Market Commentary

Saham CPO Sumringah, Terimbas Eropa yang Berulah

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
17 January 2023 12:39
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa saham emiten minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) terpantau menghijau pada perdagangan sesi I Selasa (17/1/2023), di tengah cerahnya harga acuan CPO pada hari ini.

Hingga penutupan perdagangan sesi I hari ini, beberapa saham CPO sudah melesat hingga lebih dari 2%.

Berikut pergerakan saham emiten tambang emas pada perdagangan sesi I hari ini.

SahamKode SahamHarga TerakhirPerubahan
Provident AgroPALM6853,01%
Pradiksi GunatamaPGUN1.1102,78%
Jhonlin Agro RayaJARR2641,54%
Dharma Satya NusantaraDSNG6651,53%
Tunas Baru LampungTBLA6901,47%
PP London Sumatera IndonesiaLSIP1.0250,99%
Jaya Agra WattieJAWA1180,85%
Triputra Agro PersadaTAPG6300,80%
Menthobi Karyatama RayaMKTR1310,77%
Salim Ivomas PratamaSIMP4080,00%

Sumber: RTI

Saham emiten sawit yang terafiliasi dengan perusahaan investasi milik Menteri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Sandiaga Uno, Saratoga, yakni PT Provident Agro Tbk (PALM) memimpin penguatan pada perdagangan sesi I hari ini, yakni melonjak 3,01% ke posisi harga Rp 685/saham.

Selanjutnya ada juga saham emiten sawit Jhonlin Group yakni PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN) dan PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR), di mana saham PGUN melompat 2,78% ke Rp 1.110/saham, sedangkan saham JARR melesat 1,54% ke Rp 264/saham.

Berikutnya ada saham sawit milik konglomerat TP Rachmat yakni PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), yang keduanya melesat masing-masing 1,53% dan 0,8%.

Terakhir, ada saham emiten sawit Salim Group yakni PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), di mana saham LSIP melesat 0,99% menjadi Rp 1.025/saham, namun saham SIMP stagnan di level Rp 408/saham.

Beberapa saham sawit terpantau cerah di tengah positifnya harga CPO acuan dunia. Pada perdagangan Senin kemarin, harga CPO di Bursa Malaysia Exchange ditutup di posisi MYR 3.852 per ton. Harganya menguat 0,29%.

Merujuk data Refinitiv, harga CPO juga masih menguat tipis di sesi awal perdagangan Selasa (17/01/2023). Pada pukul 07:10 WIB, harga CPO pada sesi awal perdagangan menguat 0,08% ke MYR 3.855 /ton.

Penguatan hari ini menjadi kabar baik setelah harga CPO lesu pada awal tahun. Pada periode 4-13 Januari 2022, harga CPO terus melemah. Pengecualian terjadi pada 9 Januari di mana harga CPO menguat.

Menguatnya kembali harga CPO disebakan sejumlah faktor mulai dari pembelian besar menjelang libur panjang Hari Raya Imlek, protes keras Malaysia, hingga kebijakan Indonesia.

Sebagian besar wilayah pasar Asia akan tutup selama long weekend karena ada perayaan Hari Imlek yang jatuh pada 21 Januari 2022.

Harga CPO juga naik setelah protes keras Malaysia. Seperti diketahui, Malaysia pada Kamis pekan lalu mengancam akan menghentikan ekspor CPO ke Uni Eropa (UE) sebagai bentuk protes diskriminasi kawasan tersebut terhadap komoditas CPO.

Undang-Undang (UU) Uni Eropa yang baru akan mengatur pembelian/penjualan CPO secara ketat sebagai upaya untuk melindungi hutan.

UU tersebut akan melarang minyak sawit dan komoditas lain yang ditengarai melakukan deforestasi. Pengecualian diberikan jika mereka bisa menunjukkan komoditas tersebut tidak andil dalam merusak hutan.

Harga sawit juga diperkirakan akan terdampak oleh kebijakan mandatori B35 serta pembatasan ekspor yang dilakukan Indonesia.

Direktur broker Pelindung Bestari Paramalingam Supramaniam mengatakan kebijakan Indonesia akan menekan pasokan minyak nabati global. Terlebih, produksi minyak nabati lain seperti kedelai juga diperkirakan akan menurun. Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit global serta terbesar ketiga untuk minyak nabati dunia.

Sebagai produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia, kebijakan Indonesia sangat berpengaruh terhadap laju harga CPO global. Indonesia akan meningkatkan porsi biofuel menjadi B35 dari B20 pada Februari mendatang.

Mandatori B35 diperkirakan akan meningkatkan konsumsi CPO Indonesia menjadi 11,44 juta ton, naik 9,6 juta ton dibandingkan saat mandatori B30.

"Implementasi B35 Indonesia tentu saja akan mengubah penawaran dan permintaan pasar global CPO. Keseimbangan supply dan demand diperkirakan akan defisit," tutur analis dari Rabobank Oscar Tjakra, dikutip dari Reuters.

Indonesia juga akan membatasi ekspor CPO melalui skema domestic market obligation atau DMO.

Pengetatan tersebut dilakukan dengan menurunkan rasio volume ekspor dari volume DMO yang dijalankan para perusahaan.

Jika sebelumnya, volume DMO sebesar 1:8 yang artinya, pelaku usaha sawit mendapatkan izin ekspor CPO delapan kali lipat dari volume DMO yang dijalankan di dalam negeri. Namun, dengan terbitnya aturan baru ini, pelaku usaha hanya diizinkan untuk melakukan ekspor enam kali lipat dari volume DMO yang dijalankan di dalam negeri, atau 1:6.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Sanggahan: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham terkait. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada diri anda, dan CNBC Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation