksa The Fed untuk mempertahankan suku bunga yang lebih tinggi dalam kurun waktu lebih lama.

Pada perdagangan Kamis (2/3), S&P 500 berakhir menguat 0,76% dan indeks padat teknologi Nasdaq naik 0,73%. Sementara itu indeks blue chip Dow Jones Industrial Average (DJIA) terapresiasi 1,05%.

Indeks utama Wall Street sejatinya dibuka lebih rendah dan bergerak di zona merah pada paruh pertama perdagangan. Namun indeks kemudian memangkas pelemahan dan akhirnya mampu berbalik arah setelah Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan bahwa dia "masih sangat kuat" mendukung kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps).

Meski efek penurunan inflasi masih belum terasa signifikan setelah peningkatan suku bunga dari tahun lalu, Raphael Bostic meyakini ada potensi bahwa perlambatan ekonomi akibat kenaikan suku bunga di masa lalu masih tertinggal dan baru akan dirasakan di kemudian hari.

Investor tampaknya masih tetap berhati-hati di pasar ekuitas dalam waktu dekat, mengingat ada banyak sentimen pasar negatif dari pengumuman data ekonomi terbaru. Data Kamis menunjukkan bahwa klaim pengangguran mingguan, yang dianggap sebagai proksi PHK, lebih rendah dari yang diharapkan, menunjukkan pasar tenaga kerja yang semakin ketat.

Selanjutnya obligasi AS kembali melemah pada Kamis, dengan imbal hasil (yield) surat utang negara AS 10 tahun naik menjadi 4,072%, level penutupan tertinggi sejak November. Secara domestik di AS, imbal hasil obligasi tersebut akan mempengaruhi banyak hal, mulai dari student loan hingga KPR rumah.

Kenaikan imbal hasil obligasi dan kekhawatiran potensi sikap hawkish The Fed telah memicu kekhawatiran investor dalam beberapa hari terakhir, memangkas kinerja indeks yang sempat mengalami reli di awal 2023.

Hari ini, sentimen pasar utama masih diselimuti oleh implikasi atas pengumuman sejumlah data ekonomi. Di saat bersamaan investor juga tampaknya masih perlu untuk terus mencerna indikasi sikap The Fed yang cenderung masih hawkish hingga beberapa bulan ke depan.

Investor patut menyimak kondisi ekonomi dua raksasa dunia yang juga merupakan partner dagang utama RI, China dan Amerika Serikat.

Aktivitas ekonomi di China kembali meningkat tajam selama dua bulan berturut-turut, dan mengirimkan sinyal awal bahwa negara tersebut mungkin akan bangkit lebih cepat dari yang diperkirakan setelah sempat terseret akibat pembatasan ketat selama pandemi.

Aktivitas manufaktur naik pada laju tercepat dalam lebih dari satu dekade pada Februari, sementara pesanan ekspor meningkat untuk pertama kalinya dalam hampir dua tahun, Biro Statistik Nasional mengatakan Rabu lewat laporan Purchasing Managers Indeks (PMI).

Kondisi serupa juga terlihat dari survei PMI tidak resmi versi Caixin yang mengukur aktivitas di lebih banyak sektor swasta dan perusahaan kecil juga menunjukkan peningkatan dalam pesanan, harga, pekerjaan dan rantai pasokan, dengan kepercayaan bisnis naik ke level tertinggi sejak Maret 2021.

Meski aktivitas perekonomian dari manufaktur hingga tampaknya telah berbalik tajam di China, efek limpahan ke seluruh Asia masih mungkin relatif masih terbatas. Akan tetapi, untuk jangka panjang ekonomi China yang diharapkan tumbuh lebih cepat tahun ini dapat memberikan dorongan bagi banyak negara, termasuk Indonesia.

