FX Insight

Semoga Tak Ada Kejadian Luar Biasa, Rupiah Bisa Perkasa

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 February 2023 08:20
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
  • Rupiah sepanjang pekan lalu merosot 1,6% melawan dolar AS, sekaligus menghentikan penguatan tajam dalam 4 pekan beruntun. 
  • Risiko pelemahan rupiah di pekan ini cukup besar, begitu juga dengan peluang pengutannya. 
  • Data inflasi AS akan menjadi kunci pergerakan, jika kembali menurun rupiah bisa melanju kencang lagi.

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sepanjang pekan lalu merosot 1,6% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.130/US$. Pelemahan tersebut sekaligus menghentikan penguatan tajam dalam 4 pekan beruntun. Selama periode tersebut rupiah tercatat menguat hingga 4,7%, sehingga pelemahan pada pekan lalu bisa dikatakan menjadi koreksi yang wajar. Apalagi melihat kondisi eksternal yang masih dipenuhi ketidakpastian.

Di pekan ini, risiko rupiah melemah lagi juga cukup besar. Namun, begitu juga peluang penguatannya. Sebab ada rilis data inflasi Amerika Serikat Selasa (14/2/2023) besok.

Salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah pada pekan lalu adalah pasar tenaga kerja AS yang masih sangat kuat.

Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell pada pekan lalu menyatakan jika suku bunga bisa naik lebih tinggi dari prediksi sebelumnya jika pasar tenaga kerja masih terus kuat atau inflasi yang kembali meninggi.

"Kenyataannya kami bertindak berdasarkan data. Jadi jika kita terus melihat data, misalnya pasar tenaga kerja yang kuat atau inflasi yang kembali meninggi, itu akan membuat kami kembali menaikkan suku bunga dan bisa saja lebih tinggi dari yang diprediksi sebelumnya," ujar Powell, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (8/2/2023).

Sehingga, rilis data inflasi besok akan menentukan ekspektasi suku bunga The Fed di tahun ini. Jika kembali menurun, maka pasar akan kembali melihat suku bunga The Fed tidak akan lebih dari 5%, dan rupiah bisa kembali menguat, begitu juga sebaliknya.

Pasca rilis data tenaga kerja AS yang kuat, pelaku pasar melihat puncak suku bunga The Fed sebesar 5% - 5,25%, yang akan tercapai pada Mei dengan probabilitas sebesar 72%, berdasarkan perangkat FedWatch CME Group. Padahal, bulan lalu, probabilitas ini hanya sekitar 30% saja.

fedFoto: FedWatch, CME Group

Kabar baiknya, hasil polling Reuters menunjukkan inflasi AS turun menjadi 6,2% year-on-year (yoy) pada Jaunuari, lebih rendah dari bulan sebelumnya 6,5% (yoy). Ini tentunya bisa merubah ekspektasi pelaku pasar jika terealisasi, atau lebih rendah lagi.

Data inflasi AS tersebut akan menjadi kunci pergerakan rupiah pekan ini. Selain itu dari dalam negeri ada data neraca perdagangan, serta Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis nanti.

Gubernur BI, Perry Warjiyo sebelumnya sudah memberikan kode suku bunga tidak akan dinaikkan lagi jika tidak ada kejadian yang luar biasa. Dengan kondisi saat ini, pasar akan melihat apakah BI masih tetap dengan pendirian yang sama, atau memberikan sinyal suku bunga bisa naik lagi. Apalagi misalnya (amit-amit) inflasi di Amerika Serikat justru kembali naik, apakah itu bisa menjadi kejadian luar bisa yang merubah pandangan BI atau tidak.

Analisis Teknikal

Secara teknikal, rupiah masih tertahan di atas Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.

Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Rupiah yang disimbolkan USD/IDR juga bergerak di dekat rerata pergerakan 200 hari (moving average 200/MA 200). Artinya rupiah kini bergerak di bawah MA 50, 100, dan 200, yang bisa memberikan tenaga untuk menguat.

Indikator Stochastic pada grafik harian yang sebelumnya berada di wilayah jenuh jual (oversold) dalam waktu yang lama, kini berbalik masuk wilayah jenuh beli (overbought).

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Dengan stochastic yang mulai masuk overbought, tekanan pelemahan tentunya sedikit mereda, peluang penguatan juga terbuka.

Support berada Rp 15.090/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat lebih jauh menuju level psikologis Rp15.000/US$. Rupiah bisa menguat lebih jauh jika menembus konsisten ke bawah level psikologis tersebut.

Sementara selama tertahan di atas support, rupiah berisiko melemah ke Rp 15.150/US$, sebelum menuju Rp 15.200/US$. Bahkan tidak menutup kemungkinan ke Rp 15.300/US$ jika level tersebut juga dilewati.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(pap/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation