Robert Kiyosaki Sebut Emas Bakal ke Rp 2,5 Juta/Gram, Bisa?

- Robert Kiyosaki memprediksi harga emas dunia bisa melesat ke US$ 5.000/troy ons, sebab Amerika Serikat disebut akan mengalami depresi.
- The Fed diperkirakan akan kembali mencetak duit (quantitative easing) yang bisa membuat harga emas melesat.
- Namun, peluang melakukan quantitative easing sepertinya masih cukup kecil, sebab inflasi bisa kembali meroket.
Jakarta, CNBC Indonesia - Robert Kiyosaki, penulis buku keuangan terkenal 'Rich Dad Poor Dad' kembali membuat heboh dan mengatakan badai krisis raksasa datang. Bahkan depresi akan memaksa The Fed mencetak duit hingga triliunan dolar AS.
"Pada 2025, harga emas akan terbang ke US$ 5.000, perak ke US$ 500 dan Bitcoin akan sampai US$ 500.000. Kenapa? Karena percaya akan dolar AS, dan uang palsu akan menghancurkan kamu," ujar Kiyosaki, seperti dikutip dalam twitter-nya, Senin (13/2/2023).
Menurutnya, emas dan perak adalah uang Tuhan, dan Bitcoin adalah dolar AS semua orang yang harus dipegang. Ia pun memperingatkan semua orang untuk berhati-hati di akhir kalimatnya.
Jika emas dunia meroket, maka emas batangan di dalam negeri juga akan ikut terkerek.
Untuk diketahui satu troy ons setara dengan 31,1 gram. Jika harga emas dunia mencapai besaran US$ 4.000/troy ons, untuk mencari harga per gramnya maka dibagi 31,1. Hasilnya yakni US$ 160,8 per gram.
Dengan asumsi kurs tengah Bank Indonesia pada Kamis (14/2/2023) Rp 15.168/US$, maka harga emas dunia jika dikonversi ke rupiah bisa mencapai Rp 2.438.585/gram.
Prediksi depresi Amerika Serikat menjadi sesuatu yang mengerikan bagi dunia. Depresi merupakan resesi yang terjadi dalam waktu yang panjang. Sinyal Amerika bakal mengalami resesi juga semakin kuat, bahkan lebih kuat ketimbang sebelum krisis finansial 2008.
DataTrek Research menyoroti model probabilitas resesi dari The Fed New York. Model tersebut kini menunjukkan Amerika Serikat berisiko mengalami resesi dalam 12 bulan ke depan dengan probabilitas sebesar 57%.
Probabilitas tersebut merupakan yang tertinggi sejak akhir 1970an dan awal 1980an.
"Tidak ada yang peduli (dengan kemungkinan resesi), kemungkinan karena resesi yang disebabkan kebijakan The Fed akan diikuti dengan pemulihan yang juga dilakukan oleh bank sentral AS ini. Model probabilitas tersebut tidak pernah salah ketika persenasetnya lebih dari 50%," kata Nicholas Colas, co-founder DataTrek Research, sebagaimana dilansir Market Insider Selasa (15/2/2023).
The Fed yang sangat agresif menaikkan suku bunga memang membuat Amerika Serikat terancam mengalami resesi. Di sisi lain, suku bunga tinggi merupakan musuh utama emas.
Hal ini membuat logam mulia kesulitan menguat, bahkan belakangan ini kembali merosot setelah sempat menyentuh US$ 1.960/troy ons, tertinggi sejak April 2022 pada awal Februari lalu. Namun, pada perdagangan Rabu (15/2/2022) pukul 12:50 WIB emas diperdagangkan di kisaran US$ 1.846/troy ons. Artinya merosot sekitar 5,8% dari level tertinggi 10 bulan.
Penyebabnya, The Fed yang diperkirakan lebih agresif lagi menaikkan suku bunga di tahun ini setelah rilis data inflasi yang masih bandel susah turun.
Pada Januari inflasi dilaporkan tumbuh 6,4% year-on-year (yoy), turun dari bulan sebelumnya 6,5%. Tetapi, rilis tersebut lebih tinggi dari ekspektasi 6,2% (yoy).
Artinya, inflasi di Amerika Serikat masih sulit untuk turun. Pasar melihat bank sentral AS (The Fed) akan kembali agresif menaikkan suku bunga acuannya.
Sebelumnya, pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga satu kali lagi pada Maret. Data terbaru dari perangkat FedWatch milik CME Group menunjukkan pasar melihat Jerome Powell dkk akan menaikkan suku bunga 3 kali lagi hingga menjadi 5,25% - 5,5%.
Artinya, ekspektasi tersebut lebih tinggi dari proyeksi The Fed 5% - 5,25%. Bukan tanpa alasan, Powell yang merupakan ketua The Fed sebelumnya menyatakan suku bunga bisa lebih tinggi dari proyeksi jika inflasi kembali naik.
"Kenyataannya kami bertindak berdasarkan data. Jadi jika kita terus melihat data, misalnya pasar tenaga kerja yang kuat atau inflasi yang kembali meninggi, itu akan membuat kami kembali menaikkan suku bunga dan bisa saja lebih tinggi dari yang diprediksi sebelumnya," ujar Powell, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (8/2/2023).
Semakin tinggi suku bunga, maka peluang resesi Amerika Serikat semakin besar. Ketika itu terjadi, dan inflasi pada akhirnya turun, maka The Fed kemungkinan akan kembali memangkas suku bunganya yang bisa mendorong emas kembali naik.
Namun, untuk kembali menggelontorkan quantitative easing atau mencetak duit lagi, kemungkinannya lebih kecil sebab bisa memicu inflasi menanjak lagi. Sehingga harga emas memang akan mendapat sentimen positif jika The Fed memangkas suku bunga, tetapi peluang ke US$ 5.000/troy ons masih kecil pada 2025.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]