Tahun lalu ekonomi China hanya tumbuh 3%, salah satu tingkat paling lambat dalam beberapa dekade, karena pandemi menyebabkan penutupan pabrik, menekan penjualan rumah, dan menggerus konsumsi rumah tangga. Tahun ini dengan data ekonomi terbaru yang ciamik China diharapkan mampu melampaui target pertumbuhan 5% yang telah direncanakan sebelumnya.

Kemudian dari AS, aktivitas manufaktur kembali mengalami kontraksi pada Februari dan memperpanjang kontraksi beruntun menjadi empat bulan. Meski demikian, kontraksi ini tidak secepat yang diharapkan oleh ekonom dan analis dengan pabrik yang disurvei menyebut saat ini terlihat adanya tanda-tanda peningkatan permintaan dan percepatan kenaikan harga di bulan-bulan mendatang.

Data ekonomi yang masih relatif tangguh tersebut ditakutkan akan mendorong The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut dan menjaganya tetap tinggi demi meredam inflasi. Artinya pelaku pasar sebenarnya mengharapkan perekonomian AS memburuk, agar inflasi tidak menanjak lagi. 

Pada penutupan perdagangan Kamis (2/3), indeks utama Wall Street kompak mencatatkan rebound dan ditutup menguat. S&P 500 dan indeks padat teknologi Nasdaq masing-masing ditutup naik 0,76% dan 0,73%. Sementara itu indeks blue chip Dow Jones bergerak datar dengan terapresiasi 1,05%.

Meski demikian obligasi AS kembali melemah pada Kamis, dengan imbal hasil (yield) surat utang negara AS 10 tahun naik menjadi 4,072%, level penutupan tertinggi sejak November. Secara domestik di AS, imbal hasil obligasi tersebut akan mempengaruhi banyak hal, mulai dari student loan hingga KPR rumah.

Sementara itu bagi RI, melonjaknya imbal hasil dapat menjadi berita buruk dengan potensi memicu capital outflow dari pasar obligasi dalam negeri yang tentunya bisa memberikan tekanan bagi rupiah.

Semakin tinggi yield Treasury maka risiko capital outflow semakin besar. Terbukti, sepanjang Februari hingga tanggal 27 aliran modal keluar mencapai Rp 6 triliun. Padahal pada Januari terjadi inflow nyaris Rp 50 triliun.

Kemudian investor juga perlu memantau secara spesifik emiten yang perlahan satu-persatu mulai mengumumkan kinerja keuangan tahunan. Capaian positif diharapkan mendorong naik kinerja saham yang secara luas dapat menjadi dorongan positif bagi IHSG.

Melanjutkan musim laporan keuangan adalah pembagian dividen kepada pemegang saham. Sejumlah perusahaan telah mengumumkan pengajuan angka dividen dan menunggu persetujuan pemegang saham dalam RUPS. Dividen jumbo dengan yield tinggi diharapkan dapat menjadi pemanis bagi investor untuk memborong saham perusahaan.

Terakhir investor dapat mencerna sejumlah data ekonomi global terbaru mulai dari inflasi Jepang hingga data PMI Eropa dan Australia untuk bulan Februari.

Berikut beberapa data ekonomi penting yang akan dirilis hari ini:

Pidato pejabat The Fed Waller (04.00)

Data PMI Australia Februari (05.00)

Data inflasi Jepang Februari (06.30)

Data PMI Jepang Februari (07.30)

Data PMI Singapura Februari (07.30)

Neraca dagang Jerman Januari (14.00)

Data PMI Eropa Februari (16.00)

Data PMI Inggris Februari (16.30)

Data PMI non-manufaktur AS Februari (22.00)

Hari ini setidaknya terdapat lima agenda korporasi yakni Rapat Umum Pemegang saham Luar Biasa (RUPSLB) BCIC dan PRIM, cum date dividen tunai XCID, cum date pemecahan saham MIDI dan pencatatan perdana saham IPO Berdikari Pondasi Perkasa (BDKR).

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA


(fsd/fsd) Next Article Powell Buat Pasar Happy, IHSG Bisa Cuan Saat Window Dressing

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular